Liputan6.com, Jakarta - Co-founder Microsoft, Bill Gates, punya pendekatan berbeda tentang solusi melawan krisis iklim global. Miliarder ini dilaporkan mendukung startup berbasis di Australia yang ingin menghentikan sapi bersendawa guna mengurangi emisi metana.
Melansir New York Post, Rabu, 25 Januari 2022, Gates mengucurkan dana untuk penelitian seputar suplemen makanan ternak. Perusahaannya, Breakthrough Energy Ventures, dengan partisipasi dari Harvest Road Group, menyiapkan dana 12 juta dolar AS (senilai Rp179 miliar) untuk Rumin8, sebuah perusahaan teknologi iklim.
Baca Juga
Advertisement
Rumin8 secara khusus mempelajari solusi mengurangi emisi ternak, dan inisiatif terbaru mereka mengidentifikasi "sifat anti-metanogenik" yang dapat diproduksi secara efisien dan dengan biaya rendah untuk akhirnya memberi makan ternak. Suplemen makanan ternak itu direplikasi secara sintetik dari bahan aktif yang ditemukan dalam rumput laut merah, bromoform, yang mencegah pembentukan metana.
Putaran investasi terbaru Rumin8 bertujuan membangun pengembangan merek dan menggerakkan suplemen ke arah komersialisasi. "Permintaan akan protein berkelanjutan tidak pernah sejelas ini, itulah sebabnya BEV sangat tertarik mengurangi emisi metana dari peternakan sapi dan susu," kata pendiri dan mitra pengelola BEV, Carmichael Roberts.
Ia menyambung, "Rumin8 menawarkan toolbox berbiaya rendah, dapat diskalakan, dan terbukti efektif mengurangi emisi. Tim kami akan mendukung Rumin8 dalam bekerja sama dengan petani untuk memperluas jangkauan solusi ini secara global."
Bill Gates sebelumnya membuat komentar publik bahwa negara-negara terkaya di dunia harus meninggalkan konsumsi daging sapi untuk alternatif nabati guna melawan perubahan iklim.
Menghilangkan Emisi Gas Rumah Kaca
Dalam bukunya, How to Avoid a Climate Disaster, Bill Gates merinci langkah-langkah yang diperlukan untuk menghilangkan emisi gas rumah kaca. Miliarder pengembang perangkat lunak ini membahas perubahan kebijakan dan inovasi teknologi yang diperlukan guna membantu mengekang industri dengan jejak karbon terbesar, seperti baja, semen, dan pertanian.
Tercatat bahwa sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca, yang memerangkap panas dan menghangatkan suhu Bumi, berasal dari peternakan. Gates memberi tahu MIT Tech Review pada 2021 bahwa hampir tidak mungkin menghilangkan emisi akibat sendawa sapi dan pupuk.
Karenanya, saat itu ia mengatakan bahwa pilihan daging sapi nabati adalah satu-satunya opsi yang layak. "Ada banyak hal di mana peternak memberi makanan berbeda pada hewan-hewannya, seperti ada satu senyawa yang memberi Anda pengurangan 20 persen (dalam produksi emisi metana)," sebutnya.
"Tapi sayangnya, bakteri itu (dalam sistem pencernaan mereka yang menghasilkan metana) adalah bagian penting dari penguraian rumput. Jadi, saya tidak tahu apakah akan ada pendekatan alami di sana. Saya khawatir (alternatif protein seperti burger nabati) sintetis akan diperlukan setidaknya untuk daging sapi," imbuhnya.
Advertisement
Rekor Terpanas Suhu Bumi
Titik krisis iklim makin mengkhawatirkan. Delapan tahun terakhir telah jadi rekor terpanas suhu Bumi karena meningkatnya konsentrasi gas yang memerangkap panas di atmosfer. Merujuk sebuah laporan baru, hal ini mendorong suhu global menuju titik kritis yang berbahaya.
Melansir CNN, 11 Januari 2023, sebuah analisis oleh Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa yang diterbitkan pada Selasa, 10 Januari 2023, mengatakan bahwa 2022 adalah tahun terpanas kelima bagi planet ini sejak pencatatan dimulai. Ia juga melaporkan Eropa mencatat musim panas terpanas tahun lalu dan tahun terpanas kedua secara keseluruhan, hanya terlampaui pada 2020.
Copernicus menggambarkan tahun 2022 sebagai "tahun dengan iklim ekstrem" yang membawa gelombang panas yang memecahkan rekor di Eropa, banjir mematikan di Pakistan, banjir yang meluas secara ekstrem di Australia, dan yang membuat Laut Antartika mencapai batas minimum terendah dalam catatan.
Laporan itu mengatakan bahwa suhu rata-rata tahunan Bumi mencapai 1,2 derajat celcius di atas tingkat pra-industri, menandai tahun ke-8 berturut-turut suhu setidaknya 1 derajat di atas periode referensi 1850 hingga 1900.
Peningkatan Konsentrasi Karbon Dioksida
Di bawah Perjanjian Paris 2015, sebagian besar negara setuju membatasi pemanasan jauh di bawah 2 derajat di atas tingkat pra-industri, yang kemudian lebih populer dalam batasan 1,5 derajat.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (IPCC) mengidentifikasi tanda 1,5 derajat sebagai ambang batas utama dan mengatakan bahwa pelanggaran itu akan secara dramatis meningkatkan risiko peristiwa cuaca ekstrem dan perubahan yang tidak dapat diubah.
Pada 2022, suhu Bumi tercatat 1,2 derajat celcius lebih panas daripada rata-rata periode 1850--1900. Suhu terus meningkat sejak 1980-an, dan pemanasan global melampaui satu derajat untuk pertama kalinya pada 2015.
Laporan Copernicus juga menyoroti peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan metana di atmosfer, gas rumah kaca potensial yang memerangkap panas di atmosfer dan menghangatkan planet ini. Sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sekitar 280 bagian per juta.
Menurut Copernicus, itu mencapai rata-rata tahunan 417 bagian per juta pada 2022, meningkat 2,1 bagian per juta dibandingkan tahun 2021. Catatan menunjukkan konsentrasi karbon di atmosfer belum setinggi ini dalam waktu sekitar 2 juta tahun, tambah Copernicus.
IPCC mengatakan bahwa dunia perlu mengurangi emisi gas rumah kaca hampir setengahnya pada 2030 dan mencapai nol bersih pada 2050 untuk memiliki peluang menjaga pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri.
Advertisement