Liputan6.com, Jakarta - Rumah Mocaf merupakan usaha kuliner berbasis tepung singkong atau modified cassava flour (mocaf) yang didirikan Riza Azyumarridha Azra. Pendiriannya tak lepas dari peran para penyandang autisme. Bagaimana ceritanya?
Riza menuturkan ia dan teman-temannya awalnya membuat komunitas bernama Sekolah Inspirasi Pedalaman pada 2014. Yang bergabung dalam komunitas itu adalah para sarjana di Banjarnegara yang ingin menginspirasi anak-anak di pelosok desa. Mereka biasa berkumpul pada Sabtu dan Minggu.
Baca Juga
Advertisement
Dari komunitas itu, Riza mendirikan Sahabat Difabel, komunitas yang menaungi para difabel, khususnya para penyandang autisme. Mereka menginspirasi Riza untuk membuat mocaf lantaran penyandang autisme tidak dapat mengonsumsi gluten.
Di saat hampir bersamaan, ia juga kedatangan petani singkong. "Petani singkong datang ke kami dan menangis ketika harga jual singkong rendah," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa, 24 Januari 2023.
Saat itu, kata Riza, singkong hasil panen di Banjarnegara hanya dihargai Rp200 per kilogram. Padahal, modal petani untuk mengolah singkong jelas lebih mahal. Petani akhirnya memilih membiarkan singkong membusuk di lahan berhektare-hektare daripada memanen karena takut merugi.
Tanpa keahlian tentang teknologi pangan, Riza mencari ilmu dengan membaca artikel ilmiah. Ia juga berkonsultasi dengan pakar singkong. Berdasarkan hasil risetnya, dia mengetahui bahwa mocaf memiliki persamaan karakteristik dengan tepung terigu yang terbuat dari gandum. Tepung itu diklaim sehat karena tidak mengandung gluten.
Dia kemudian mengajari para petani singkong untuk membuat mocaf secara cuma-cuma. Mulai dari situ, Riza mencoba untuk menerapkan sociopreneur untuk memberdayakan masyarakat dan bisa menjalankan bisnis dari pemberdayaan tersebut.
Kedaulatan Pangan
Lewat usahanya, ia membawa misi untuk membuat petani lokal makmur yang saat itu petani hidup di bawah garis kemiskinan dan menjadikan masyarakat untuk hidup lebih sehat, khususnya penyandang autisme yang tidak bisa mengonsumsi gluten. Dia ingin mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
Pasalnya, produk lokal, termasuk mocaf dan singkong, masih dipandang sebelah mata oleh orang Indonesia. Hal itu disaksikannya saat ia dan Menteri Pertanian pergi ke Eropa untuk mengekspansi produk tepung mocaf. Di sana, dia menemukan beberapa iklan restoran dengan kata-kata gluten free yang menjadi sebuah tren pada saat itu.
"Masa sih, singkong yang di sini (Indonesia) dianggap sebagai makanan marjinal malah diekspor ke Eropa. Kemudian, gandum dari Eropa di ekspor ke sini," katanya. "Yang sehat dikirim ke sana, yang ada gluten malah dikirim ke sini."
Temuan itu dianggapnya sebagai salah satu pekerjaan rumah bersama agar masyarakat Indonesia bisa berdaulat pangan. Menurutnya, hal yang paling dasar adalah ketika mulut bisa menahan hawa nafsu dengan tidak memasukkan produk impor tetapi mengonsumsi produk pangan lokal yang ditanam oleh petani Indonesia.
Advertisement
Minim Sampah
Selain mementingkan kedaulatan pangan, Riza berusaha menerapkan konsep zero waste pada bisnisnya. Limbah yang dihasilkan oleh Rumah Mocaf adalah kulit singkong. Dari kulit singkong tersebut bisa diolah menjadi berbagai macam hal untuk mengurangi limbah di Indonesia.
Limbah kulit singkong dan daun singkong diolah menjadi bahan pakan ternak kambing perah. Kemudian, dari pakan tersebut kambing bisa menghasilkan susu yang bisa menjadi salah satu bahan baku yang digunakan dalam produk mocaf.
Sementara, kotoran kambing diolah menjadi bahan pupuk organik dan biogas untuk bahan bakar sehingga bisa mengurangi emisi gas karbon di Indonesia. "Makanya, kami menyebut mocaf organik karena menggunakan pupuk yang organik," jelasnya.
Saat ini, Riza sudah menggandeng sekitar 650 petani singkong dan pengrajin, serta 35 anak muda melalui usaha kulinernya. Rumah Mocaf juga sudah menghasilkan beberapa produk, di antaranya adalah tepung serbaguna, tepung ayam goreng, kukis, dan mi instan dengan bahan alami seperti daun kelor, buah bit, tomat, dan buah naga.
Subsidi Tepung Mocaf
Riza menyebutkan bahwa Menteri Perdagangan Republik Indonesia Zulkifli Hasan mendukung produk kulinernya dan berjanji untuk memberikan subsidi pada masyarakat Indonesia. Saat ini, tepung mocaf dibanderol dengan harga Rp17 ribu, lebih mahal dari tepung terigu yang harganya sekitar Rp10 ribu.
Pemerintah berjanji untuk menyubisidi selisih harga itu, sekitar Rp3ribu – Rp5ribu per kilogram. Menurut Riza, hal ini menjadi kesempatan untuk mengenalkan produk mocaf ke masyarakat luas.
Bersama Zulkifli, Rumah Mocaf sudah bisa mengekspor tepung mocaf sebanyak 45 ton ke Turki. Sementara untuk kebutuhan di Indonesia, pihaknya sudah berhasil memasarkan produknya di hampir setiap provinsi, seperti Aceh dan Papua.
Pemasarannya tersebut dibantu oleh para reseller, yaitu Kerabat Rumah Mocaf yang hadir di hampir setiap provinsi. Upaya lainnya adalah bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada dalam verifikasi akademik. Itu karena tantangan terbesar yang dihadapinya saat ini adalah mengedukasi masyarakat mengenai produk tepung yang mengandung gluten.
"Kami berusaha untuk mengedukasi masyarakat agar mau untuk beralih dari tepung terigu ke tepung mocaf. Hal ini tentu nggak mudah," tutup Riza.
Advertisement