3 Situs Warisan Dunia UNESCO Masuk Daftar Dalam Bahaya

Ketiga situs kuno itu masuk dalam daftar warisan dunia UNESCO sekaligus warisan dunia dalam bahaya.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 26 Jan 2023, 07:30 WIB
Orang-orang mulai memindahkan monumen untuk Catherine II yang juga dikenal sebagai "Monumen Pendiri Odesa" di Odesa, Ukraina, 29 Desember 2022. Keputusan untuk membongkar monumen yang terdiri dari patung Permaisuri Rusia Catherine II dan rekannya dibuat baru-baru ini oleh penduduk Odesa melalui pemungutan suara elektronik. (AP Photo/LIBKOS)

Liputan6.com, Jakarta - UNESCO, badan PBB yang menangani urusan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya, memasukkan tiga situs kuno ke dalam Daftar Situs Warisan Dunia UNESCO pada Rabu, 25 Januari 2023. Secara bersamaan, badan tersebut juga masuk ke dalam Daftar Situs Warisan Dunia UNESCO Dalam Bahaya.

Ketiga situs dimaksud adalah Pusat Sejarah Odesa di Ukraina; Pameran Internasional Rachid Karami di Tripoli, Lebanon; dan Landmark Kerajaan Saba Kuno di Kegubernuran Marib, Yaman. Konvensi pendiri UNESCO mewajibkan semua anggota, termasuk Rusia dan Ukraina, untuk 'tidak mengambil tindakan yang disengaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, merusak warisan mereka atau negara pihak lain dalam konvensi'.

Dikutip dari CNN, Kamis (26/1/2023), Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay berharap daftar tersebut akan membantu melindungi Odesa dari dampak perang Ukraina dan Rusia. "Odesa, kota bebas, kota dunia, pelabuhan legendaris yang telah meninggalkan jejaknya di bioskop, sastra, dan seni, ditempatkan di bawah perlindungan yang diperkuat dari komunitas internasional," kata Azoulay dalam sebuah pernyataan.

"Sementara perang berlanjut, prasasti ini mewujudkan tekad kolektif kita untuk memastikan bahwa kota ini, yang selalu mengatasi pergolakan global, dilestarikan dari kehancuran lebih lanjut."

Pernyataan itu juga menyampaikan bahwa keputusan yang diambil akan memberi Ukraina akses kepada 'bantuan teknis dan finansial internasional' untuk melindungi dan merehabilitasi pusat kota. Prasasti itu dibuat dalam sesi luar biasa Komite Warisan Dunia di Paris.

 


Situasi Mengkhawatirkan di Yaman dan Lebanon

Lokasi pameran internasional Rachid Karimi di Tripoli, Lebanon, masuk dalam daftar situs warisan dunia UNESCO dalam bahaya. (dok. Wassim Naghi/UNESCO)

Situasi tak berbeda jauh juga mengancam situs kuno di Yaman. Keputusan Komite Warisan Dunia yang memasukkan landmark Kerajaan Saba Kuno itu mencakup tujuh situs arkeologi yang menunjukkan pencapaian arsitektur, estetika, dan teknologi Kerajaan Saba dari milenium pertama SM hingga kedatangan Islam sekitar 630 M.

Situs tersebut ditambahkan ke dalam daftar "dalam bahaya" karena adanya ancaman terhadap situs tersebut dari konflik yang sedang berlangsung di Yaman sejak awal 2014 lalu. Warga sipil telah menanggung beban konflik di Yaman, dan telah menewaskan ribuan orang, menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Situs di Lebanon, Pameran Internasional Rachid Karami di Tripoli, dirancang pada 1962 oleh arsitek Brasil Oscar Niemeyer. Bangunan utamanya adalah ruang pameran tertutup berbentuk bumerang.

"Ini adalah salah satu karya perwakilan utama arsitektur modern abad ke-20 di timur dekat Arab," kata UNESCO dalam rilis berita.

Itu ditambahkan ke daftar terancam karena "keadaan konservasi yang mengkhawatirkan, kurangnya sumber daya keuangan untuk pemeliharaannya, dan risiko laten proposal pembangunan yang dapat mempengaruhi integritas kompleks," kata UNESCO.

 


Pengajuan Kebaya

Erina Gudono Tampil Anggun Pakai Kebaya. Kebaya putih @robbydion.  foto: Instagram @erinagudono

Dari dalam negeri, Indonesia masih punya harapan untuk mengajukan kebaya sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO. Pada 23 November 2022, Dewan Warisan Nasional (NHB) mengumumkan bahwa Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Singapura akan bersama-sama menominasikan kebaya untuk status warisan budaya takbenda UNESCO dalam joint nomination.

"Kebaya telah, dan terus menjadi, aspek sentral dalam representasi dan tampilan warisan budaya dan identitas Melayu, Peranakan, dan komunitas lainnya di Singapura,” kata Chang Hwee Nee, CEO NHB dikutip dari Asia One, Kamis (15/12/2022). 

Keempat negara tersebut ingin menyerahkan berkas nominasi ke UNESCO pada Maret 2023. Hasilnya diperkirakan akan diumumkan pada akhir 2024.  

Terkait tawaran bersama untuk kebaya yang akan datang ini, NHB mencatat bahwa ini akan memberikan kesempatan kepada negara-negara untuk merayakan warisan budaya bersama mereka dan mempromosikan saling pengertian. Masih ada peluang bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari pengajuan joint nomination UNESCO.

"Empat negara peserta menyambut negara lain untuk bergabung dalam nominasi multinasional ini," kata NHB menambahkan. 


Tarik Menarik Kepentingan

Serta dilengkapi dengan bustier motif jumputan dan selendang.

Media Malasyia The Star mengklaim kebaya memiliki sejarah yang panjang dan mendalam dalam warisan budaya Melayu dan kota pelabuhan Singapura, dan segudang desain menunjukkan perpaduan budaya. Kebaya ini bisa berupa motif atau bunga tradisional Jawa, hewan, dan makhluk mitos dari banyak komunitas yang tiba di pesisir sejak berabad-abad lalu. 

Bagi warga Singapura, kebaya juga ditampilkan dalam bentuk seni pertunjukan tradisional seperti Dondang Sayang dan Wayang Peranakan serta produksi yang lebih kontemporer seperti Little Nyonya dan Emily of Emerald Hill. Namun, komunitas di Kepulauan Melayu dan beberapa komunitas lainnya menilai tawaran pengajuan nominasi bersama ke UNESCO sebagai perampasan budaya.

"Pertanyaan besarnya di sini adalah dari empat negara ini, berapa banyak dan seberapa sering mereka memakai kebaya? Tidak ada," tulis salah satu pengguna Instagram.

Indonesia beberapa bulan lalu absen dalam pengajuan kebaya secara joint nomination dan secara resmi mengakui kebaya sebagai kostum nasionalnya. Hingga saat ini, Indonesia masih akan mengajukan proposal serupa melalui jalur mandiri, meskipun sempat ditawarkan untuk bergabung dalam joint nomination.

Namun demikian, sebagian warga mendesak agar Indonesia menerima penawaran tersebut. "Langkah ini akan sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia untuk mengejar "kolaborasi bukan kompetisi", jelas Lia Nathalia, ketua Komunitas Perempuan Berkebaya.

 

Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya