Liputan6.com, Jakarta Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menilai Pemilu serentak 2024 bisa menjadi sebuah malapetaka jika diiringi dengan informasi bohong atau hoaks. Sebab, berita tersebut dapat memecah belah masyarakat.
Hal itu disampaikan Mahfud Md yang dibacakan oleh Anggota Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam Janedjri M. Gaffar dalam paparannya di acara 'Seminar Pers dan Pemilu Serentak 2024' yang diadakan oleh Dewan Pers di Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023).
Advertisement
Awalnya, Mahfud menjelaskan jika Pemilu merupakan sebuah momentum yang dinamis. Pemilu sendiri juga menjadi acuan dalam penerapan demokrasi. Menurutnya, salah satu hal yang paling penting agar Pemilu bisa terselenggara dengan baik dengan penyajian informasi yang objektif.
"Dengan memperhitungkan konsekuensi sosial dengan beredarnya suatu informasi di masyarakat," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Lebih lanjut, Mahfud menyebut Pemilu bisa kapanpun berubah menjadi malapetaka apabila tidak disertai dengan informasi bohong atau hoaks.
"Pemilu dapat berubah menjadi malapetaka, jika dipenuhi dengan informasi yang tidak benar atau hoaks yang dapat memecah belah masyarakat," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia menilai pers punya peran yang strategis dalam hal ini. Khususnya dalam urusan penegakkan demokrasi.
"Pers secara ideal ditempatkan sebagai penguatan kepentingan publik yang objektif, informasi yang disajikan secara berimbang pada fakta, bukan kepentingan," imbuh Mahfud.
Peran Media Sosial Penting
Selain itu, Mahfud mencatat bahwa media sosial juga memegang peranan penting saat ini. Dia berharap, pers tidak tergiring dan terus memegang standar etik untuk mengkalkulasi serta check and recheck terhadap informasi yang beredar luas di media sosial.
"Pers senantiasa menjadi standar etik dan memiliki kalkulasi yang tinggi juga check and recheck untuk mengawal agar bisa melihat yang rasional. Peran pers dalam sisi inilah yang paling diharapkan dalam pemilu serentak," dorong Mahfud.
Mahfud berharap, Pemilu 2024 tidak mengulang insiden Pemilu sebelumnya yang berdampak pada pembelahan di masyarakat. Oleh karena itu, pers diminta cermat dan tidak melakukan pembiaran dalam mewarta yang hanya mengedepankan berita-berita yang klik bait semata.
"Pers dituntut memiliki kemampuan dan kesadaran dalam memainkan peran sentral dan strategis dalam memilih judul dan angle yang tidak larut dalam praktek sekedar bombastis dan tidak sesuai," tandas dia.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement