COVID-19 Merajalela Picu China Kehabisan Peti Mati, Biaya Pemakaman Pun Mahal

China dilaporkan mengalami peningkatan kasus COVID-19. Hal itu berdampak pada tingkat kematian akibat Virus Corona yang juga melonjak.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 26 Jan 2023, 16:30 WIB
Ilustrasi peti mati langka di China. Credit: pexels.com/Mayron

Liputan6.com, Shanxi - China dilaporkan mengalami peningkatan kasus COVID-19. Hal itu berdampak pada tingkat kematian akibat Virus Corona yang juga melonjak.

BBC News yang dikutip Kamis (26/1/2023) melaporkan, daerah pedesaan di China bahkan kehabisan peti mati, dan mengalami biaya pemakaman yang meroket karena peningkatan pesat dalam kematian terkait COVID-19

Seorang penduduk desa di Provinsi Shanxi, China mengatakan kepada BBC bahwa peti mati telah terjual habis di beberapa daerah dan pekerja industri pemakaman "menghasilkan sedikit uang" selama wabah COVID-19 saat ini.

Menurut World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia), China, negara berpenduduk 1,4 miliar orang, telah melaporkan setidaknya 34.000 kematian akibat COVID-19 sejak dimulainya pandemi. Menurut Reuters pekan lalu, WHO menuduh China tidak melaporkan skala data saat ini.

Sementara Insider melaporkan pada Desember 2022, mengutip Airfinity, sebuah perusahaan data kesehatan, bahwa lebih dari 5.000 orang kemungkinan meninggal setiap hari akibat COVID-19 di China.

Di daerah pedesaan di negara itu, sulit untuk mengumpulkan data tentang COVID-19. BBC melaporkan bahwa saat ini tidak ada perkiraan resmi untuk jumlah kematian di pedesaan China, karena sebagian besar penduduk desa meninggal di rumah atau di klinik desa kecil.

Staf BBC yang mengunjungi Provinsi Shanxi di China melaporkan bahwa krematorium sibuk, rumah duka menghadapi kekurangan peti mati, dan kematian meningkat.

"Suatu hari seseorang akan mati, kemudian hari berikutnya orang lain. Sudah nonstop selama sebulan terakhir," kata seorang penduduk desa kepada BBC.

 


Mudik Tahun Baru Imlek Bikin Khawatir

Penumpang mendorong troli barang bawaan saat tiba di Bandara Internasional Beijing pada Senin (20/1/2020). China berada di tengah-tengah kesibukan migrasi manusia tahunan ketika jutaan orang pulang ke kampung halaman mereka untuk menikmati libur Tahun Baru Imlek bersama keluarga. (WANG Zhao/AFP)

Seorang dokter yang mengoperasikan klinik kecil di pedesaan China mengatakan kepada BBC bahwa dia berharap yang terburuk sudah berakhir dan sebagian besar penduduk di kotanya sudah terjangkit COVID-19.

"Kami belum memiliki pasien dalam beberapa hari terakhir," katanya.

Tetapi ada kekhawatiran bahwa kematian akibat COVID-19 masih akan datang, lapor BBC. Jutaan orang muda mengunjungi kampung halaman mereka selama Tahun Baru Imlek, berpotensi membawa COVID-19 kembali ke penduduk yang lebih tua dan lebih rentan.

BBC mewawancarai seorang pria, Wang Peiwei, yang saudara iparnya meninggal setelah tertular COVID-19. "Dia adalah orang yang hebat. Kita harus mengadakan acara akbar untuk mengantarnya pergi, yang terbaik yang kita mampu," katanya.


Kematian Akibat COVID-19 China di RS Capai 13.000 dalam 7 Hari

Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Sebelumnya, tingkat kematian akibat COVID-19 di China dilaporkan menembus 13 ribu dalam sepekan.

"Dari 13 hingga 19 Januari (7 hari), China dilaporkan telah mencapai sekitar 13.000 kematian terkait COVID-19 di rumah sakit," kantor berita AFP melaporkan pada Minggu 22 Januari 2022, mengutip seorang pejabat tinggi kesehatan seperti dilansir dari Business Standard, Senin (23/1/2023).

Virus Corona ini telah menginfeksi sebagian besar populasi.

Sebelumnya, hampir 60.000 orang di China telah meninggal akibat COVID-19 di rumah sakit per 12 Januari. Tetapi data resminya dipertanyakan secara luas sejak Beijing tiba-tiba mencabut kontrol anti-virus bulan lalu.

Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China pada Sabtu 21 Januari, 681 pasien rawat inap meninggal karena gagal napas yang disebabkan oleh infeksi Virus Corona, dan 11.977 orang lainnya meninggal karena penyakit lain yang terkait dengan infeksi virus itu selama periode waktu yang sama.

Data statistik yang disediakan tidak mencerminkan mereka yang meninggal di rumah karena virus itu.

Presiden China Xi Jinping juga telah menyatakan keprihatinan tentang gelombang COVID-19 yang menyebar ke daerah pedesaan dengan sumber daya medis yang tidak memadai, tetapi dia mendorong warga agar tetap gigih dalam masa-masa sulit dengan mengatakan bahwa masih ada harapan.

Ucapannya mengemuka pada saat jutaan pekerja perkotaan kembali ke kampung halaman mereka untuk merayakan Tahun Baru Imlek (Lunar New Year), yang sebelum COVID-19 dianggap sebagai migrasi tahunan terbesar warga Tiongkok.

Menurut Airfinity, sebuah firm forecast (perusahaan yang melakukan peramalan dengan melihat data dan tren pasar secara) independen, kematian akibat COVID-19 setiap hari di China akan mencapai puncaknya sekitar 36.000 selama liburan Tahun Baru Imlek.

Menurut data perusahaan tersebut, lebih dari 600.000 orang telah meninggal karena COVID-19 sejak China meninggalkan kebijakan nol-COVID-19 pada Desember 2022.


Diperkirakan Satu Juta Kematian Tahun Ini

Liu Huan (kanan), petugas medis dari Provinsi Jiangsu, memasuki sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Para ahli memperkirakan bahwa China dapat melihat lebih dari satu juta kematian tahun ini.

Lebih dari 90 persen dari mereka yang meninggal sejauh ini berusia 65 tahun ke atas.

Pihak berwenang percaya puncak infeksi telah berakhir di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai, tetapi China sekarang bersiap untuk lonjakan di daerah pedesaan selama periode Tahun Baru Imlek, ketika jutaan migran pulang.

Setelah kematian ibunya karena COVID-19, Wang harus dengan sopan menolak belasungkawa dan hadiah dari kerabat dan teman.

Dia mengatakan rasanya tidak benar untuk membawa mereka ketika dia tidak bisa mengirim ibunya pergi dengan ritual pemakaman yang tepat - situasi yang menurutnya sulit diterima.

Tetapi Wang telah menemukan penghiburan setelah menyadari bahwa orang lain mengalami yang lebih buruk.

"Beberapa meninggal di rumah karena kekurangan tempat tidur rumah sakit," tambahnya. "Beberapa masih menunggu untuk transit jenazah ke kamar mayat atau ruang pemakaman setelah beberapa hari.

Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Landa Korsel hingga China. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya