Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan menjelaskan terkait pembelian minyak mentah dari Rusia yang tak kunjung terealisasi.
Menurut Luhut, masalah pasokan minyak yang tak kunjung datang disebabkan oleh kebijakan di PT Pertamina (Persero). Akhirnya, ia pun 'menyenggol' direksi Pertamina.
Advertisement
Alhasil, Rusia gagal memasok minyak mentah ke Indonesia. Padahal, Luhut mengaku telah bertandang ke Rusia pada Agustus tahun lalu.
“Maaf ini bu Nicke (Direktur Utama Pertamina), ini ada (Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves) Rachmat dengar, kami kesulitan di Pertamina mutar sana mutar sini mentok intinya supaya tidak jadi,” kata Luhut dalam acara Saratoga Investment Summit 2023, di Jakarta, ditulis Jumat (27/1/2023).
Sementara itu, Luhut meminta Direktur Utama Pertamina untuk menindaklanjuti terkait laporan tersebut.
"Jadi bu Nicke tolong dicek, saya lapor presiden, I tell you, kalau begini bubar kita," kata Luhut.
Di sisi lain, Luhut mengaku tengah melakukan perbincangan kembali dengan Menteri Perekonomian Rusia mengenai rencana pembelian minyak mentah tersebut.
"Menteri ekonomi dari Rusia dia bicara banyak. Terus tadi saya tanya, kau nawarin begini-ginian saya sudah pergi ke Rusia, mau beli minyak kau, investasi TPP," kata Luhut.
Namun, sudah lima bulan tidak ada yang jadi dari penawaran tersebut. Menko Luhut mengaku, saat ini kontrak minyak tersebut tidak begitu mendesak, karena harga minyak pun sudah mulai melandai.
"You can't do like this orang datang ke kita berhenti karena tidak sejalan. Saya challenge itu Rusia, mana minyak mu sekarang minyak sudah turun baru kau tawarin. Kami sudah tidak butuh kau lagi," ujar dia.
Terbitkan Dekrit, Rusia Larang Ekspor Minyak ke Negara Ikut Batas Harga Negara Barat
Sebelumnya, Rusia telah melarang penjualan minyak mentah ke negara dan perusahaan yang mematuhi batas harga yang disepakati oleh negara-negara Barat.
Dikutip dari BBC, Rabu (28/12/2022) batas tersebut melarang penjualan lebih dari USD 60 atau sekitar Rp. 947 ribu per barel minyak mentah Rusia.
Larangan itu disampaikan melalui dekrit Presiden Rusia Vladimir Putin dan akan berlaku selama lima bulan, mulai dari 1 Februari hingga 1 Juli 2023.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan sebelumnya pada Selasa (27/12/2022) bahwa defisit anggaran negara itu bisa lebih banyak dari yang direncanakan, 2 persen dari PDB pada tahun 2023 - dengan batas harga minyak menekan pendapatan ekspor.
Sementara itu, harga minyak dunia saat ini diperdagangkan di sekitar USD 80 per barel - turun jauh dari puncak di atas USD 120, yang terlihat pada bulan Maret dan Juni 2022.
Seperti diketahui, negara anggota G7 yang meliputi Amerika Serikat, Australia dan Uni Eropa mulai memberlakukan kebijakan batas harga minyak Rusia pada 5 Desember 2022.
Batas harga tersebut bertujuan untuk mengurangi pendapatan minyak Rusia.
Tetapi, meskipun permintaan Barat untuk minyak Rusia turun selama perang di Ukraina, pendapatan Rusia tetap tinggi karena lonjakan harga dan permintaan dari negara lain, termasuk dari India dan China.
Advertisement
Harga Minyak Rusia Dibatasi, OPEC Justru Rembukan Pangkas Produksi Minyak Dunia 2 Juta Barel Sehari
Sebelumnya, Sanksi pada perminyakan Rusia tampaknya tidak mempengaruhi keputusan organisasi OPEC+, kelompok 23 negara penghasil minyak untuk memberlakukan kebijakan terbaru mereka.
Dilansir dari CNBC International, Senin (5/12/2022) produsen OPEC memutuskan untuk tetap berpegang pada kebijakan pengurangan produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari, atau sekitar 2 persen dari permintaan dunia, dari November hingga akhir tahun 2023.
Keputusan itu menyusul larangan dari Uni Eropa terhadap semua impor minyak mentah lintas laut Rusia mulai Senin (5/12), sementara AS dan negara anggota G-7 lainnya akan memberlakukan batasan harga pada minyak yang dijual Rusia ke negara-negara di seluruh dunia.
Sebelumnya, Claudio Galimberti, wakil presiden senior analisis di konsultan energi Rystad, mengatakan dari kantor pusat OPEC di Wina, Austria, bahwa dia yakin kelompok negara produsen minyak tersebut "akan lebih baik untuk tetap berada di jalurnya" dan menggulirkan kebijakan produksi yang ada.
"OPEC+ telah dikabarkan mempertimbangkan pemotongan berdasarkan pelemahan permintaan, khususnya di China, selama beberapa hari terakhir. Namun, lalu lintas di China secara nasional tidak turun drastis," beber Galimberti saat itu.
Sebagai informasi, harga minyak dunia telah turun hingga di bawah USD 90 per barel dari sebelumnya lebih dari USD 120 pada awal Juni 2022 menjelang sanksi yang berpotensi mengganggu pergerakan minyak Rusia, melemahkan permintaan minyak mentah di China dan meningkatnya kekhawatiran akan resesi dunia.