Menelisik Dugaan Gratifikasi dari Pengakuan Petrus Yalim di Sidang Kasus Suap 4 Pegawai BPK

Nama Ketua DPRD Sulsel Ina Kartika pun sempat disebut-sebut dalam sidang lanjutan tersebut.

oleh Eka Hakim diperbarui 27 Jan 2023, 17:41 WIB
Sidang lanjutan kasus suap oknum pegawai BPK Sulsel (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki lebih lanjut adanya aroma dugaan gratifikasi keterkaitan dengan fakta persidangan mengenai pengakuan seorang kontraktor, Petrus Yalim dalam persidangan perkara suap yang mendudukkan 4 oknum pegawai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa 24 Januari 2023.

Di mana Petrus saat memberikan kesaksian dipersidangan untuk 4 terdakwa yakni Gilang Gumilar, Yohanes Binur Haryanto Manik, Wahid Ikhsan Wahyudin dan Andy Sonny, mengaku telah memberikan uang sebesar Rp4 miliar kepada Ina Kartika Sari yang diketahuinya sebagai Ketua DPRD Sulsel.

"Saya meminjamkan uang sejumlah Rp4 miliar ke ibu Ina tanpa ada bunga pinjaman," ucap Petrus menjawab pertanyaan tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menanyakan kepadanya terkait pemberian uang Rp4 miliar kepada Ina Kartika Sari.

"Itu ada kuitansinya dan ibu Ina memberikan sertifikat tanah di Pulau Dutungeng kepada saya sebagai jaminan," lanjut Petrus.

Saat tim JPU KPK kembali mempertegas apakah pinjaman yang dimaksud tersebut ada keterkaitannya dengan pekerjaan yang didapatkannya, Petrus lalu menjawab, sama sekali tidak ada kaitannya.

"Itu pinjaman dan tak ada kaitannya dengan pekerjaan," jelas Petrus dalam persidangan yang dipimpin oleh Muh Yusuf Karim selaku Ketua Majelis Hakim dan beranggotakan Harto Pancono serta Yohannes Marten.

Meski demikian, jawaban dari Petrus Yalim, tim JPU KPK tetap menyakini jika pemberian uang sebesar Rp4 miliar oleh Petrus ke Ina Kartika Sari pada tahun 2019/2020 diduga berkaitan dengan pengamanan pekerjaan. Di mana diketahui, Petrus sendiri mendapatkan pekerjaan pembangunan jalan sepanjang 5,8 Km di Kawasan Pucak Maros dengan kontak senilai Rp38 miliar lebih dan pekerjaan renovasi gedung IGD Rumah Sakit Dadi dengan nilai kontrak sebesar Rp12 miliar lebih.

"Dia tadi katakan uang itu dipinjamkan buat operasional, tapi dia tahu pada waktu pemeriksaan penyidikan di KPK, jika uang tersebut dipakai untuk mengamankan pekerjaan yang dia dapatkan baik itu yang di pucak maupun di RS Dadi itu," terang JPU KPK, Johan Dwi Junianto ditemui usai persidangan.

Menurut Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi, Kadir Wokanubun, pengakuan Petrus Yalim dalam persidangan tersebut patut didalami lebih lanjut oleh KPK keterkaitan dengan dugaan tindak pidana gratifikasi.

"Kami menduga ada aroma gratifikasi dalam peristiwa tersebut. Sehingga kami mendorong KPK tidak mengabaikan fakta persidangan terkait pengakuan Petrus Yalim ini," ucap Kadir.

Jika menelaah lebih dalam pengakuan Petrus dalam persidangan, kata Kadir, cukuplah terang unsur-unsur mengenai adanya aroma gratifikasi. 

Pertama, ada unsur penyelenggara negaranya, kedua unsur kewenangan, di mana penyelenggara negara yang dimaksud sebagai penerima gratifikasi memiliki kewenangan jabatan pada saat melakukan perbuatan menerima.

"Dan cukup jelas bahwa si penerima yang dimaksud Petrus Yalim itu menjabat sebagai pimpinan DPRD," ungkap Kadir.

Ketiga, lanjut Kadir, unsur pemberian yang diterima oleh penyelenggara negara yang dimaksud haruslah ada hubungannya dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya. 

"Unsur ini juga cukup jelas. Tinggal adanya kemauan KPK saja agar mau menelusuri lebih lanjut pengakuan Petrus Yalim di persidangan," tutur Kadir.

"Apalagi penerimaan yang dimaksud memungkinkan memiliki konflik kepentingan," Kadir menambahkan.

Unsur terakhir, kata Kadir, unsur tidak melaporkan penerimaan pemberian kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak menerima pemberian yang dimaksud. 

"Ini juga KPK dapat menelusurinya lebih lanjut. Kita tunggu saja sikap lanjut KPK. Kita harap KPK tidak mengabaikan begitu saja fakta persidangan pengakuan Petrus Yalim ini," Kadir menandaskan.

 

 


4 Pegawai BPK Terima Suap

Sidang lanjutan kasus suap oknum pegawai BPK Sulsel (Liputan6.com/Eka Hakim)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya telah menetapkan 4 oknum pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masing-masing Gilang Gumilar, Yohanes Binur Haryanto Manik, Wahid Ikhsan Wahyudin dan Andy Sonny sebagai tersangka dalam dugaan pidana menerima suap dari Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat. Edy juga turut ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2022.

Ia menjelaskan, kasus yang menjerat keempat oknum pegawai BPK tersebut, berawal saat BPK Sulsel memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020, salah satu diantaranya laporan keuangan Dinas PUTR Sulsel.

"Seorang tersangka, Yohanes Binur masuk dalam anggota tim yang ditunjuk memeriksa saat itu," jelas Alex.

Yohanes diduga aktif berkomunikasi dengan ketiga tersangka lainnya yang kebetulan ketiganya memang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019.

"Jadi Yohanes ini sebelum memeriksa terlebih dahulu bertanya-tanya ke Gilang, Wahid dan Sonny tentang bagaimana cara memanipulasi item-item pemeriksaan," terang Alex. 

“Dan untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel di tahun 2019 itu juga diduga telah dikondisikan oleh Sonny, Wahid dan Gilang dengan meminta sejumlah uang,” kata Alex.

Dalam perjalanannya memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 tepatnya di Dinas PUTR Sulsel, tim BPK yang didalamnya beranggotakan Yohanes kemudian menemukan adanya beberapa proyek yang nilainya digelembungkan dan hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan kontrak. Edy Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUTR Sulsel lalu mencari akal agar temuan yang ada bisa diubah.  

Edy pun diduga berkomunikasi dengan Gilang yang dianggapnya berpengalaman dalam mengakali temuan BPK. Gilang kemudian mendukung keinginan Edy dengan memperkenalkannya ke Yohanes. Setelah mereka bertemu dan mengobrol, Yohanes menyetujui apa yang diinginkan Edy untuk mengatur hasil pemeriksaan terhadap Dinas PUTR dengan sejumlah imbalan uang.

Dari hasil penyidikan, KPK menduga Edy menyetorkan uang senilai Rp2,8 miliar kepada Yohanes, Wahid dan Gilang. Demikian juga Andi Sonny diduga turut menerima cipratan dana senilai Rp100 juta. 

“Diduga uang Rp100 juta itu digunakan Andi Sonny untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan Sultra," tutur Alex.

 

Simak juga video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya