Komisaris Independen Dipanggil KPK, Begini Respons Anak Usaha BUMN Karya Karya

PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) menyatakan pemeriksaan Dadan Tri Yudianto sebagai saksi dalam perkara suap hakim tidak berdampak operasional perseroan.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 29 Mar 2023, 14:04 WIB
PT Wijaya Karya Beton Tbk (WIKA Beton) telah merampungkan proyek pembuatan bantalan rel (slab track) kereta cepat Jakarta-Bandung.

Liputan6.com, Jakarta - PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) buka suara soal tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengajukan pencegahan ke luar negeri Komisaris Independen Wijaya Karya Beton atau Wika Beton Dadan Tri Yudianto ke pihak Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.

Pencegahan ini berkaitan dengan kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Menanggapi hal tersebut, manajemen WIKA Beton menegaskan, sehubungan dengan pemeriksaan Dadan Tri Yudianto lsebagai saksi dalam perkara suap yang melibatkan Hakim Agung Gazalba Saleh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan ini pemeriksaan saksi atas perkara sebagaimana dimaksud tidak berkaitan dengan WIKA Beton.

"Pemeriksaan saksi atas perkara sebagaimana dimaksud tidak berkaitan dengan WIKA Beton dan tidak memiliki dampak terhadap kegiatan operasional atau kegiatan usaha termasuk dampak kepada para pemangku kepentingan," tulis Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Beton, Dedi Indra dalam keterangan resminya, Jumat (27/1/2023).

Selain itu, WIKA Beton juga menghormati peraturan hukum yang berlaku atas proses pemeriksaan yang sedang berlangsung dan mempercayakan perkara ini kepada pihak yang berwenang, yakni KPK, dengan tetap mengedepankan asas presumption of innocence.

WIKA Beton adalah korporasi yang menjunjung tinggi penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) di segala lini proses bisnis perseroan, serta memiliki komitmen anti korupsi yang kuat. 

"WIKA Beton menyadari bahwa penerapan GCG adalah kunci untuk menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan," kata dia.

Sementara itu, WIKA Beton juga berkomitmen untuk selalu tumbuh dan berkembang dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik serta berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan nilai etika yang berlaku dalam setiap penentuan kebijakan dan kepengurusan Perseroan. 

Dadan Tri Yudianto merupakan Komisaris Independen WIKA Beton yang diangkat pada RUPST per 18 April 2022.


KPK Cegah Komisaris Wika Beton Dadan Tri ke Luar Negeri Terkait Suap di MA

Ilustrasi KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencegahan ke luar negeri atas nama Komisaris PT Wijaya Karya (Wika) Beton Dadan Tri Yudianto ke pihak Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.

Pencegahan berkaitan dengan kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Selain Dadan, KPK juga mengajukan pencegahan satu pihak lainnya dalam kadus yang sama. 

"Betul, saat ini KPK melakukan cegah bepergian ke luar negeri terhadap dua orang wiraswasta. Kedua orang dimaksud diduga memiliki pengetahuan terkait dengan perkara ini," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).

Dadan dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Pencegahan dilakukan agar saat tim penyidik membutuhkan keterangan mereka tengah berada di Indonesia.

"KPK berharap keduanya kooperatif hadir untuk setiap penjadwalan pemanggilan yang disampaikan tim penyidik," kata Ali.

Sementara Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Achmad Nur Saleh membenarkan pencegahan ke luar negeri terhadap Dadan. Dadan dicekal sejak 12 Januari 2023 hingga 12 Juli 2023.

"Atas nama Dadan Tri Yudianto sudah masuk dalam daftar pencegahan usulan dari KPK, berlaku 12 Januari 2023 sampai dengan 12 Juli 2023, terimakasih," kata Achmad, Kamis (19/1/2023).

Nama Komisaris PT Wijaya Karya (Wika) Beton Dadan Tri Yudianto disebut dalam dakwaan kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dia disebut sebagai penghubung antara Pengacara Theodorus Yosep Parera dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan.

Dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/1/2023).

 


Muncul dalam Dakwaan

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Yosep dan Heryanto bertemu Dadan untuk membahas kasasi pidana nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman. Pertemuan dilakukan pada 25 Maret 2022.

"Bertempat di Rumah Pancasila, Jalan Semarang Nomor 32, Tawangmas, Semarang Barat terdakwa Yosep Parera dan Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto yang merupakan penghubung Hasbi Hasan," demikian dikutip dari surat dakwaan jaksa KPK.

Satu hari setelah pertemuan, yakni 26 Maret 2022 Yosep Parera menyerahkan surat permohonan tertanggal 23 Maret 2022 kepada majelis hakim yang menangani kasasi tersebut. Dadan kemudian meminta Heryanto untuk menyiapkan uang Rp11,2 miliar.

"Dadan meminta uang kepada Heryanto. Selanjutnya Heryanto Tanaka memerintahkan Na Sutikma Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan total Rp11,2 miliar," kata jaksa.

Namun jaksa KPK tak merinci maksud permintaan uang itu. Namun dalam putusan Budiman dinyatakan bersalah oleh majelis hakim dalam sidang kasasi pada 4 April 2022. Budiman divonis penjara lima tahun. Sehari setelahnya Dadan menghubungi Yosep dan menyampaikan vonis sudah sesuai permintaannya.

"Meskipun terdapat dissenting opinion dari Hakim Agung Prim Haryadi," kata jaksa.

 


Suap Dua Hakim

Diketahui, Dua Pengacara Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno didakwa menyuap dua Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh SGD310 ribu. Pemberian uang itu lewat perantara.

Perantaranya yakni staf Gazalba, Redhy Novarisza, dua Hakim Yustisial Prasetio Nugroho dan Elly Tri Pangestu serta tiga pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA Desy Yustria, Nurmanto Akmal, dan Muhajir Habibie.

Uang diterima Gazalba masuk melalui Desy, Nurmanto, Redhy dan Prasetyo. Totalnya yakni SGD110 ribu. Sementara untuk Sudrajad melalui Desy, Muhajir, dan Elly dengan nilai total SGD200 ribu.

Atas perbuatannya, Yosep dan Eko disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus suap penanganan perkara di MA ini KPK sudah menjerat 14 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).

Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).

Teranyar, KPK menjerat Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW).

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya