Sri Mulyani Bawa Kabar Baik, 2023 Tak Jadi Resesi

Beberapa waktu lalu, disampaikan oleh Dana Moneter Internasional atau IMF bahwa 40 persen negara di dunia akan resesi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 27 Jan 2023, 21:10 WIB
Warga melintas di Mal Blok M, Jakarta, Senin (24/10/2022). Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memprediksi Indonesia akan mampu bertahan dalam menghadapi ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada tahun depan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, membawa kabar baik tentang ekononomi global. Dia memandang ada harapan kalau ekonomi dunia tidak akan masuk resesi.

Padahal beberapa waktu lalu, disampaikan oleh Dana Moneter Internasional atau IMF bahwa 40 persen negara di dunia akan resesi. Ini sebagai akibat dari adanya pandemi dan terganggunya rantai pasok global akibat ketegangan geopolitik.

"Tahun 2023 ini, IMF mengatakan 40 persen ekonomi dunia akan masuk resesi, ini artinya banyak negara-negara yang growth-nya akan negatif," kata Sri Mulyani di depan pengusaha di kawasan industri Cikarang, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023).

Namun, ada secercah harapan yang bisa meyakinkannya kalau perekonomian dunia akan bertumbuh baik. Ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS), sebagai salah satu negara yang berpengaruh pada tingkat ekonomi global.

"Tapi baru tadi malam saya lihat dan baca Amerika Serikat kuartal IV nya melemah tapi tak sedalam seperti yang diperkirakan. Jadi kita akan melihat bagaimana perkembangan ekonomi dunia," ungkapnya.

Bendahara negara kembali mengutip prediksi dari Managing Director IMF Kristalina Georgieva yang menyebut kalau ekonomi dunia pada 2023 akan gelap. Hal yang sama juga kerap diungkapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di berbagai kesempatan.

Nyatanya, perbaikan ekonomi yang terjadi sedikit membawa titik terang dalam kondisi ekonomi dunia. Sehingga potensi resesi kemungkinnya semakin rendah.

"Waktu 2022 itu disampaikan oleh Managing Director IMF (Kristalina Geogieva), yang sering disampaikan oleh bapak Presiden, dunia akan mengalami situasi yang gelap di 2023," kata dia.

"Tapi sekarang akhirnya sudah mulai I think is a lilttle bit better. Kalau kita lihat Eropa juga syaa lihat kondisinya, PMI-nya itu mereka sudah masuk ke tahapan ekspansi, ini ada harapan," urainya.

 


Tetap Optimis

Suasana Mal Pasaraya Blok M, Jakarta, Minggu (20/11/2022). Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memandang ada kemungkinan resesi ekonomi pada 2023. Dia memandang, kemungkinan paling dekatnya adalah tingkat inflasi yang lebih tinggi dari besaran pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan kalau peluang terjadi resesi kemungkinan masih ada. Utamanya soal ketidakpastian pertumbuhan ekonomi di setiap negara.

Kendati begitu, dia enggan mengabarkan kalau itu merupakan sesuatu yang buruk. Mengacu pada catatan-catatan perbaikan tadi, dia ingin Indonesia tetap berada pada posisi yang optimistis.

"Diakui tahun 2023 memang merupakan tahun yang akan muncul ketidakpastian, downside risk-nya masih sangat besar, namun kita tak boleh putus asa," pungkas Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

 


Guncangan Ekonomi Sulit Dikontrol

Menkeu Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap, gangguan ketegangan geopolitik terhadap ekonomi tidak bisa hilang begitu saja. Artinya, masih akan terus berpengaruh pada kegiatan ekonomi.

Dunia tengah menghadapi ancaman disrupsi ekonomi, kenaikan harga komoditas, inflasi, merosotnya kondisi sosial, dan pelemahan ekonomi. Semuanya berimbas terhadap ketahanan pangan dan energi, serta perubahan rantai pasok global yang di beberapa negara telah memicu gerak inflasi.

"Karena guncangannya tidak bisa dikontrol, karena berasal dari geopolitik, tapi bagaimana guncangan ini masuk ke perekonomian kita, kita coba absorb melalui APBN sehingga yang dirasakan masyarakat relatif mild atau ringan," kata Sri Mulyani di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023).

"Guncangannya tidak bisa hilang sama sekali, tapi kita berusaha menggunakan instrumen kebijakan termasuk APBN untuk bisa menjaga masyarakat dan dunia usaha tetap bisa berjalan secara baik," sambung Sri Mulyani.

 


Terganggu

Dia mengamini kalau keadaan pandemi membuat kegiatan perekonomian Indonesia terganggu. Pasca pandemi, ekonomi pun tak otomatis bisa pulih langsung.

Dengan begitu, perlu ada pengelolaan yang baik agar pertumbuhan ekonomi nasional tidak turun drastis. Menkeu mengatakan ada banyak negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa yang ekonominya ambruk akibat pandemi.

"kita tahu bahwa pemulihan ekonomi tidak berjalan otomatis dan begitu saja, masih harus dikelola sengan baik, berbagai negara banyak mengalami pertumbuhan ekonomi yang sekarang melemah sementara inflasi tinggi," paparnya.

"Indonesia dalam situasi pertumbuhannya yang sedang kuat di 5,7 (persen) sampai kuartal III 2022, dan inflasi relatively moderat. Ini suatu prestasi juga, ini juga merupakan suatu bentuk bagaimana lingkungan usaha di Indonesia bisa dijaga sehingga sektor usaha tidak mengalami guncangan yang luar biasa," sambungnya.

Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya