Liputan6.com, Jakarta - Gita Paulina, kuasa hukum keluarga mahasiswa Universitas Indonesia (UI) M Hasya Atallah Syaputra (HAS) yang tewas ditabrak pensiunan polisi, membeberkan sejumlah upaya intimidasi yang dialami keluarga korban.
Dia menyebut, sejumlah orang tak dikenal sempat mendatangi rumah Hasya pada malam hari. Mereka diduga utusan dari terduga pelaku kecelakaan yang menewaskan mahasiswa UI tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Ibunya Hasya cerita bahwa saya didatangi malam-malam. Jadi utusan dari terduga pelaku ini mendatangi rumah almarhum Hasya itu sekitar jam 10 malam," kata Gita di Sekertariat ILUNI UI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Gita menjelaskan, saat itu ibunda Hasya, Ira hanya sendirian di rumah. Kedatangan sejumlah orang tak dikenal itu membuat Ira merasa takut. Sayangnya, Gita tak menjelaskan secara rinci kejadiannya.
"Itu waktu kondisi ibu sendirian di rumah, tentunya sangat ketakutan ya didatangi oleh beberapa laki-laki dan tidak jelas maunya apa," ungkap dia.
Tak hanya sekali, lanjut Gita, orang tak dikenal itu kembali datang ke rumah keluarga Hasya. Kali ini, mereka bahkan mencoba untuk membuka pintu agar dapat masuk ke dalam rumah.
"Kemudian datang lagi waktu itu adiknya Hasya sedang sendirian. Ini malah masuk ke pekarangan, mencoba membuka masuk ke dalam pekarangan dan mencoba membuka pintu rumah," jelas dia.
Gita menilai, kejadian itu sebagai upaya memberikan tekanan dan intimidasi kepada keluarga Hasya terkait kasus kecelakaan maut tersebut.
"Nah terakhir yang kami ketahui seperti itu ya. Jadi upaya-upaya yang dilakukan diketahui kuasa hukum itu mereka berusaha ini lebih kepada di mata korban seperti pressure (tekanan), intimidasi, gitu," kata dia.
"Orang datang jam 10 malam kondisi rumah, dan lain-lain langsung masuk dan setelah itu tidak ada ya," tambahnya.
Diminta Polisi Berdamai
Orang tua (Ortu) mahasiswa Universitas Indonesia (UI) M Hasya Atallah Syaputra (HAS) mengaku sempat melakukan mediasi dengan pihak kepolisian perihal kasus kecelakaan yang menewaskan putranya. Mediasi itu tidak mencapai titik temu.
Ibu Hasya, Dwi Syafiera Putri (Ira) mengatakan, saat mediasi polisi mempertemukan keluarganya dengan purnawirawan Polri yang terlibat kecelakaan hingga merenggut nyawa putranya. Mediasi digelar di Sub Direktorat Pembinaan Hukum (Subdit Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya, Pancoran.
"Sudah ada beberapa kali mediasi, salah satunya mediasi yang diprakarsai oleh pihak kepolisian. Kami dipertemukan, maksudnya polisi dipertemukannya kami dengan pihak pelaku di Subdit Gakkum Pancoran," kata Ira di Sekretariat ILUNI UI, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Saat itu, lanjut Ira, dia juga didampingi Kuasa Hukum Keluarga yakni Gita Paulina beserta lima orang teman lainnya. Namun polisi memisahkan dia dari kuasa hukum. Saat mediasi berlangsung, Ira merasa seperti disidang pihak kepolisian.
"Kami di situ sudah membawa Bu Gita, dan teman-temannya lima orang, tapi apa yang terjadi di sana kami dipisahkan antara Bu Gita dan kami berdua," kata dia.
"Jadi kami di dalam ruangan itu, menurut kami ya, menurut saya yang memang merasakan kejadian itu, kami serasa di sidang," sambungnya.
Ira menyebut mediasi dihadiri beberapa petinggi kepolisian. Mereka, ujar Ira, sempat memintanya untuk berdamai dengan purnawirawan polisi dalam kasus kecelakaan ini.
"Ada beberapa petinggi polisi, mohon maaf saya harus menyebutkan itu, meminta kami untuk berdamai. 'Udah Bu damai aja, karena posisi anak ibu sangat lemah'. Saya bilang kenapa? Saya bilang itu posisi anak saya meninggal dunia, kenapa jadi yang lemah, gimana dengan si pelaku yang nabrak ini?," tutur Ira.
Lebih lanjut, Ira menuturkan bahwa ia merasa terintimidasi saat proses mediasi berlangsung bersama sejumlah petinggi kepolisian itu.
"Mereka semua, saya sih enggak bilang diintimidasi ya, tapi saya bilang seperti disidang kita berdua," ucap dia.
Advertisement
Ogah Damai, Tetap Perjuangkan Keadilan
Mendengar permintaan damai itu, Ira rapuh namun tak ditunjukkan di hadapan para petinggi polisi yang hadir. Dia pun mencari cara agar dapat bertemu tim kuasa hukumnya.
"Saya yang bilang, saya orang paling rapuh di dunia, saat itu saya enggak kuat, saya udah pengin nangis. Tapi saya bilang dalam hati saya jangan pernah keluarkan setetes air mata pun di depan para petinggi-petinggi polisi ini," ungkap Ira.
"Tapi saya harus cari cara untuk memasukkan rekan-rekan lawyer kami. Saya bilang, mohon maaf pak saya mau keluar. Apa yang dibilang bapak-bapak itu, 'kalau ibu mau salat ada di sebelah kanan, kalau ibu mau ke belakang juga ada di sebelah musala'. Saya enggak mau salat, saya enggak mau ke belakang. 'Jadi ibu mau ngapain?' Saya mau keluar, saya udah enggak melihat bahwa bapak-bapak itu adalah berpangkat, mohon maaf sekali," tambahnya.
Setelah keluar dari ruangan mediasi, Ira dapat bertemu dengan tim kuasa hukim. Dia langsung menangis seketika itu. Mendapati Ira menangis, saat itu juga terjadi perdebatan antara polisi dengan tim kuasa hukum.
"Saya langsung buka pintunya, kuncinya, yang saya kerjakan adalah saya duduk di pangkuan Bu Gita. Saya nangis, saya cuma bilang, Mbak saya enggak kuat. Alhamdulillah mereka tahu isyarat saya. Begitu pintu kebuka mereka masuk. Di situlah terjadi apa ya, adu argumentasi antara para lawyer kami dengan bapak-bapak itu," kata Ira.
Ira menegaskan pihaknya tidak akan mau diajak berdamai dan bakal menolak jika kembali dibujuk untuk mediasi. Sebagai orang tua, dia akan memperjuangkan keadilan untuk Hasya.
"Dari kami, kami adalah orang tuanya. Apapun mediasi yang mereka usulkan akan kami tolak. Berapapun peluang yang dia usulkan akan kami tolak. Kami tetap akan maju," ujar dia.