Tak Ada Regulasi, Iklan Rokok Elektronik di Indonesia Capai 72 Persen

Pemasaran rokok elektronik semakin marak. Penelitian menunjukkan 84 persen masyarakat Indonesia pernah melihat promosi rokok elektronik di media sosial.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 29 Jan 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi rokok elektrik. (Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Pemasaran rokok elektronik semakin marak. Penelitian menunjukkan 84 persen masyarakat Indonesia pernah melihat promosi rokok elektronik di media sosial.

Penelitian terkini oleh Vital Strategies memaparkan temuan mengenai perbandingan pemasaran rokok elektronik di India, Indonesia dan Meksiko. Ini adalah tiga negara dengan perbedaan regulasi terkait rokok elektronik. Namun sama-sama memiliki populasi anak muda dengan akses daring yang tinggi.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Public Health berhasil menganalisis 1.473 kasus pemasaran rokok elektronik di tiga negara selama empat bulan penelitian. Mulai Desember 2021 sampai dengan Maret 2022.  

Sebagian besar kasus ditemukan di Indonesia, di mana secara efektif tidak ada larangan terhadap rokok elektronik (72 persen atau 1.029 unggahan), diikuti oleh Meksiko yang memberlakukan pembatasan sebagian pada saat penelitian dilakukan (22 persen atau 318 unggahan), dan India yang menerapkan larangan penuh (6 persen atau 90 unggahan). 

Temuan diperoleh melalui Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) dari Vital Strategies yang merupakan sebuah sistem pemantauan pemasaran rokok secara digital.

TERM juga memberikan gambaran ringkas mengenai situasi pemasaran rokok secara daring kepada para pembuat kebijakan melalui mekanisme pemantauan media sosial yang bekerja secara terus menerus.

“Di Indonesia terjadi lonjakan drastis penggunaan rokok elektronik di mana sudah banyak anak dan remaja usia 10-18 tahun menghisap rokok elektronik,” ujar direktur lembaga advokasi kesehatan masyarakat Muhammadiyah Steps, Sutantri mengutip keterangan pers, Minggu (29/1).

“Situasi ini sangat mengkhawatirkan, apalagi tidak ada kebijakan yang mengatur sponsor, promosi, dan iklan rokok elektronik khususnya di internet,” lanjutnya.


Masalah bagi Masyarakat

Data menunjukkan, Indonesia merupakan negara dengan volume pemasaran rokok elektronik tertinggi dibandingkan dengan India dan Meksiko.

Ini menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Temuan dari penelitian ini menjadi peringatan serius bagi para pemangku kepentingan nasional untuk meregulasi rokok elektrik dan pemasaran produk-produk ini di seluruh platform digital.

Selama periode Desember 2021 sampai dengan Maret 2022, terpantau tren sebagai berikut:

- Pemasaran rokok elektronik terpantau di ketiga negara tersebut, dengan volume terbesar di Indonesia (72 persen dari jumlah kasus terpantau), diikuti oleh Meksiko (22 persen) dan India (6 persen).

- Rokok elektronik sebagian besar dipasarkan dan ditawarkan secara langsung di ketiga negara (India: 99 persen; Indonesia: 69 persen; Meksiko: 93 persen), meskipun jalur penjualannya bervariasi.

- Jumlah pemasaran rokok elektronik yang terpantau mencapai hampir setengah jumlah pemasaran produk rokok konvensional. Pemasaran rokok elektronik merajalela di dunia daring.


Selanjutnya

- Di semua negara yang diteliti, sebagian besar pesan yang disampaikan fokus pada atribut produk yang paling menarik bagi anak muda. Di Indonesia, mayoritas unggahan (58 persen) fokus pada produk yang dapat disesuaikan dengan selera konsumen dan tersedianya berbagai rasa buah-buahan, warna, serta desain gawai yang tersedia.

- Akun-akun pemasar di Indonesia mengarahkan  konsumen ke berbagai jalur penjualan yang termuat dalam profil tersebut, sekaligus opsi lain untuk memudahkan interaksi konsumen dengan merek produk.

- Sebagian besar pemasaran terpantau dilakukan melalui platform Meta, terutama Facebook dan Instagram, meskipun Meta sudah memiliki kebijakan iklan sendiri. 

"Bagi negara-negara yang peduli kepada anak mudanya serta kalangan yang rentan terhadap rokok, penelitian kami menunjukkan bahwa kita tidak dapat membiarkan produk rokok dan pemasaran rokok tanpa regulasi," kata Nandita Murukutla, Vice President bidang Global Advocacy and Research di Vital Strategies.

"Di Indonesia, yang tidak meregulasi rokok elektrik, terdapat frekuensi tertinggi pemasaran yang terpantau. Sementara di India, di mana rokok elektrik sama sekali dilarang, frekuensinya paling rendah.”


Seolah Tidak Berbahaya

Pemasaran rokok elektronik juga menggambarkan bahwa konsumsi rokok elektrik seolah-olah sebagai pilihan gaya hidup yang disenangi oleh kalangan anak muda.

Promosi menggambarkan rokok elektronik sebagai kebiasaan yang tidak berbahaya dan justru disarankan bagi remaja dan anak muda.  

“Pencitraan ini tidak konsisten dengan klaim yang kerap didengung-dengungkan industri bahwa rokok elektronik dihadirkan di pasar sebagai 'alat bantu úntuk berhenti merokok atau alat untuk mengurangi bahaya rokok.' Regulasi produk yang matang dan mencakup larangan pemasaran sangat diperlukan," tambah Nandita. 

Maka dari itu, aturan terkait pemasaran harus disusun atau diperkuat demi mencegah ketergantungan anak muda terhadap rokok elektronik. Pengaturan kegiatan pemasaran harus mencakup rokok dan semua produk tembakau lainnya, termasuk produk nikotin, diterapkan di seluruh kanal media, serta diberlakukan pada semua pihak terkait.

Pemerintah, media dan para advokat pengendalian tembakau harus merespons kebutuhan masyarakat akan informasi mengenai cara-cara berhenti merokok.

“Semua pihak terkait harus mengatasi masalah informasi yang menyesatkan, terutama yang ditujukan kepada anak muda dan anak-anak, yang mencitrakan bahwa konsumsi rokok elektronik sama sekali tidak berbahaya.”

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya