4 Masalah Gizi yang Perlu Diatasi Jika Ingin Turunkan Prevalensi Stunting

Penurunan prevalensi stunting dapat terjadi jika empat masalah gizi sudah teratasi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Jan 2023, 06:00 WIB
Ilustrasi anak-anak dan risiko stunting

Liputan6.com, Jakarta - Penurunan prevalensi stunting dapat terjadi jika empat masalah gizi sudah teratasi. Keempat masalah itu adalah weight faltering (berat badan tidak naik), underweight (berat badan kurang), gizi kurang, dan gizi buruk.

“Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya yaitu weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau keempat masalah gizi tersebut tidak turun, maka stunting akan susah turunnya,” kata Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi, MPH di Jakarta, Jumat 27 Januari 2023 mengutip keterangan pers.

Ia menambahkan, pencegahan stunting yang lebih tepat harus dimulai dari hulu yaitu sejak masa kehamilan sampai anak umur dua tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan. Pada periode setelah lahir, yang harus diutamakan adalah pemantauan pertumbuhan setiap bulan secara rutin. Dengan demikian, dapat diketahui sejak dini apabila anak mengalami gangguan pertumbuhan.

Gangguan pertumbuhan dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar, lanjut Endang.

“Anak-anak yang weight faltering apabila dibiarkan maka bisa menjadi underweight dan berlanjut menjadi wasting (kurang gizi). Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting,” ungkapnya.

Dalam keterangan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira menyampaikan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. Survei menunjukkan adanya penurunan angka stunting sebesar 2,8 persen dibandingkan dengan 2021.

Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4 persen (tahun 2021) menjadi 21,6 persen. Jadi turun sebesar 2,8 persen,” kata Liza.


Perlu Penurunan 3,8 Persen per Tahun

Angka tersebut belum mencapai target. Dan untuk dapat mencapai target 14 persen di tahun 2024, diperlukan penurunan rata-rata 3,8 persen per tahun, lanjut Liza.

Ia juga menjelaskan, pelaksanaan SSGI melibatkan berbagai stakeholder, mulai dari pemerintah hingga para pakar dari berbagai universitas.

Selain stunting, dalam SSGI juga mengukur tiga status gizi lainnya, yakni balita wasting (penurunan berat badan), underweight (berat badan kurang), dan overweight (berat badan berlebih).

Meski angka stunting menurun, angka balita wasting dan underweight mengalami peningkatan. Yakni angka wasting naik 0.6 persen dari 7,1 persen pada 2021 menjadi 7,7 persen pada 2022.

Sementara, underweight naik 0,1 persen dari 17,0 persen pada 2021 dan 17,1 persen pada 2022. Underweight adalah kondisi saat berat badan anak berada di bawah rentang rata-rata atau normal.

Kemudian pada kasus balita overweight terjadi penurunan 0,3 persen dari 3,8 persen tahun 2021 menjadi 3,5 persen pada 2022.


Stunting di Dua Kelompok Umur

Terkait angka stunting, jika dilihat lagi berdasarkan kelompok umur, ada dua kelompok umur yang sangat signifikan dan penting untuk dilakukan intervensi.

Kelompok pertama yakni saat kondisi sebelum kelahiran sebesar 18,5 persen di tahun 2022. Kelompok kedua yakni usia 6-23 bulan yang meningkat tajam 1,6 kali menjadi 22,4 persen.

“Di titik pertama (sebelum kelahiran) penting untuk intervensi di masa kehamilan. Dan intervensi kedua saat bayi mendapatkan MP-ASI setelah masa ASI eksklusif” jelas Liza.

Pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Pemerintah akan beralih dari pemberian makanan tambahan dengan biskuit menjadi pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal.

“Jadi kita sudah mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota, karena kami mau lihat pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal bisa dilakukan atau tidak,” ucap Endang.


Pemberian Makanan Tambahan

Pemberian makanan tambahan dengan pangan lokal ini disajikan siap santap oleh Posyandu. Dan dimasak oleh kader dengan menu khusus yang memenuhi kebutuhan gizinya baik protein maupun kebutuhan gizi yang lain.

Ada 16 kabupaten/kota percontohan yang berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan. Sisanya mulai tahun 2023 diperluas ke 389 kabupaten/kota.

Selain pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal, hal yang paling penting adalah pemberian edukasi kepada ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak. Hal tersebut bertujuan mengejar penurunan angka stunting hingga 14 persen di tahun 2024.

Sejumlah faktor yang mempengaruhi adanya penurunan stunting antara lain inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian protein hewani, dan konseling gizi.

Ada peningkatan proporsi pada tahun 2022 yaitu inisiasi menyusui dini menjadi 60,1 persen dari yang sebelumnya 47,2 persen tahun 2021. Anak yang diberi ASI jadi 96,4 persen tahun 2022 dari yang sebelumnya 48,2 persen pada 2021.

Pemberian sumber protein hewani naik menjadi 69,9 persen tahun 2022 dari yang sebelumnya 35,5 persen pada 2021, dan konseling gizi naik 32 persen pada 2022 dari sebelumnya 21,5 persen pada 2021.

 “Pencegahan stunting jauh lebih efektif dibandingkan pengobatan stunting,” pungkas Endang.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya