Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri turun tangan menyelidiki kasus dugaan penipuan undangan pernikahan lewat aplikasi WhatsApp. Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menerangkan, modus semacam ini berbeda dengan yang pernah diungkap oleh Bareskrim Polri.
"Jaringan kemarin fokus kepada nasabah bank tertentu dengan menyasar fasilitas online bank sedangkan terkait modus baru dengan menggunakan undangan pernikahan tim kami masih melakukan penyelidikan," kata Adi Vivid dalam keterangan dikutip, Minggu (29/1/2023).
Adi vivid menerangkan, Bareskrim Polri hingga kini belum menerima laporan dari pihak yang dirugikan. Karenanya, dia mengimbau kepada masyarakat yang pernah menjadi korban modus tersebut segera membuat laporan polisi.
"Sampai saat ini di Bareskrim belum ada pelaporan tentang hal tersebut. Saya mengimbau apabila ada yang menjadi korban segera melaporkan agar bisa ditangani secara cepat," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Aksi penipuan yang memanfaatkan platform WhatsApp kembali terjadi. Kali ini, media sosial diramaikan dengan adanya modus penipuan melalui undangan pernikahan yang disebar melalui aplikasi WhatsApp.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pesan yang disebar itu diberi nama Surat Undangan Pernikahan. Meski diberi nama Undangan Pernikahan, format file yang dikirimkan ternyata APK atau format file untuk aplikasi Android.
Ubah Password
Dalam pesan yang disebar, pengirim tidak memperkenalkan dirinya. Namun, pengirim hanya meminta penerima agar membuka file APK yang dikirimkannya untuk mengetahui informasi yang diberikan.
Aksi ini, menurut pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya, tidak berbeda dari aksi sebelumnya juga sempat ramai, yaitu ketika meminta korban untuk memasang aplikasi tertentu yang sebenarnya dipakai untuk mencuri SMS OTP layanan mobile banking.
"Kelihatannya rekayasa sosialnya berubah menjadi undangan kawin. Intinya sih sama saja, mengelabui korban untuk meng-install aplikasi yang sebenarnya akan dipakai untuk mencuri SMS OTP mobile banking," tuturnya saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Jumat (27/1/2023).
Lebih lanjut Alfons menuturkan, ada kemungkinan aksi ini dilayangkan pada korban yang sebagian besar data kredensialnya, seperti user ID, password, hingga PIN transaksinya sudah didapatkan oleh penipu.
"Kemungkinan besar data ini sudah tersebar, misalnya dikumpulkan saat penipuan kenaikan biaya admin pertengahan tahun lalu. Saya perkirakan data kredensial tersebut sudah menyebar di kalangan penipu," ujarnya menjelaskan.
Oleh sebab itu, ia menyarankan masyarakat yang pernah mengisi data saat ramai kasus penipuan biaya transfer untuk segera mengubah password dan PIN transaksi miliknya.
Tidak hanya itu, masyarakat yang merasa mendapatkan pesan mencurigakan sebaiknya tidak menggubrisnya. Apalagi, jika pesan itu meminta pengguna untuk memasang aplikasi dan mengisi data-data pribadi.
Advertisement