Liputan6.com, Jakarta - Kolaborasi telah jadi bentuk kerja sama yang lumrah dalam beberapa tahun belakangan. Lebih dari sekadar gagasan konvensional, kolaborasi telah terjadi secara lintas sektor, dengan industri kecantikan lokal jadi pemimpinnya.
Berkaca pada kesuksesan kolaborasi sederet jenama, bagaimana tren ini akan berlanjut pada 2023? Co-founder Indonesian Tempe Movement, Driando Ahnan-Winarno, menyebut dalam sesi online "Staregi Kolaborasi" program Every U Does Good Heroes Summit inisiasi Unilever Indonesia, Sabtu, 28 Januari 2023, bahwa format kolaborasi tahun ini akan "lebih santai."
Baca Juga
Advertisement
Ando, sapaan akrabnya, mencontohkan bentuk kolaborasi di industri makanan yang digelutinya. "Selama pandemi, orang mencoba banyak hal baru, termasuk makanan sehat," tuturnya. "Sekarang, saat kita hendak keluar dari pandemi, makanan jadi lebih rileks."
Ia menyambung, "Kesan lebih santai, alami, dan menikmati hidup akan jadi tren kolaborasi tahun 2023 menurut saya, karena market size berganti. Tadinya dietnya ketat, sekarang cenderung longgar."
"Kolaborasi yang akan datang tahun ini bukan kolaborasi ekstrem, tapi lebih santai. Mencerminkan bagaimana menikmati hal-hal secara lebih santai dan mudah," imbuh pria yang juga merupakan co-founder Better Nature tersebut.
Kendati kolaborasi menggiurkan, karena "menawarkan solusi yang tidak kita punya dan memberikan solusi yang kita belum tahu ternyata kita butuh," Ando mengingatkan untuk jangan terlena hingga lupa pada jati diri brand sendiri.
Ia berbagi, "Masing-masing kita harus tahu tujuan akhirnya apa. Tempe Movement, misalnya, ingin memberi akses pada sumber protein ramah lingkungan, bergizi, dan murah. Juga, tentukan kampanye ini mau on-track atau off-track."
Meriset Calon Rekan Kolaborasi
Ando menyebut, "Kalau Tempe Movement memang dibuat se-off-track mungkin, dalam hal ini seliar-liarnya, tapi tetap terukur. Semuanya tetap terjemahan dari misi utama, dengan melakukan misi-misi kecil yang gampang diukur."
"Collab sama influencer, misalnya," Ando mencontohkan. "Kita harus bikin KPI supaya terukur. Jangan kemudian berpindah dari satu kolaborasi ke yang lain tanpa mengevaluasi." Dalam perjalannnya, kata Ando, tidak masalah jika tujuan akhir berubah, karena "hidup dinamis."
Ia juga membahas bagaimana cara meriset calon rekan kolaborasi. Pertama, bisa dengan mengakses profil perusahaan di situs web mereka. Setelahnya, Ando menambahkan, cari tahu bagaimana orang lain melihat mereka.
"Apakah baru diserang kasus tertentu atau bagaimana. Penting juga memahami di mana dan bagaimana situasi mereka saat hendak bekerja sama," ia menyebutkan.
Ando melanjutkan, "Bisa juga dengan menanyakannya pada network. Ini bisa sesederhana dilakukan dengan membuat question box di Instagram Story tanpa menyebutkan pihak tersebut."
Advertisement
Kusut di Tengah Jalan
Ketika di tengah kerja sama hubungannya mulai "kusut," kata Ando, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperhatikan kesepakatan tertulis, jika ada. "Kalau dari awal ada (kesepakatan kerja sama tertulis), ini bisa jadi rujukan," ucapnya.
Ando melanjutkan, "Misalnya tidak ada (kesepakatan kerja sama tertulis), ini harus dikomunikasikan secara langsung. Hindari komplain melalui teks karena tidak ada nada dan ekspresi suara. Risikonya, orang itu akan tersinggung. Video call boleh kalau kepepet tidak bisa ngobrol langsung."
Ia juga menyarankan untuk mengajukan komplain pada "orang berpengaruh." "Mereka biasanya punya visi lebih jauh, bukan sekadar eksekusi harian," sebutnya.
"Kalau bisa makan dulu," Ando melanjutkan. "Kondisi negosiasi akan beda, karena kebutuhan utama (makan) sudah terpenuhi. Ada juga partner yang harus diajak hangout dulu. Setelah enak, minggu depannya baru mengajukan komplain, misalnya. Jadi, seperti menabung rasa kenal."
Jika tidak berhasil, Ando menyebut, brand harus sudah siap. "Karena dalam kolaborasi sudah harus menyiapkan skenario terbaik dan skenario terburuk," katanya.
Akhirnya, Ando mengatakan kolaborasi mampu menghubungkan berbagai kelompok, menambah amunisi kebaikan, menemukan solusi, bahkan jadi jalan inovasi.
Every U Does Good Heroes 2022
Sebelumnya, program Every U Does Good Heroes 2022 telah menetapkan 100 finalis yang merupakan anak-anak muda terpilih dengan berbagai proposal bisnis menarik pada 5 Desember 2022. Di edisi keduanya, kampanye tersebut tetap berupaya mencari sosok pahlawan masa kini yang siap bertumbuh guna menciptakan Indonesia yang "lebih hijau, sehat, sejahtera, adil, dan inklusif."
Pemilihan program inisiasi Unilever Indonesia ini didasarkan pada tiga pilar, yakni lingkungan, kesejahteraan, dan pemberdayaan masyarakat.
Terdapat 43 finalis yang masuk dalam pilar pertama. Mereka dinilai dari kepedulian, ide, gerakan yang cemerlang atas isu lingkungan di sekitar mereka. Beberapa di antaranya adalah Ahmad Yusril Yusro dengan program Ruang Pangan, Abdul Latif Wahid Nasution dengan program KEPUL, Amelia Nurhaningrum dengan program GENAU Indonesia, Akmal Jihad dangan program Ekotopia, dan Cerdinal Hemawan Wisesa dengan ide program Ecoffeenomy.
Berikutnya, peserta berlandaskan pilar kedua terpilih karena dinilai mampu mengusung visi dan misi gerakan yang mulia demi mendorong perbaikan di bidang nutrisi, kesehatan, dan perekonomian masyarakat. Terdapat 27 finalis terpilih, termasuk Ainul Husna Heruditya dalam ide program Awareness to the Universe, Azhar Kharisma M dengan program YUK DONOR, Aufa Alzena dengan program Songai, program Merangkul single parent yang digagas oleh Cristin Yulianti, serta Ekky Airasetya Putri yang mengusulkan program Gigikoo.
Pilar terakhir menjaring 30 finalis yang dinilai sebagai pejuang inklusi masa depan dan menegakkan toleransi, serta kesetaraan di tengah keberagaman masyarakat. Di antara mereka, yakni Amardita Nur Fathia dengan nama program Tempat Kita, Ade Megalia Utami yang mencetuskan program Rumah Kebaikan Perempuan, Anisse Alami program Tatiwa Belajar, gerakan Buangdisini yang dibuat Daniel Cahyo, dan Nuraisyiah dengan kelas kesetaraan.
Advertisement