[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Kurma, Unta, Antibiotika, Antre dan Rokok

Pengalaman Prof Tjandra Yoga Aditama umroh ke Tanah Suci pekan lalu. Ada tiga hal mengenai kesehatan yang beliau soroti.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 30 Jan 2023, 08:00 WIB
Prof Tjandra Yoga ketika umroh ke Tanah Suci, Makkah dan Madinah, Januari 2023. (Foto: dok. pribadi Prof Tjandra Yoga Aditama)

Liputan6.com, Jakarta - Di sela-sela kegiatan Umroh minggu yang lalu, rombongan kami dibawa juga ke kebun kurma, seperti di foto di bawah ini. Adalah bagus bahwa sekarang jamaah Umroh kita hanya berkunjung ke kebun kurma dan tidak lagi dibawa berjalan-jalan ke peternakan unta--yang dulu sering jadi paket kunjungan pula.

Sekarang memang tidak dianjurkan berkunjung ke peternakan unta karena ada risiko--walaupun kecil--tertular penyakit “Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV)”.

Kita ingat, kasus pertama MERS-CoV Malaysia dulu juga sakit setelah berkunjung ke peternakan unta di Arab Saudi.

 

 

Prof Tjandra dan istri di kebun kurma. (Foto: dok. pribadi Prof Tjandra Yoga Aditama)

Tentang kesehatan, setidaknya ada tiga catatan lain dari pengalaman saya di Saudi kali ini.

Pertama, biasanya sangat mudah membeli antibiotika di toko farmasi di seputar kota Makkah dan Madinah. Tetapi kali ini tidak boleh lagi membeli antibiotika secara bebas, harus ada resep dokter, sangat ketat.

Ini hal yang amat baik karena penjualan bebas antibiotika tanpa resep dokter akan berujung pada terjadinya pandemi senyap “Antimicrobial Resistance (AMR)”.

Pada waktu saya menjadi koordinator AMR di WHO Asia Tenggara, saya ingat bahwa koordiantor AMR di WHO Jenewa adalah seorang dokter wanita dari Arab Saudi. Rupanya dia "walk the talk", membuat aturan AMR tingkat dunia dan berhasil menerapkannya di negaranya sendiri juga.

Mudah-mudahan semua apotek kita juga ketat menjaga aturan, tidak memperbolehkan orang membeli antibiotika tanpa resep dokter, karena itu akan merugikan pasiennya sendiri.


Panjangnya Antrean Berobat

Kedua, ada teman yang membawa orang tuanya yang sakit (dan dengan kursi roda) ke klinik di Madinnah. Ternyata antreannya panjang sekali, sampai sekitar 50 orang.

Akhirnya dia batal berobat karena merasa kasihan kalau orangtuanya malah bertambah sakit nantinya.

Mengenai hal ini tentu perlu dicari jalan keluar terbaik, misalnya dengan menambah fasilitas pelayanan kesehatan di Makkah-Madinnah dan atau memberi fasilitas khusus bagi jemaah yang sakit agak berat dan juga lansia dengan kursi roda, dan lainnya.

 


Aturan Dilarang Merokok

Hal ketiga, sejak saya pertama kali bertugas sebagai tim kesehatan Haji pada tahun 1990, di seputaran Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinnah memang sudah tidak dibolehkan merokok.

Aturan ini tetap dijaga ketat sampai saat ini, bahkan sampai ke hotel. Di lobby hotel saya tertulis peringatan pemerintah setempat bahwa dilarang merokok sampai jarak sekitar 10 meter dari hotel. Jika tertangkap, dendanya 200 riyal, atau sekitar Rp800 ribu.

Semoga aturan larangan merokok di tempat umum juga semakin ketat diberlakukan di negara kita, maksudnya agar masyarakat luas dapat menghirup udara bersih dan sehat bebas asap rokok.

 

Prof Tjandra Yoga Aditama

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI/Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara/Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya