Prancis Bergulat dengan Rencana Reformasi Pensiun, Aksi Protes dan Mogok Akan Berulang

Peningkatan batas usia pensiun minimun menjadi 64 tahun dari 62 tahun saat ini adalah bagian dari paket reformasi unggulan yang didorong oleh Presiden Emmanuel Macron.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 30 Jan 2023, 10:23 WIB
Aksi protes menentang reformasi pensiun di Prancis pada Kamis (19/1/2023). (Dok. AFP)

Liputan6.com, Paris - Perdana Menteri Prancis Elisabeth Borne pada Minggu (29/1/2023), menekankan bahwa kenaikan batas usia pensiun tidak lagi bisa ditawar-tawar. Pernyataannya tersebut muncul saat serikat pekerja bersiap untuk kembali melancarkan protes massal.

Peningkatan batas usia pensiun minimun menjadi 64 tahun dari 62 tahun saat ini adalah bagian dari paket reformasi unggulan yang didorong oleh Presiden Emmanuel Macron. Ia mengklaim langkah itu untuk menjamin pembiayaan sistem pensiun Prancis pada masa depan.

Setelah protes serikat pekerja yang memicu lebih dari satu juta orang turun ke jalan pada 19 Januari, pemerintah mengisyaratkan ada ruang gerak untuk negosiasi, termasuk soal jumlah tahun kontribusi untuk memenuhi syarat mendapatkan biaya pensiun penuh. Namun, tidak dengan batas usia pensiun.

"Itu sekarang tidak bisa dinegosiasikan," kata Borne kepada penyiar FranceInfo seperti dikutip dari VOA, Senin (30/1).

Serikat pekerja sendiri menyambut baik kesiapan pemerintah untuk bernegosiasi pada bagian-bagian lain dari reformasi, namun tetap menuntut pembatalan kenaikan batas usia pensiun.


Mobilisasi Lebih Besar

Aksi protes menentang reformasi pensiun di Prancis pada Kamis (19/1/2023). (Dok. AFP)

Menyebut reformasi itu tidak adil, delapan serikat pekerja utama di Prancis, mengatakan akan bersatu untuk kembali turun ke jalan. Mobilisasi yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa (31/1) itu disebut akan lebih besar lagi.

"Tampaknya akan ada lebih banyak orang", kata anggota kepemimpinan konfederasi serikat kiri keras CGT, Celine Verzeletti.

Menunjuk ke jajak pendapat, kepala serikat moderat CFDT Laurent Berger mengatakan bahwa orang-orang sangat tidak setuju dengan proyek tersebut, dan pandangan itu semakin berkembang.

"Ini akan menjadi kesalahan bagi pemerintah untuk mengabaikan mobilisasi," Berger memperingatkan.


Jalan Terjal Macron

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan istrinya Brigitte Macron berjalan di sepanjang pantai di Le Touquet, menjelang putaran kedua pemilihan presiden Prancis, Sabtu (23/4/2022). Emmanuel Macron berada di posisi terdepan untuk memenangkan pemilihan kembali Minggu, 24 April 2022 dalam Pilpres Prancis. (AP Photo/Thibault Camus)

Oposisi sayap kiri telah mengajukan lebih dari 7.000 amandemen draf tersebut dalam upaya untuk memperlambat jalannya melalui parlemen.

Sekutu Macron kekurangan mayoritas mutlak di parlemen dan akan membutuhkan suara dari kaum konservatif untuk menyetujui rencana pensiun tersebut.

Pemerintah memiliki opsi untuk memaksakan RUU tersebut tanpa pemungutan suara di bawah kekuasaan konstitusional khusus, tetapi dengan risiko memicu mosi tidak percaya dan kemungkinan pemilihan parlemen baru.

Selain pawai protes, serikat pekerja telah menyerukan aksi mogok yang meluas pada Selasa, dengan layanan kereta dan angkutan umum diperkirakan akan sangat terpengaruh.

Aksi mogok juga diperkirakan terjadi di lingkungan sekolah dan administrasi, dengan beberapa otoritas lokal telah mengumumkan penutupan ruang publik seperti stadion olahraga.

Beberapa serikat pekerja menyerukan agar aksi mogok berlanjut pada Februari, termasuk di pelabuhan komersial, kilang, dan pembangkit listrik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya