Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, mengatakan anggaran Kesehatan tahun anggaran 2023 terus dinaikkan menjadi Rp 178,7 triliun dibanding tahun 2022 sebesar Rp 176,7 triliun.
"Anggaran terus kita naikkan, kita upayakan bisa memenuhi kebutuhan," kata Yustinus dalam Diskusi Publik dengan tema “Outlook JKN : Satu Dekade Jaminan Kesehatan Nasional, Sudahkah Sesuai Harapan?”, Senin (30/1/2023).
Advertisement
Yustinus merinci, utamanya anggaran Rp 178,7 triliun itu dialokasikan Pemerintah melalui Belanja Pusat yakni Kementerian Kesehatan, BPOM, BKKBN, Kemenhan, dan Polri, serta belanja non K/L dan melalui Transfer ke Daerah.
Menurutnya, alokasi anggaran kesehatan mendorong normalisasi kegiatan termasuk dalam pelayanan kesehatan reguler (non covid) seiring kasus coid-19 yang semakin terkendali, serta peralihan dari pandemi ke endemi di tahun 2023.
Anggaran kesehatan 2023 reguler tumbuh 37 persen dibandingkan outlook 2022 reguler, di antaranya untuk transformasi sistem kesehatan dan percepatan penurunan stunting.
Adapun target output prioritas dalam anggaran kesehatan 2023, diantaranya, pertama, cakupan penduduk yang menjadi peserta PBI melalui JKN/KIS sebanyak 96,8 juta jiwa. Kedua, penyediaan makanan tambahan bagi 50.000 ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan 138.889 balita kurus
Ketiga, sosialisasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian TBC bagi 2.000 orang. Keempat, penugasan khusus tenaga kesehatan sebanyak 5.200 orang (secara tim 1.200 orang dan secara individu 4.000 orang).
Kelima, keluarga dengan baduta (anak usia dibawah dua tahun atau umur 0-24 bulan) yang mendapatkan fasilitasi dan pembinaan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebanyak 8,1 juta keluarga. Keenam, sampel obat, obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang diperiksa sebanyak 58.513 sampel
Ketujuh, pembangunan RS Pratama sebanyak 18 RS. Kedelapan, pembangunan/rehabilitasi balai penyuluhan KB sebanyak 1.017 unit. Kesembilan, pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit stunting 10.280 unit. Terakhir, penyediaan bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk 9.977 Puskesmas dan bantuan operasional KB untuk 6.239 balai penyuluhan KB.
Sri Mulyani: Pembiayaan APBN untuk Pandemi Setara Bangun 2 IKN
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menceritakan perjuangan pembiayaan APBN dalam menghadapinya pandemi Covid-19. Ia lantas mengibaratkan, pengeluaran APBN melonjak sekitar Rp 900 triliun dari yang seharusnya.
Menurut Sri Mulyani, jumlah itu setara dengan membangun dua proyek Ibu Kota Negara (IKN). Adapun ongkos proyek membangun satu IKN diperkirakan sekitar Rp 466 triliun.
"Kebutuhan pembiayaan kita (untuk pandemi Covid-19) mencapai Rp 1.600 triliun. Itu saya sampaikan kepada Bapak Presiden, Rp 900 triliun pembiayaan meningkat, itu udah dapat dua IKN, Pak," kata Sri Mulyani, Kamis (26/1/2023).
Sebagai perbandingan, ia lantas memaparkan desain APBN 2020 sebelum pandemi, dengan jumlah pembiayaan Rp 741 triliun. Sementara defisit fiskal sebesar 1,76 persen dari PDB, atau sekitar Rp 307 triliun.
Advertisement
Pelonggaran Kebijakan
Begitu terpukul pandemi, pemerintah lalu melonggarkan kebijakan untuk menaikan defisit APBN di atas 3 persen terhadap PDB. Kemudian dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54/2020, yang membuat defisit fiskal melonjak hampir tiga kali lipat menjadi 5,07 persen.
"Kalau dilihat nominalnya, defisitnya naik lebih dari Rp 550 triliun. Dan, kebutuhan pembiayaan kita melonjak dari Rp 741 triliun ke Rp 1.439 triliun, dua kali lipat," ungkap Sri Mulyani.
Namun, upaya itu masih kurang. Sehingga pemerintah kembali mengeluarkan perubahan postur dan rincian anggaran melalui Perpres 72/2020. Alhasil, defisit APBN semakin melonjak jadi 6,34 persen, atau secara nominal Rp 1.039 triliun.
"Jadi naiknya hampir 2,5 kali lipat. Kebutuhan pembiayaan kita mencapai Rp 1.600 triliun," sebut Sri Mulyani.