Bos BPJS Kesehatan Kesel Bukan Main, Masih Ada Rumah Sakit Minta Dokumen Fisik ke Pasien

Dirut BPJS Kesehatan mengungkapkan BPJS pernah berurusan dengan perbankan agar rumah sakit-rumah sakit rekanan BPJS Kesehatan dapat terbayar.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Jan 2023, 16:40 WIB
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam Diskusi Publik dengan tema “Outlook JKN : Satu Dekade Jaminan Kesehatan Nasional, Sudahkah Sesuai Harapan?”, Senin (30/1/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, mengaku kesal karena melihat masih ada rumah sakit yang meminta dokumen fisik kepada pasien yang hendak melakukan perawatan menggunakan BPJS Kesehatan.

Padahal, sebenarnya data fisik yang biasanya diminta fotokopinya tersebut tidak diperlukan. Berbagai data tersebut sudah ada secara online dan bisa diakses langsung oleh rumah sakit. Permintaan data fisik tersebut hanya memperumit pasien, padahal bisa cukup dengan meminta nomor KTP  pasien saja.

"Kita masih dengar peserta BPJS itu suruh fotocopy, baru kemarin saya lihat rumah sakit di Jakarta minta fotocopy, padahal buat apa fotocopy? Kita itu sudah terintegrasi dengan KTP. Cukup dengan KTP saja bisa," kata Ali Ghufron dalam Diskusi Publik dengan tema “Outlook JKN : Satu Dekade Jaminan Kesehatan Nasional, Sudahkah Sesuai Harapan?”, Senin (30/1/2023).

Disisi lain, Dirut BPJS Kesehatan ini mengungkapkan BPJS pernah berurusan dengan perbankan agar rumah sakit - rumah sakit rekanan BPJS Kesehatan dapat terbayar.

"Rumah sakit kita bayar, dan BPJS pernah kesulitan bayar dulu, akhirnya kita bank untuk bisa bayar (rumah sakit)," ujarnya.

Menurutnya, dana yang didapat dari perbankan untuk membayar rumah sakit karena keuangan BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit. Namun seiring berjalannya waktu, keuangan BPJS Kesehatan beberapa tahun belakangan ini mengalami surplus.

Tentu dengan membaiknya keuangan tersebut, masih terdapat tantangan lain, salah satunya terkait pelayanan di beberapa rumah sakit yang masih kuno meminta dokumen fisik kepada pasien.

"Dengan membaiknya keuangan tadi tentu tantangan berikutnya banyak sekali termasuk fotocopy (dokumen)," ujarnya.

Dia menegaskan, fokus utama BPJS Kesehatan adalah bagaimana meningkatkan mutu layanan yang mudah dan tidak diskriminatif.

"Fokus utama BPJS sekarang ini adalah bagaimana meningkatkan mutu layanan yang tidak ribet dan diskriminatif," pungkasnya.


Jatuh Bangun BPJS Kesehatan, Berurusan dengan Bank Gara-Gara Anggaran Defisit

Dokter Natasha memeriksa kulit tangan pasien BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kulit di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya, antre berobat bisa dilakukan secara online melalui aplikasi mobile JKN. (merdeka.com/Arie Basuki)

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan memasuki usia 10 tahun. Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyampaikan bahwa BPJS pernah berurusan dengan perbankan agar rumah sakit - rumah sakit rekanan BPJS Kesehatan, dapat terbayar.

"Rumah sakit kita bayar, dan BPJS pernah kesulitan bayar dulu, akhirnya kita bank untuk bisa bayar (rumah sakit)," ujar Ali di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (30/1).

Ali menuturkan, dana yang didapat dari perbankan untuk membayar rumah sakit karena keuangan BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit. Bahkan sejak BPJS Kesehatan dibentuk, baru beberapa tahun belakangan ini mengalami surplus.

Ada dua faktor yang menyebabkan keuangan BPJS Kesehatan mengalami surplus yaitu faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal, ucap Ali, BPJS Kesehatan melakukan terobosan besar-besaran, sekaligus mendayagunakan sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten.

Sementara pandangan Ali, faktor eksternal justru datang dari peserta BPJS Kesehatan. Dia menuturkan, masyarakat Indonesia umumnya menghindari tindakan atau terapi medis.

"Orang-orang Indonesia itu kalau ditanya sukanya negatif, kalau ditanya anda positif atau negatif ya lebih baik hasil periksanya negatif karena kalau positif menjadi persoalan," ujarnya.

 


Keuangan BPJS Kesehatan

Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Ali menambahkan, membaiknya keuangan BPJS Kesehatan, berdampak terhadap skema pembayaran terhadap rumah sakit rekanan BPJS Kesehatan. Agar cash flow rumah sakit terus berjalan, Ali mengatakan bahwa BPJS Kesehatan bahkan membayar uang muka bagi rumah sakit rekanan.

"Biar pelayanannya bagus, kita berikan uang muka. Dengan membaiknya keuangan tadi tentunya tantangan-tantangan berikutnya banyak sekali," ucapnya.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan mencatatkan surplus aset neto dana jaminan sosial kesehatan Rp38,76 triliun di sepanjang 2021 lalu. Kondisi tersebut membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana lembaga ini mencatatkan defisit senilai Rp5,69 triliun pada 2020, dan defisit Rp51 triliun pada 2019.

Dengan capaian tersebut, BPJS Kesehatan sukses mempertahankan predikat Wajar Tanpa Modifikasi (WTM) untuk laporan keuangan 2021 dari akuntan publik.

Infografis Iuran BPJS Kesehatan Peserta Mandiri Batal Naik. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya