Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengajukan langkah hukum kasasi atas vonis bebas terdakwa Henry Surya di kasus dugaan penipuan dan penggelapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, hal tersebut akan dilakukan dalam kurun waktu 14 hari ke depan.
"Vonis lepas Henry Surya pada kasus KSP Indosurya kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum," tutur Ketut kepada Liputan6.com, Senin (30/1/2023).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Ketut, kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya yang dikatakan sebagai perbuatan keperdataan adalah hal yang sangat keliru, sebagaimana dalam Pasal 253 huruf a KUHAP yang berbunyi "Majelis hakim dalam memutus perkara tersebut tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya."
"Putusan majelis hakim tidak sejalan dengan tuntutan dari penuntut umum. Oleh karenanya, penuntut umum mengajukan upaya hukum kasasi dalam waktu 14 hari ke depan sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHAP," jelas dia.
Adapun pertimbangan langkah hukum kasasi tersebut, sambung Ketut, KSP Indosurya telah memiliki 23 ribu nasabah dengan mengumpulkan dana nasabah seluruhnya Rp106 triliun. Berdasarkan hasil audit, nasabah yang tidak terbayarkan lebih dari 6 ribu orang, yang jumlah kerugiannya sebesar kurang lebih Rp16 triliun.
"Perbuatan para pelaku sangat melukai hati masyarakat yang menjadi korban dari kegiatan KSP Indosurya, dan pengumpulan dana dilakukan secara ilegal dengan memanfaatkan kelemahan hukum perkoperasian dijadikan alasan untuk mengeruk keuntungan masyarakat," kata dia.
Ketut mengatakan, KSP Indosurya tidak memiliki sebagai koperasi dengan alasan tidak pernah dilakukan rapat anggota yang memiliki kewenangan tertinggi minimal 1 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Kemudian, anggota koperasi yang direkrut juga tidak memiliki kartu keanggotaan dan tidak pernah dilibatkan dalam mengambil keputusan penting. Seperti pembagian dividen atau Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahunnya, dan perubahan nama koperasi menjadi KOSPIN Indosurya Cipta.
"Produk yang dijual tidak masuk akal. Seperti simpanan berjangka yang nilai simpanannya mulai Rp50 juta sampai jumlah tidak terbatas dengan iming-iming bunga 8,5 persen sampai 11,5 persen yang tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia," ujar Ketut.
Tidak Ada Perbuatan Perdata yang Dilakukan Henry Cs
Lebih lanjut, KSP Indosurya juga memperluas wilayah dengan membuka dua kantor pusat dan 191 kantor cabang di seluruh Indonesia tanpa pemberitahuan kepada Kementerian Koperasi dan UKM, serta tidak diketahui oleh anggota. Hal tersebut semata-mata adalah perintah dari Henry Surya yang dibantu oleh Junie Indira dan Suwito Ayub.
"Setelah uang nasabah terkumpul dari 2012 sampai dengan 2020 atas perintah Henry Surya, sebagian dana tersebut dialirkan ke 26 perusahaan cangkang milik Henry Surya dan sisanya dibelikan aset berupa tanah, bangunan dan mobil atas nama pribadi dan atas nama PT Sun Internasional Capital milik Henry Surya," beber Ketut.
Ketut juga mengatakan bahwa perbuatan Henry Surya, Junie Indira, dan Suwito Ayub dengan dalih membuat koperasi simpan pinjam semata-mata untuk mengelabui masyarakat yang membuat pengumpulan uang di KSP Indosurya, seolah-olah untuk kepentingan dan kesejahteraan para anggota.
"Padahal perbuatan tersebut dilakukan untuk menghindari adanya pengawasan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, serta menghindari proses perijinan penghimpunan dana masyarakat melalui Bank Indonesia. Sehingga kepada para pelaku, penuntut umum sudah sangat benar menjerat dengan pasal dakwaan sebelumnya," tuturnya.
Ketut menegaskan, tidak ada perbuatan perdata yang dilakukan oleh Henry Surya cs. Tapi malah justru memanfaatkan celah hukum dengan menggunakan tipu muslihat, memperdaya korban dalam hal ini nasabah, dengan kedok koperasi bahwa seluruh kegiatannya seolah-olah menjadi legal.
"Padahal seluruh korban tidak pernah merasa menjadi anggota koperasi tetapi lebih pada menjadi korban penipuan investasi bodong, sehingga penerapan hukum perdata dalam perkara tersebut jauh dari rasa keadilan dan sangat melukai masyarakat yang menjadi korban investasi bodong yang dikendalikan oleh Henry Surya, Junie Indira, dan Suwito Ayub," Ketut menandaskan.
Advertisement
Rekam Jejak Hakim yang Vonis Lepas 2 Terdakwa KSP Indosurya Henry Surya dan June Indria
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menjatuhkan vonis lepas terhadap dua petinggi Koperasi Simpan Pinjam KSP Indosurya yang menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya.
Mereka yang dibebaskan yakni Ketua KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Keuangan June Indria. Kasus ini diduga merugikan 23 ribu orang dengan total kerugian mencapai Rp106 triliun.
June Indria divonis lepas lebih dulu pada Rabu 18 Januari 2023 di PN Jakarta Barat. Hakim menyatakan melepaskan June Indria dari segala tuntutan hukum. Hak-hak June juga dipulihkan.
Sidang dipimpin oleh hakim Kamaludin selaku ketua majelis hakim serta Praditia Dandindra dan Flowerry Yulidas masing-masing sebagai anggota.
Kemudian, Henry menyusul divonis lepas oleh PN Jakbar pada Selasa 24 Januari 2023. Henry disebut terbukti melakukan perbuatan perdata dalam kasus ini. Sidang dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Eko Aryanto dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata," kata Syafrudin dalam putusannya.
Dihimpun dari berbagai sumber, Kamaludin selaku ketua hakim yang mengadili June Indria merupakan pria kelahiran Tanjung Iman, Lampung Utara, Lampung pada 13 Juli 1965. Ia berstatus PNS dengan golongan IV/d.
Kamaludin pernah tercatat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Muara Enim. Ia pun pindah menjadi hakim PN Jakarta Barat.
Kamaludin kini juga menangani perkara gugatan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) dengan pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk.
Sementara Hakim Praditia Danindra yang menjadi hakim anggota lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 16 Desember 1970. Praditia seorang PNS dengan golongan IV/b. Praditia pernah bertugas di PN Purbalingga, Jawa Tengah dan PN Buntok, Kalkmantan Tengah.