Survei SMRC: Masyarakat Menaruh Harapan pada Perppu Ciptaker

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menuturkan, berdasarkan hasil survei ada tren persepsi publik positif terhadap kondisi pemenuhan rumah tangga, ekonomi ke depan, keadaan politik nasional, maupun keamanan, bahkan hampir sama seperti sebelum krisis.

oleh Jonathan Pandapotan Purba diperbarui 31 Jan 2023, 08:27 WIB
Direktur Program SMRC, Sirojudin Abbas (kiri) memberikan pemaparan terkait hasil survei yang baru saja dilakukan oleh SMRC, Jakarta, Kamis (15/6) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menuturkan, berdasarkan hasil survei ada tren persepsi publik positif terhadap kondisi pemenuhan rumah tangga, ekonomi ke depan, keadaan politik nasional, maupun keamanan, bahkan hampir sama seperti sebelum krisis.

“Untuk saat ini Indonesia sedang dianggap berada dalam keadaan baik-baik saja oleh publik, tidak mengkhawatirkan,” ujar Sirojudin dalam seri webinar nasional Moya Institute bersama Narada Center dan ITB-Ahmad Dahlan bertema Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global, Jumat (27/1/2023).

Mengejutkannya, lanjut Sirojudin, meski kesan opininya keputusan Jokowi menuai polemik tetapi justru berbanding terbalik dari hasil survei bahwa sebanyak lebih dari 50 persen masyarakat menaruh harapan serta mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker).

Sirojudin mengemukakan, faktanya ada 22 persen publik yang mengetahui Jokowi menerbitkan Perppu Ciptaker dan dari jumlah tersebut sebesar 48 persennya mendukung keputusan Presiden.

Sedangkan pakar hukum tata negera dari UNS, Agus Riewanto menjelaskan, Perppu Ciptaker yang awalnya UU lalu diminta MK diperbaiki merupakan wujud omnibus law yang banyak diadopsi negara penganut civil law.

“Omnibus law (Ciptaker) ini konteksnya penting untuk kegentingan ekonomi. UU Ini menyasar kemudahan berusaha dan memancing investasi,”ucap Riewanto.

Menurut Riewanto, Perppu CIptaker dapat dikategorikan menjadi alat sementara bagi Presiden Jokowi untuk bertindak untuk situasi ekonomi negara.

“Perppu CIptaker merupakan regulasi untuk membentengi diri Presiden secara konstitusional bahwa apa yang dilakukannya dalam kerja pemerintahan adalah benar, terutama persoalan ekonomi mendesak,” papar Riewanto.


Imunitas Ekonomi

Rektor ITB-Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna mengungkapkan, dari data Bank Dunia ternyata bangsa Indonesia hingga kini tetap dianggap masih punya imunitas ekonomi, meski melemah.

Mukhaer menilai, dengan begitu sebenarnya Indonesia Indonesia tidak masuk dalam kriteria resesi, tetapi lebih ke depresi ekonomi karena hanya berada di titik terendah tahunan.

Apalagi hal ini ditunjang, Mukhaer menambahkan, bahwa dari hasil survei ternyata indeks keyakinan konsumen terhadap kegiatan ekonomi trennya optimis dan justru meningkat sehingga masih bagus.

Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto dalam sesi penutup webinar menyampaikan, masalah ciptaker butuh perhatian serius karena menyangkut hajat dan kepentingan publik yang mempengaruhi sektor perekonomian.

“Ada kepentingan bersama bangsa Indonesia akibat pandemi yang meruntuhkan sektor ekonomi dan berpengaruh ke depannya, misalnya resesi global,” tukas Hery.


Perppu Dikeluarkan Jokowi

Sebelumnya, di penghujung akhir tahun lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).

Jokowi berasalan Perppu Ciptaker ini amat dibutuhkan Indonesia saat ini guna menghadapi situasi ekonomi dunia yang bakal dilanda krisis.

Terbitnya Perppu Ciptaker ini cukup mengejutkan publik pasalnya tahun 2020 Mahkaman Konstitusi telah memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat sehingga perlu segera diperbaiki jangka waktu dua tahun ke depan.

Infografis 6 Pasal Sorotan UU Cipta Kerja (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya