Liputan6.com, Jakarta Kasus kusta masih ada di Indonesia. Pada 2021, angka prevalensi kusta sebesar 0.45 kasus per 10 ribu penduduk dengan penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100 ribu penduduk.
Ada enam provinsi dan 101 kab/kota belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia. Lalu, masih ada 26 provinsi masih memiliki angka cacat tingkat 2 diatas 1 per 1 juta penduduk seperti mengutip keterangan Kementerian Kesehatan RI.
Advertisement
Kusta adalah penyakit kulit dan saraf. Utamanya menyerang ke saraf dulu baru ke kulit yang disebabkan oleh mycobacterium leprae, suatu bakteri yang bersaudara dengan bakteri mycobacterium tuberculosis.
"Penyakit ini menular tapi memiliki daya tular yang rendah memerlukan waktu bulanan hingga taunan," kata dokter spesialis kulit dan kelamin Sri Linuwih dari RS Cipto Mangunkusumo.
"Yang terkena bisa mulai dari anak kecil sampai dewasa, bahkan bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan gratis di Puskesmas," ungkap Sri.
Infeksi bakteri penyebab kusta bisa menyerang tangan, kaki dan mata. Dalam beberapa kasus bisa membuat penderitanya mengalami disabilitas akibat luka yang tidak disadari karena mati rasa hingga peradangan saraf akut.
2 Jenis Kusta
Kusta terbagi menjadi dua berdasarkan tipenya yakni Tipe Pausibasiler (PB) atau kusta kering dan tipe Multibasiler (MB) atau kusta basah. Kedua tipe ini mempunyai proses pengobatan yang berbeda.
Pengobatan kussta dengan Multi Drug Treatment (MDT) yang bisa didapatkan gratis di puskesmas. Sri meyakinkan, MDT tidak hanya bisa memutus rantai penularan tetapi juga mencegah resistensi obat, meningkatkan keteraturan berobat, memperpendek masa pengobatan hingga mencegah terjadinya cacat atau cacat berlanjut.
MDT pun terbagi menjadi dua yakni lini pertama dan kedua. Pada lini pertama, tenaga kesehatan akan menjalankan tata laksana yang sesuai dengan ketetapan Kemenkes yang mengacu pada Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Penderitanya akan diberikan kapsul rifampisin, kapsul lunak klofazimin (lampren) dan tablet dapson yang takarannya disesuaikan dengan usia pasien. Namun bagi lini kedua, hanya bisa diberikan jika pasien berada dalam kondisi khusus, misalnya mempunyai alergi terhadap salah satu atau lebih rangkaian obat MDT lini pertama.
“MDT lini kedua juga bisa diberikan pada orang yang kebal terhadap obat MDT, mempunyai efek obat yang sulit ditoleransi juga ibu hamil dan menyusui. Rujukan ke fasilitas kesehatannya yang akan lebih tinggi,” kata Sri mengutip Antara.
Sri melanjutkan pengobatan MDT di lini kedua dilakukan dengan mengganti obat yang bersifat antibakteri. Dengan dosis dan lama pemberian disesuaikan dengan panduan. Hanya saja obatnya tidak tersedia secara gratis.
Advertisement
Obat Cegah Kusta
Selain MDT, ada pula obat kemoprofilaksis guna mencegah terjadinya kusta. Tujuannya adalah untuk menurunkan risiko terjadinya penyakit kusta di antara orang-orang yang melakukan kontak erat dengan penderita atau masyarakat.
Pemberian kemoprofilaksis yakni obat diberikan pada penduduk yang menetap paling singkat tiga bulan di daerah yang memiliki penderita kusta. Kemudian, usianya sudah lebih dari dua tahun.
Syarat lainnya adalah tidak sedang dalam terapi rifampisin dalam kurun waktu dua tahun terakhir, tidak sedang dirawat di rumah sakit, tidak memiliki kelainan fungsi ginjal maupun hati, bukan suspek tuberkulosis (TBC) dan bukan suspek kusta atau terdiagnosis kusta.
Maka dari itu, Sri pun menegaskan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan. Bukan juga penyakit kutukan.
"Kusta dapat diobati dan disembuhkan. Kalau ada yang bilang kusta itu kutukan akibat dosa dan menyebabkan jari putus itu hanya mitos," kata Sri.