Liputan6.com, Jakarta - Kadar oksigen rendah bisa menjadi salah satu tanda anak kemungkinan alami penyakit jantung bawaan. Perhitungan kadar atau saturasi oksigen dapat diketahui melalui pemeriksaan pulse oximetry (oximeter).
Dokter bedah jantung anak, Pribadi Wiranda Busro menjelaskan, pada kasus penyakit jantung bawaan, gejala anak bisa dibilang tidak begitu terlihat atau terdeteksi secara kasat mata. Tanda-tanda justru bisa terlihat dari perilaku anak yang mungkin sesak napas dan saturasi oksigen rendah.
Advertisement
“Ada juga yang kadar oksigennya rendah. Kalau kita kan 100 persen, tapi ada yang kadar oksigennya 20 persen. Kebayang enggak tuh, mukanya beda aja gitu. Ada tanda-tanda suatu penyakit gitu,” jelasnya saat sesi wawancara khusus yang diikuti Health Liputan6.com di Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Jakarta, ditulis Selasa (31/1/2023)
“Nah, ini kadangkala dideteksi dengan penggunaan pulse oximetry. Ini kan kita ingat juga pas zaman-zaman COVID-19 awal, dipakai buat periksa saturasi oksigen. Ya udah pada ngerti juga kan kita sekarang pakainya.”
Saturasi oksigen berkaitan dengan penyakit jantung bawaan. Ada dua jenis penyakit jantung bawaan, yaitu sianotik dan asianotik/non sianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan jenis kelainan jantung yang membuat darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Karena itulah, penyakit jantung bawaan sianotik dapat mengakibatkan penderitanya mengalami kulit, bibir, serta kuku kebiruan.
Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan jantung yang mana proses pompa darah dari jantung ke seluruh tubuh tidak dapat berjalan secara normal. Pada kondisi ini, darah memiliki suplai oksigen yang cukup sehingga pasien tidak mengalami kebiruan.
Sebabkan Gagal Tumbuh Kembang
Saturasi oksigen yang rendah, yang kemungkinan anak mengalami penyakit jantung bawaan berujung terjadi gagal tumbuh kembang. Dalam hal ini, tumbuh kembang anak terhambat.
Meski begitu, Pribadi Wiranda Busro menekankan, tidak semua faktor gangguan tumbuh kembang anak karena penyakit jantung. Penyakit jantung ini termasuk salah satu faktor saja.
“Ada juga nanti (penyakit jantung bawaan) sebabkan gagal tumbuh kembang. Gimana kita bisa ngobatin stunting, kalau ada penyakit dasarnya enggak bisa kita atasi,” terangnya.
“Enggak semuanya karena penyakit jantung ya tapi salah satu yang menyebabkan gagal tumbuh kembang adalah penyakit jantung. Ya. seperti, kalau dia nenen, minum ASI cepat capek gitu. Kalau dia enggak ada proyeksi (kemajuan), tumbuh kembangnya terganggu.”
Untuk kasus penyakit jantung bawaan sendiri, yang paling banyak dirujuk ke Jakarta, terutama ke RS Jantung Harapan Kita adalah golongan asianotik.
“Dari 1.000 kasus di center, sekitar 400-an itu golongan asianotik. Diagnosis seperti celah di serambi atau di baliknya itu namanya Ventricular Septal Defect (VSD) atau Defek Septum Ventrikel,” lanjut Wiranda.
Defek septum ventrikel adalah adanya lubang di dinding antara ruang jantung bagian bawah (bilik) kiri dan kanan. Kelainan bawaan jenis ini juga seringkali tidak bergejala. Tapi jika lubangnya sedang atau besar, bisa menimbulkan sesak napas, sering menderita infeksi paru, bahkan sampai gagal jantung.
Advertisement
Kematian Jantung Bawaan di Usia 1 Tahun
Penyakit jantung bawaan merupakan penyebab kematian tersering dari seluruh kelainan bawaan. Terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Angka kematian terjadi dalam 6 bulan pertama kehidupan dan 80 persen kematian terjadi pada usia 1 tahun.
“Sekitar 12.500 sampai 15.000 bayi baru lahir kena penyakit jantung bawaan kelainan jantung bawaan. Sementara kapasitas operasi baru 1.600 maksimal setahun,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin saat berkunjung ke Pelayanan kateterisasi dan radiologi intervensi (Cath Lab) bayi dan anak Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional (PKIAN) RS Anak dan Bunda Harapan Kita diresmikan Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin, Kamis (29/12/2022).
“Jadi ini adalah salah satu upaya untuk mencegah anak-anak kita meninggal karena tidak bisa tertangani karena tidak ada alat dan dokter spesialisnya.”
Layanan Cath Lab sendiri saat ini sedang disiapkan di 514 kabupaten/kota dan diprioritaskan untuk pemasangan ring jantung. Ini karena penyakit jantung menjadi penyebab kematian paling tinggi di Indonesia dengan beban pembiayaan paling tinggi. Lebih dari 200.00-an orang meninggal tiap tahun dengan biaya lebih dari Rp9 triliun.
Oximeter Bakal Jadi Alat Skrining
Penggunaan pulse oximetry, menurut Pribadi Wiranda Busro, sedang diupayakan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin tersedia di seluruh Puskesmas. Masyarakat pun nantinya dapat diukur saturasi oksigen, jika terlihat kadar oksigen rendah, maka bisa segera dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Upaya ini demi menemukan kasus penyakit sedini mungkin sehingga dapat lekas mendapat perawatan dan pengobatan. Terlebih lagi, berkaitan dengan penyakit jantung.
“Sekarang ini akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, oximeter ini menjadi alat skrining di semua Puskesmas di seluruh Indonesia. Jadi bisa melihat kadar oksigen, kadang-kadang masyarakat awam enggak paham gitu, tapi ini – kadar oksigen rendah – bisa jadi penyakit jantung,” beber Wiranda yang berpraktik di RS Jantung Harapan Kita.
“Gejala penyakit jantung anak itu karena darah enggak bawa cukup oksigen jadi biru.”
Oximeter tidak hanya digunakan untuk mengetahui kemampuan fungsi jantung. Alat ini juga digunakan untuk mengukur seberapa parah tingkat kerusakan pada paru. Alat medis ini dapat pula digunakan untuk memantau kondisi kesehatan pasien dengan kondisi sebagai berikut:
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
- Asma
- Radang paru-paru
- Kanker paru-paru
- Anemia
- Serangan jantung atau gagal jantung
- Penyakit jantung bawaan
Mengutip KlikDokter dalam artikel berjudul, Panduan Menggunakan Alat Oximeter Agar Hasilnya Akurat yang tayang pada 30 November 2021, oximeter juga digunakan dokter untuk beberapa alasan, antara lain:
Baca Juga
- Menilai seberapa baik obat paru-paru baru bekerja
- Mengevaluasi apakah seseorang membutuhkan bantuan pernapasan
- Mengevaluasi efektivitas penggunaan ventilator
- Memantau kadar oksigen selama maupun setelah prosedur bedah yang memerlukan sedasi
- Mengevaluasi apakah seseorang membutuhkan terapi oksigen tambahan
- Menentukan efektivitas terapi oksigen tambahan
- Menilai kemampuan seseorang dalam menoleransi peningkatan aktivitas fisik
- Mengevaluasi apakah seseorang berhenti bernapas sejenak ketika tidur—seperti dalam kasus sleep apnea—selama penelitian
Advertisement