Liputan6.com, Beijing - JD.ID sedang menjadi sorotan karena menutup layanan di Indonesia. Layanan e-commerce itu akan menutup total layanan pada Maret 2023.
Sebetulnya rumor terkait masalah JD.ID sudah beredar sejak November tahun lalu. Menurut laporan Tech in Asia, pihak JD.ID sempat membantah kabar tersebut, dan berkata operasional di Indonesia masih on the track.
Baca Juga
Advertisement
Kini, pihak JD.ID mengakui akan menutup layanan. Mereka berhenti menerima pesana pada 15 Februari mendatang.
"Dengan berat hati, kami memberitahukan bahwa JD.ID akan berhenti menerima pesanan Anda mulai tanggal 15 Februari 2023. JD.ID dan semua layanannya akan diberhentikan pada 31 Maret 2023," demikian pengumuman JD.ID di laman websitenya, dikutip Selasa (31/1/2023).
JD.ID merupakan anak usaha dari JD.com yang berasal dari China dan Provident Capital. Induk JD.ID di China masih beroperasi saat ini.
Pada situs resminya, JD.com menulis bahwa mereka ritel online terbesar di China, serta memiliki 588,3 juta pelanggan aktif di e-commerce mereka. Pendiri JD.com adalah Liu Qiangdong (Richard Liu) yang merupakan miliarder..
Berdasarkan data Forbes, kekayaan Liu mencapai US$ 12, 9 miliar (Rp 193,8 triliun).
JD.com didirikan oleh Liu pada 1998. Modalnya saat itu adalah 12 ribu yuan. Cikal bakal JD.com hanyalah tempat usaha kecil. Ketika wabah SARS merebak pada 2003, Richard Liu menemukan peluang untuk menggunakan kekuatan internet agar memperkuat bisnisnya di dunia maya.
Pada 2004, Richard menutup usaha offline-nya, kemudian mendirikan situs jdlaser.com yang merupakan pendahulu JD.com.
Dari awalnya merintis secara kecil, JD.com telah menjadi raksasa e-commerce di China. Namun, Richard Liu ternyata bukan anak orang kaya, dan orang tuanya adalah peternak
Anak Peternak
Leluhur Richard Liu sebenarnya merupakan keluarga kaya. Di zaman kekaisaran, keluarganya merupakan pemilik kapal yang mengirim barang-barang di sungai Yangtze dan kanal Beijing. Tetapi kekayaan keluarga kandas.
Richard Liu awalnya hidup di sebuah desa kecil bernama Chang'an yang berlokasi di selatan Beijing. Ia lahir di keluarga miskin dan selama delapan bulan dalam setahun hanya makan ubi, empat bulan lainnya makan jagung.
Orang tua Richard Liu adalah peternak. Namun, keluarganya bahkan kesulitan untuk membeli daging babi. Keluarganya hanya makan babi satu tahun sekali atau dua kali.
Ketika lulus SMA, Richard Liu berusaha keras untuk bisa kuliah di Shanghai atau Beijing. Ia pun berhasil lulus ujian masuk kuliah di People's University of China.
Usai masuk kuliah di Beijing, Richard muda masih kesulitan karena masalah ongkos ke ibu kota yang mahal. Beruntung ia didukung oleh sahabat, keluarga, dan tetangga. Ada juga yang memberikan Richard telur karena tak bisa menyumbang uang.
Jurusan kuliah Richard Liu adalah sosiologi.
Ketika telur donasi mulai habis, Richard Liu mulai bekerja sebagai penulis surat bagi perusahaan yang tak punya mesin foto kopi, selain itu ia belajar programming komputer, serta memahami internet, dan lanskap e-commerce.
Ketika itu, China sedang membuka diri kepada kapitalisme. Dulu, engineer di bidang komputer masih jarang, sehingga kemampuan Richard Liu sangat berguna untuk mencari uang.
Advertisement
SARS
Richard Liu pernah mengalami kebangkrutan ketika membuka usaha restoran. Lokasi restoran itu di depan kampusnya, namun bangkrut dalam delapan bulan.
Ada cerita ketika ia menjadi pemilik restoran. Ternyata, kasir dan koki di restoran itu saling jatuh cinta, kemudian mencuri uang milik Richard Liu.
Usai lulus kuliah, ia mendapat kerja di perusahaan suplemen herbal Japan Life. Sembari kerja, ia juga kuliah di program eksekutif MBA (EMBA) di China Europe International Business School. Ia menyelesaikan studinya selama dua tahun, dan kariernya menanjak sebagai direktur komputer dan pelayanan.
Pada 2003, wabah SARS merebak. Warga Beijing pun ogah keluar rumah karena takut tertular virus mematikan tersebut.
Situasi saat itu mirip dengan pandemi COVID-19. Toko-toko pun tutup karena SARS. Richard Liu juga menutup tokonya, namun ia memakai kekuatan internet untuk memasarkan produk.
Ketika wabah mulai reda, dan toko-toko mulai buka, Richard Liu justru benar-benar menutup ritel offline-nya, dan sepenuhnya beralih ke online karena melihat potensi yang besar.
Richard Liu mengambil komputer tercepat di kantornya, kemudian mulai membuat JD.com. Ia sendiri yang menulis kode pertama di situs tersebut. Saat itu, ia rela begadang untuk menjawab telepon, bahkan mengirim pesan sendiri.
Memakai Drone
Situs Forbes mencatat bahwa JD.com fokus pada sistem pengiriman. Mereka bahkan memakai drone ke desa-desa.
Richard Liu merupakan orang terkaya di China nomor 32 berdasarkan daftar Forbes tahun 2022. Orang terkaya di sektor teknologi China adalah Ma Huateng, bos Tencent. JD.com juga beraliansi dengan Tencent dan Walmart.
Kini, Richard Liu bukan lagi pemimpin JD.com. Ia telah mundur pada April 2022.
Meski demikian, CNBC melaporkan bahwa Richard Liu tidak benar-benar pergi dari perusahaan yang ia bangun. Ia fokus pada pelatihan talenta muda, serta bisnis di desa-desa.
Ia digantikan oleh Lei Xu yang sebelumnya menjabat sebagai presiden JD.com.
Advertisement