Liputan6.com, Pekanbaru - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menggeledah kantor Perusahaan Listrik Negara Unit Induk Pembangunan Sumatra Bagian Tengah (PLN UIP Sumbagteng). Kegiatan ini bertujuan mencari alat bukti dugaan korupsi di perusahaan negara tersebut.
Saat ini, Kejati Riau mengusut dugaan korupsi jaringan listrik di Pekanbaru. PLN beberapa waktu lalu membangun saluran kabel tekanan tinggi di bawah tanah untuk Gardu Induk Garuda Sakti.
Baca Juga
Advertisement
Proyek bernilai ratusan miliar itu diduga tak berjalan sesuai aturan. Saluran yang dibangun diduga tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga berpotensi merugikan negara.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau Bambang Heripurwanto menjelaskan, kantor PLN UIP Sumbagteng itu berada di di Perum Citra Garden, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tuah Madani, Pekanbaru.
Penggeledahan berdasarkan izin atau penetapan penggeledahan dari Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Penggeledahan disaksikan disaksikan lurah dan sejumlah pegawai PLN.
Selain kantor PLN, penyidik juga menggeledah Kantor PT Twink Indonesia di Twink Center 7th Floor, Jalan Kapten Tendean Nomor 82 Jakarta Selatan. Perusahaan ini merupakan rekanan PLN dalam proyek tersebut.
Dari dua kantor ini, penyidik menyita beberapa dokumen terkait proyek tersebut. Dokumen itu dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas perkara.
"Penggeledahan dilakukan untuk menemukan barang bukti lain agar membuat terang penyidikan perkara ini," kata Bambang, Selasa malam, 31 Januari 2023.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rugikan Negara
Bambang menjelaskan, proyek itu berlangsung pada tahun 2019. Kala itu, PLN UIP Sumbagteng, khususnya Unit Pelaksana Proyek Jaringan Riau-Kepri membangun jaringan listrikbawah tanah.
Proyek ini bernilai Rp320 miliar lebih yang bersumber dari anggaran PLN. Proses tender dilakukan dengan sistem pelelangan terbatas dan dimenangkan oleh PT Twink Indonesia.
Dalam perjalanannya, nilai kontrak berubah menjadi Rp276 miliar lebih. Lalu dilakukan adendum pertama terkait perubahan nilai kontrak sebesar Rp306 miliar lebih, selanjutnya adendum kedua menjadi Rp309 miliar lebih.
Jaksa menemukan beberapa dugaan perbuatan melawan hukum yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara. Pasalnya proyek yang seharusnya sudah rampung itu belum selesai dan belum fungsional.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Riau Rizky Rahmatullah menduga proyek ini merugikan negara belasan miliar rupiah. Untuk pastinya, penyidik akan menggandeng auditor.
"Nanti penyidik libatkan ahli, sementara di angka belasan miliar dari perhitungan denda yang seharusnya diterima oleh negara," kata Rizky.
Nilai itu, kata Rizky dimungkinkan bertambah. Hal itu dilihat dari apakah tidak fungsional jaringan itu disebabkan karena tidak kesesuaian spek.
"Kalau misalnya ada fakta yang demikian, tentu akan menimbulkan nilainya kerugian negara yang lebih besar," kata Rizky.
Advertisement
Manipulasi
Rizky menjelaskan proyek ini bukan multiyears. Harusnya proyek selesai pada Januari tahun 2021.
"Tapi kita temukan sampai dengan berakhirnya waktu kontrak, itu pekerjaan tidak dilakukan pemutusan, tidak ada amandemen terhadap waktu juga," terang dia.
Belakangan setelah proyek ini diusut, penyidik menduga ada pembuatan dokumen tanggal mundur dan dokumen khusus untuk perpanjangan waktu sehingga terjadi amandemen kelima.
Berdasarkan informasi yang diterima penyidik, pekerjaan proyek sudah 96 persen. Jaringan pernah berfungsi pada line 1 dan 2 tapi belakangan tidak berfungsi lagi.