Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingat kembali waktu Indonesia kalah dalam gugatan soal nikel yang dilakukan oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Walaupun harus menelan rasa pahit tersebut, Jokowi mengingatkan kepada para jajarannya untuk tetap terus lakukan banding.
"Jangan tengok kanan kiri, tetap lurus, walau digugat tetap terus. Karena inilah negara berkembang menjadi negara maju," ujar Jokowi dalam acara Mandiri Investment Forum, di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Advertisement
Jokowi menilai apabila ingin menjadi negara maju, tentu harus hati-hati dan konsisten mengenai hilirisasi pertambangan. Walaupun nantinya ada gugatan dari negara manapun. "Digugat lagi tidak apa-apa, jangan mundur," tandasnya.
"Ya jangan kita hanya senang karena keberhasilan di nikel. Ya memang nikel menjadi sebuah contoh naiknya nilai tambah dari yang ekspor mentah dulu sebesar USD 1,1 miliar saat masih mengekspor mentah. Perkiraan saya di tahun 2022 itu nilai tambahnya sebesar USD 30 hingga 33 miliar," jelasnya.
Kepala negara itu menambahkan, pelarangan bauksit dan tembaga akan dimulai pada Juni 2023 mendatang. "Karena saya cek kemarin smelter freeport smelter NTB sudah lebih dari 50 persen jadi. Jadi berani kita stop," tandasnya.
Lebih lanjut, Jokowi memberikan alasan mengapa bauksit harus di stop pelarangan ekspor. Saat ini, Indonesia peringkat ketiga di dunia pada ekspor bahan mentah bauksit. Tetapi ekspor aluminium Indonesia ada pada peringkat 33 di dunia.
"Nomor 3 kok barang mentahnya? barang jadinya di nomor 33?," kata dia.
Indonesia Terlalu Nyaman
Menurutnya, Indonesia terlalu nyaman untuk melakukan ekspor mentah karena memang paling cepat mendapatkan keuntungannya dan tidak pusing memikirkannya. "Gali lagi bauksit, gali lagi nikel. Juga sama tidak mau mikir," tandasnya.
Kendati demikian, walaupun pelarangan ekspor bauksit sudah direncanakan, Jokowi melihat belum ada gugat dari negara lain.
"Hati-hati nanti bauksit kita stop ini, saya tengok tengok belum ada yang gugat. Karena kita dulu-dulu kita digugat itu takut banget. Waktu nikel digugat pada takut ya digugat siapkan lawyer yang baik. Tapi tetap kalah juga," tutur dia.
Advertisement
Kalah Gugat Nikel di WTO, Pengamat: Indonesia Harus Gencar Diplomasi
Pemerintah akan mengajukan banding jika kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel (nikel ore) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Ternyata hasil akhir dari gugatan tersebut dimenangkan oleh Uni Eropa. Alhasil Indonesia akan mengajukan banding terkait kasus gugatan larangan ekspor nikel.
Menanggapi, Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, menilai masalah menang atau kalah itu merupakan hasil yang perlu diperhatikan kembali, yang terpenting Pemerintah terus berupaya.
"Saya kira menang atau kalah itu adalah hasil akhir yang kita lihat nanti. Tapi, yang diperlukan saat ini adalah segala upaya dilakukan dalam rangka banding tersebut," kata Mamit kepada Liputan6.com, Senin (5/12/2022).
Menurutnya, Pemerintah harus berkomunikasi dengan semua pihak termasuk Uni Eropa terkait dengan gugatan yang mereka lakukan. Diplomasi harus terus dilakukan termasuk kepada pihak-pihak yang diuntungkan dengan kebijakan hilirisasi ini.
"Dengan adanya banyak dukungan,maka akan semakin membuat keyakinan untuk menang semakin besar. Selain itu, Pemerintah perlu mencari pengacara yang paham dan handal dalam melakukan banding tersebut," ujarnya.
Larangan Ekspor Nikel
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu Indonesia sedang menghadapi gugatan Uni Eropa soal kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Larangan ekspor nikel mentah memang menjadi perhatian serius pemerintah, tujuannya melipatgandakan nilai tambah ke dalam negeri.
Sesuai prediksi Presiden Joko Widodo, dia mengungkap ada kemungkinan Indonesia kalah dalam gugatan di WTO. Namun, ia menegaskan kalau hilirisasi dan industrialisasi nikel sudah berjalan.
Adapun substansi gugatan yang dilayangkan Uni Eropa di WTO adalah pemakaiam diksi 'melarang'. Artinya, bukan pada kegiatan ekspor sesuai dengan syarat sesuai ketentuan hilirisasi yang digadang di Indonesia.
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com
Advertisement