Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,75 persen pada Januari 2023. Selain itu, suku bunga Deposit Facility juga naik 25 bps menjadi 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono mengatakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia merupakan upaya pengendalian inflasi. Suku bunga acuan dinaikkan untuk mengurangi permintaan.
Advertisement
"Sebenernya kebijakan kenaikan suku bunga dilakukan untuk kurangi permintaan," kata Margo di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Rabu (1/2).
Margo menjelaskan gangguan rantai pasok yang terjadi saat ini telah mengakibatkan kenaikan inflasi. Sebab distribusinya bermasalah sementara permintaan produk tetap atau mengalami peningkatan.
"Kalau rantai pasok belum pulih dan permintaan terus meningkat, bisa ada inflasi," kata dia.
Hal inilah kata Margo yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir baik di tingkat global maupun dalam negeri. Terganggunya rantai pasok menyebabkan negara-negara di dunia mengalami kenaikan inflasi.
" Makanya negara itu melakukan kenaikan suku bunga untuk mengerem permintaan agar inflasi terkendali," kata dia.
Begitu juga dengan yang terjadi di Indonesia. Kenaikan inflasi direspon pemerintah dengan menaikkan suku bunga acuan. "Jadi ini sebagai respon dari bank sentral terhadap pengendalian inflasi," tutupnya.
Dampak Kenaikan Suku Bunga Sudah Terlihat, Ekonomi Melambat
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai kenaikan suku bunga acuan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Meski, penyesuaian suku bunga acuan ini juga mampu mengendalikan inflasi.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kementerian Keuangan Rahadian Zulfadin mengungkapkan, langkah yang dilakukan sejumlah negara mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga bisa jadi tantangan pertumbuhan ekonomi. Itu jadi tantangan baru pasca ada ancaman stagflasi yang menyasar sejumlah negara di dunia.
"Kemarin ada (ancaman) stagflasi, sekarang risikonya sudah sedikit bergeser, jadi inflasinya sudah sedikit terkendali tekanannya," kata dia dalam KAPj Goes to Campus: Economic and Taxation Outlook Year 2023, Rabu (25/1/2023).
"Tapi kemudian kita akan melihat bahwa respons kebijakan moneter yang sangat agresif di banyak negara untuk mengatasi inflasi yang sekarang akhirnya sudah menunjukkan hasilnya, cukup mereda itu, itu kemudian berdampak pada ekonomi yang melambat," sambungnya.
Rahadian menjelaskan, memang kebijakan semacam pengetatan suku bunga ini memiliki dampak yang cukup panjang. Dampaknya bisa berlangsung antara 2 kuartal hingga 1 tahun.
"Jadi kalau sekarang banyak negara terutama Amerika Serikat melakukan kebijakan moneter yang agresif, dampak ke ekonominya bisa kita rasakan 1 tahun kedepan," urainya.
Dia menyebut, melalui kebijakan ini, inflasi sudah berangsur menurun meski masih dalam posisi yang cukup tinggi. Seiring dengan pengetatan suku bunga yang dilakukan berbagai negara, termasuk Indonesia.
Advertisement
Cukup Moderat
Lebih lanjut, Rahadian mengungkap kalau kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia sendiri masih cukup moderat. Dengan langkah terbaru, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sepanjang 2022, BI sendiri sudah menaikkan sebesar 225 basis poin.
"Yang kalau dibandingkan dengan negara lain ini sebetulnya masih cukup moderat. Kita bisa berharap dari sisi pengetatan kebijaan suku bunga, dampaknya terhadap perekonomian domestik ini tidak terlalu besar," paparnya.
Ancaman lainnya yang membayangi adalah adanya dampak dari pandemi terhadap perekonomian yang masih belum sepenuhnya pulih.
"Dengan konteks tersebut, pandemi sudah berakhir, tapi scaring effect masih ada, tekanan inflasi dengan suku bunga berpotensi berdampak negatif ke perekonomian, kita melihat outlook pertumbuhan ekon global terus menurun," bebernya.