Liputan6.com, Singapura - Seorang remaja menjadi korban radikalisasi online di Singapura. Ia menjadi radikal usai awalnya menonton video-video penceramah berhaluan ekstrimis. Orang tuanya pun tak tahu anak mereka jadi korban radikalisasi.
Remaja berusia 18 tahun itu berambisi membangun Islamic State Singhafura. Ia ditangkap pada Desember 2022.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan laporan situs Kementerian Dalam Negeri Singapura, Kamis (2/3/2023), remaja bernama Irfan itu memulai jalan ekstrimisme melalui video-video Zakir Naik pada tahun 2020.
Zakir Naik merupakan penceramah terkenal, namun konten ceramahnya kerap kontroversial dan menyerang kelompok-kelompok lain. Zakir dilarang masuk ke Singapura. Selain menonton Zakir Naik, bocah itu menonton Ahmed Deedat.
Perjalanan radikalisasi online Irfan pun berlanjut hingga menonton propaganda ISIS. Ia pun main kagum dengan ISIS, video mujahideen, serta mulai mengambil foto layaknya ISIS.
"Sejak akhir 2021, Irfan juga mengembangkan keinginan untuk hidup di sebuah pemerintahan kekhalifahan Islam yang diperintah oleh syariah (hukum Islam," tulis situs Kementerian Dalam Negeri Singapura.
Bai'ah ISIS
Irfan juga ingin berangkat ke Nigeria untuk ikut berjuang demi Islamic State in West Africa Province (ISWAP). Jika tidak kesampaian, ia berniat ke Irak, Suriah, atau Marawi (daerah selatan Filipina) untuk ikut bertempur.
Selain itu, Irfan juga punya rencana untuk melakukan sumpah setia (bai'ah ) kepada ISIS. Ia punya agenda untuk mendeklarasikan Coney Island di Singapura sebagai wilayah ISIS, serta berharap agar ia diakui sebagai afiliasi resmi ISIS.
"Irfan percaya bahwa itu adalah tanggung jawab agamanya untuk menyebarkan ideologi ISIS," tulis Kemendagri Singapura. Ia pun merencanakan untuk terus menyebarkan ideologi ISIS secara online agar bisa merekrut lebih banyak anggota.
Orang Tua Tidak Tahu
Irfan juga mempertimbangkan untuk mengebom makam Keramat Habib Noh yang berada di Masjid Haji Muhammad Salleh. Ia menyebut lokasi makam itu tidak Islami. Cara membuat bom juga Irfan pelajari di internet, meski rencana bom belum dilaksanakan.
Sejauh ini, Departemen Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Department) di Singapura menyatakan bahwa Irfan masih bergerak sendirian. Keluarganya juga tak tahu anaknya teradikalisasi.
Irfan berhasil diciduk beberapa hari sebelum mengklaim Coney Island sebagai wilayah ISIS. Remaja itu dianggap ancaman serius di Singapura.
Singapura berkata kasus Irfan mencerminkan bahaya radikalisasi anak-anak muda.
"Kasus ini menggarisbawahi tren radikalisasi pemuda yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir, dan ancaman serangan lone-actor terhadap target-target yang mudah diserang dengan memakai senjata yang sederhana dan mudah didapat," tulis Kemendagri Singapura.
Pemerintah pun menegaskan bahwa ancaman terorisme masih ada di Singapura. Warga diminta waspada jika melihat tanda-tanda orang disekitarnya teradikaliasi agar bisa mencegah adanya tragedi.
Sejumlah tanda-tanda radikalisasi yang disorot pemerintah Singapura adalah:
1. Sering mengunjungi situs-situs radikal
2. Memposting/membagikan pandangan ekstrimis di media sosial, termasuk mendukung kelompok teroris
3. Berbagi pandangan ekstrimis kepada sahabat dan saudara
4. Membuat ucapan-ucapan dengan niat buruk atau kebencian terhadap ras/agama lain
5. Mengungkap niat untuk berpartisipasi pada kekerasan di luar negeri atau di dalam negeri
6. Mengajak orang lain untuk ikut berbuat kekerasan
Nomor hotline Singapura bila ingin melapor soal radikalisasi adalah 1800-2626-473 (1800-2626-ISD).
Advertisement
Densus 88 Tangkap Seorang Terduga Teroris Simpatisan ISIS di Jogja
Sebelumnya dilaporkan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kembali menangkap seorang terduga teroris. Penangkapan kali ini dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, penangkapan terduga teroris ini dilakukan Densus 88 pada sekitar pukul 06.00 WIB, hari ini, Minggu (22/1/2023).
"Pada hari ini Minggu, 22 Januari 2023 pukul 06.00-09.00 WIB telah dilakukan penangkapan terhadap 1 orang target tindak pidana terorisme berinisial AW (39)," kata Ramadhan dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (22/1/2023).
Dia menjelaskan, Polri menduga, AW merupakan simpatisan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang aktif mengunggah gambar dan video propaganda kelompok teroris itu di media sosial.
"Serta memposting seruan provokatif untuk melakukan aksi teror," jelas Ramadhan.
Jenderal bintang satu ini menyebut, keinginan AW diketahui ingin melakukan teror dengan menggunakan bahan peledak.
"Adanya keinginan melakukan aksi teror dengan menggunakan bahan peledak," sebut Ramadhan.
Sebelumnya, Densus 88 juga menangkap tiga terduga teroris. Penangkapan dilakukan di dua wilayah berbeda yakni Jakarta dan Tangerang Selatan.
Hal itu dibenarkan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
"Pada hari Jumat tanggal 20 Januari 2023 telah dilakukan penangkapan terhadap tiga tersangka tindak pidana terorisme," tutur Ahmad kepada wartawan, Jumat 20 Januari 2023.
Jaringan NII
Para terduga teroris tersebut adalah AS dari jaringan Negara Islam Indonesia (NII) ditangkap di Jakarta Utara, ARH ditangkap di Jakarta Selatan, dan SN ditangkap di Tangerang Selatan, Banten.
"Kedua dan ketiga adalah DPO penangkapan Maret 2021 kelompok ormas yang sudah dibubarkan di Condet, yang berencana melakukan pembuatan bom dan akan digunakan dalam aksi teror, namun berhasil digagalkan pada tahun 2021," jelas dia.
Adapun diketahui kelompok ormas yang telah dibubarkan tersebut adalah Front Pembela Islam (FPI). Ahmad belum merinci lebih jauh perihal operasi penangkapan terduga teroris tersebut.
"Perkembangan nanti di-update kembali," kata Ahmad.
Advertisement