Sidang Vonis Putri Candrawathi Digelar 13 Februari 2023

Pada agenda tersebut, sang suami Putri Candrawathi, Ferdy Sambo juga akan mendengarkan putusan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 02 Feb 2023, 15:22 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (2/2/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan duplik oleh penasihat hukum terdakwa. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Putri Candrawathi telah menyelesaikan agenda duplik, dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Usai mendengarkan sejumlah bantahan dari replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kini saatnya Majelis Hakim membacakan jadwal agenda putusan terhadap istri dari eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tersebut.

"Tiba lah majelis akan mengambil putusan," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso membuka kalimatanya usai mendengar duplik di di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).

Setelah berkonsultasi dengan hakim anggota, hakim ketua menyatakan jadwal dari sidang vonis Putri Candrawathi akan dibacakan pada dua pekan lagi atau tepatnya 13 Februari 2023.

"Putusan akan kami bacakan pada 13 Februari," jelas Wahyu.

Diketahui, pada agenda tersebut sang suami, yakni Ferdy Sambo juga akan mendengarkan putusan terhadapnya. Artinya, pasangan suami istri ini akan divonis terhadap kejahatan yang mereka perbuat di hari yang sama.

Meski begitu, belum diketahui, apakah putusan akan dijalankan secara bersama atau terpisah oleh majelis hakim.

Sebelumnya diberitakan, Putri sendiri dituntut oleh JPU selama delapan tahun. Tuntutan ini menuai kontroversi sebab lebih rendah daripada Richard Eliezer yang bertindak sebagai justice collaborator dengan tuntutan selama 12 tahun penjara.

 


Jaksa Dinilai Hanya Berasumsi

Pengacara dari Putri Candrawathi, Febri Diansyah mengatakan terdapat 11 poin dari jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya berupa asumsi terhadap persidangan kasus dugaan pembunuhan Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Salah satu dari 11 poin asumsi JPU tersebut adalah soal kekerasan seksual yang dialami Putri.

"Asumsi penuntut umum yang menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak terjadi pada terdakwa, meskipun fakta di persidangan mengungkapkan terdakwa benar-benar mengalami kekerasan seksual. Hal tersebut didukung dengan 4 jenis alat bukti yang terungkap di muka persidangan dan bersesuaian satu dengan lainnya," yakin Febri dalam membacakan duplik (Duplik  jawaban tergugat atas replik) kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).

Poin kedua, Febri memastikan apa yang disampaikan JPU hanya didasarkan pada penggalan satu keterangan saksi yang berdiri sendiri dan tidak bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya.

Ketiga, lanjut Febri, asumsi JPU yang menyatakan bahwa penasihat hukum ikut berkontribusi mempertahankan kebohongan yang dibangun oleh terdakwa faktanya tidak ada satupun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut.

"Poin D, asumsi penutup umum yang menyatakan telah menggunakan semua alat bukti yang dikemukakan di persidangan dengan konsisten dan tidak berubah hal ini tidak sesuai dengan fakta yang muncul di proses persidangan.

Febri menambahkan, asumsi JPU juga menyatakan keterangan Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf tidak dapat diakui kebenarannya karena mengandung ketidakjujuran. Namun anehnya, faktanya tidak ada satupun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut dan dalam bagian lain JPU justru masih menggunakan keterangan dua saksi tersebut.

"Poin F, asumsi JPU menyatakan tim penasehat hukum terdakwa saudara FS dan tim penasehat hukum saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi kuat Ma'ruf adalah tim penasehat hukum yang sama dan mempunyai satu pemikiran yang sama sehingga tidak dapat diakui kebenarannya adalah dalil-dalil yang tidak benar dan emosional karena faktanya memang keliru," tegas Febri.

Infografis Tuntutan Pidana Richard Eliezer Lebih Tinggi dari Putri Candrawathi. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya