Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan alasan produk impor kerap berharga murah, karena banyak efisiensi. Satu hal penting lagi, penyebab sebuah produk murah karena negara tersebut tidak ada pungutan liar (pungli).
"Produknya murah dihasilkan dari negara yang efisien," ujar Sri Mulyani saat menyampaikan kuliah umum di STKIP PGRI Sumenep, Madura, Jawa Timur, Kamis (2/2).
Advertisement
Efisiensi, kata Sri Mulyani, dapat diperoleh dari banyak hal. Misalnya, efisiensi dari ongkos buruh, distribusi teknologi yang baik, harga listrik yang terjangkau, biaya transportasi yang ekonomis. Komponen ini kemudian disebut sebagai high cost.
Kemudian dari sisi distribusi produk ekspor juga, Sri Mulyani meyakini harga produk tersebut murah karena tanpa adanya pungutan liar.
"Untuk distribusi mulai dari pabrik ke pelabuhan sampai ekspor dia enggak mengalami pungutan-pungutan liar, itu akan menyebabkan produk dia menjadi kompetitif," pungkasnya.
Beranjak dari kondisi tersebut, dia menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya agar produk Indonesia dapat bersaing dengan produk-produk impor. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu menyederhanakan proses perizinan.
Dia memberi contoh satu kasus tembakau yanh dihasilkan dari petani lokal tidak dapat bersaing dengan tembakau impor. Maka kebijakan yang diambil pemerintah yaitu melarang impor tembakau sebelum membeli tembakau hasil dari petani lokal.
"Jadi setiap masalah, persoalannya itu jawabannya bisa di berbagai level, ada masalah kebijakan, memberikan subsidi," pungkasnya.
Beras Impor Lebih Murah dan Lebih Baik daripada Dalam Negeri, Kok Bisa?
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini diklaim tidak impor beras. Hal ini lantaran pasokan beras yang dimiliki Perum Bulog cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Namun demikian, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengakui kualitas beras impor lebih baik dibanding dengan produksi dalam negeri.
Dari sisi harga pun demikian. Di mana, harga beras impor lebih murah dibanding lokal.
"Kalau dibandingkan impor, jauh lebih murah dan kualitas lebih baik," ujar Budi Waseso saat rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin (17/1/2022).
Dia menjelaskan, meski harga beras luar negeri jauh lebih murah pihaknya tetap memilih membeli beras petani. Hal ini karena, keberpihakan perusahaan pelat merah itu terhadap petani.
"Tetapi kalau kita pilih itu (beras impor), kita tidak berpihak pada petani," katanya.
Permasalahan kualitas beras memang kerap ditemukan di lapangan. Misalnya, ada beberapa wilayah yang penyerapan berasnya rendah sebab, kualitasnya dibawah rata-rata. Salah satunya kadar air yang dibawah standar, yang bila dipaksa diserap Bulog akan cepat busuk.
"Beberapa wilayah tidak bisa maksimal menyerap, karena ada standar yang ditetapkan. Misalnya itu kadar air," kata Budi Waseso.
Advertisement
3 Tahun Tak Impor Beras
Budi Waseso menambahkan, petani seharusnya didukung dengan fasilitas teknologi memadai agar kualitas beras yang dihasilkan bisa maksimal. "Ini bukan semata-mata kesalahan dari petani. Tetapi bagaimana dukungan teknologi," jelasnya.
Budi Waseso melanjutkan, meski ada masalah pada kualitas beras dalam negeri, Bulog terus berupaya menyerap beras petani dengan harga yang ditentukan pemerintah. Hal ini yang kemudian membuat Indonesia tidak mengimpor beras tiga tahun terakhir.
"Tiga tahun berturut-turut kami tidak impor beras. Kami berpihak pada petani. Kami yakin produksi dalam negara memadai dan mencukupi," tandasnya.