Profil HM Sampoerna, Berawal Usaha di Rumah, Kini Jadi Emiten Rokok Terbesar di Indonesia

PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), salah satu perusahaan rokok tertua di Indonesia dan mencatatkan kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Feb 2023, 17:54 WIB
PT HM Sampoerna Tbk, perusahaan rokok terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 1913. (Foto: Dok PT HM Sampoerna Tbk)

Liputan6.com, Jakarta - PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) atau disebut HM Sampoerna telah menjadi bagian penting dari industri tembakau Indonesia selama lebih dari seratus tahun sejak berdiri pada 1913, dengan produk legendaris Dji Sam Soe atau dikenal dengan “Raja Kretek”.

Sampoerna memproduksi, memasarkan, dan mendistribusikan rokok di Indonesia, meliputi Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Beberapa produk Sampoerna antara lain, Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau, dan Sampoerna A. Sampoerna juga mendistribusikan produk PT Philip Morris Indonesia (PMID), Marlboro, di Indonesia.

Selain itu, Sampoerna juga melakukan uji pasar terbatas untuk produk inovasi bebas asap dengan merek IQOS sejak Maret 2019 untuk mempelajari potensi pasar dan perilaku perokok dewasa terhadap IQOS maupun batang tembakau HEETS. Sampoerna juga meluncurkan produk bebas asap berbentuk kantong nikotin hisap yang dipasarkan dengan merek SHIRO by Sampoerna di Jakarta dan sekitarnya.

Dengan kantor pusat di Surabaya serta kantor perwakilan di Jakarta, perseroan memproduksi rokok di tujuh fasilitas produksi. Dua fasilitas (SKM) di Pasuruan, Jawa Timur dan Karawang, Jawa Barat. Lalu lima fasilitas produksi SKT di Surabaya, Malang dan Probolinggo.

Sampoerna memiliki lebih dari 20.900 karyawan tetap di perusahaan dan anak-anak perusahaannya. Selain itu, Sampoerna juga bekerja sama dengan 38 Mitra Produksi Sigaret yang pabriknya tersebar di pulau Jawa dan secara bersama-sama mempekerjakan sekitar 44.900 karyawan dalam memproduksi produk-produk Sigaret Kretek Tangan Sampoerna. Perusahaan menjual dan mendistribusikan rokok melalui 110 kantor penjualan dan kantor distribusi di seluruh pelosok Indonesia.

 


Sejarah HM Sampoerna

Aktivitas di pabrik sigaret kretek tangan (SKT) PT HM Sampoerna Tbk di Surabaya, Kamis (19/5). HMSP mendapat rekor MURI dengan kecelakaan kerja nihil selama 20 tahun (1996-2006). (AFP Photo/Juni Kriswanto)

Pada 1913, Liem Seeng Tee memulai usahanya dengan memproduksi dan menjual produk sigaret kretek tangan (SKT) di rumahnya di Surabaya. Usaha kecilnya itu merupakan salah satu usaha pertama di Indonesia yang membuat dan memasarkan SKT dengan merek Dji Sam Soe.

Setelah usahanya berkembang, Liem Seeng Tee kemudian mendirikan perusahaan dengan nama Sampoerna pada 1930, dan memindahkan keluarga serta pabriknya ke sebuah kompleks bangunan di Surabaya, yang kemudian diberi nama ‘Taman Sampoerna’. Hingga saat ini, Raman Sampoerna masih aktif memproduksi SKT milik Sampoerna.

Pada 1959, bisnis Sampoerna dilanjutkan oleh generasi kedua dari keluarga Sampoerna, yaitu Aga Sampoerna. Dia memfokuskan usaha pada produksi SKT dengan melahirkan Sampoerna Hijau, atau yang dikenal dengan Sampoerna Kretek.Pada 1989, perusahaan meluncurkan merek Sampoerna A yang merupakan produk sigaret kretek mesin (SKM).

 


IPO dan Aksi Korporasi

Sejumlah pekerja wanita beraktivitas di PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP)Tbk, Surabaya, Kamis (19/5). HMSP mendapat rekor MURI dengan kecelakaan kerja nihil selama 20 tahun (1996-2006). (AFP Photo/Juni Kriswanto)

Dua tahun berselang, pada 1990, Sampoerna menjadi perusahaan publik dan mulai mengembangkan struktur perusahana modern serta menjalani periode investasi dan ekspansi.

Dalam rangka IPO, perseroan menerbitkan 27 juta saham baru dengan nilai nominal Rp 4 per saham. Harga IPO dipatok sebesar Rp 12.600 per saham, sehingga perseroan berhasil mengantongi dana segara Rp 340,2 miliar dari IPO.

Melihat keberhasilan usaha yang kontinyu, Sampoerna rupanya berhasil menarik perhatian Philip Morris International Inc (PMI). Ketertarikan itu membuat anak usaha PMI, PT Philip Morris Indonesia (PMID) melakukan akuisisi terhadap mayoritas saham Sampoerna pada Mei 2005. Setahun setelah akuisisi, Sampoerna mengambil posisi nomor satu dalam pangsa pasar rokok di Indonesia.

Pada 2015, Sampoerna menyelesaikan rights issue untuk memenuhi syarat bagi perusahaan publik, di mana sedikitnya 7,5 persen dari modal disetor harus dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama.

Setelah IPO, saham Sampoerna terpantau terus melejit. Hingga pada 2016 perseroan memutuskan untuk melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dengan rasio 1:25 agar harga saham lebih terjangkau bagi investor ritel.

Pada perdagangan Rabu, 1 Februari 2023, saham HMSP ditutup naik 5,13 persen ke posisi 1.025 per saham. Kapitalisasi pasar mencapai Rp 119,23 triliun. Dalam satu tahun terakhir, saham HMSP telah naik 8,47 persen.


Kinerja HM Sampoerna

Sejumlah pekerja wanita beraktivitas di PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP)Tbk, Surabaya, Kamis (19/5). HMSP mendapat rekor MURI dengan kecelakaan kerja nihil selama 20 tahun (1996-2006). (AFP Photo/Juni Kriswanto)

PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) membukukan kinerja keuangan beragam sepanjang sembilan bulan pertama 2022. PT HM Sampoerna Tbk mencatat pertumbuhan penjualan bersih, tetapi laba merosot hingga September 2022. Perseroan meraup penjualan bersih Rp 83,39 triliun hingga September 2022.

Penjualan bersih naik 15 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 72,51 triliun. Sementara beban pokok penjualan tercatat naik 18,58 persen menjadi Rp 70,89 triliun hingga September 2022. Pada periode sama tahun sebelumnya Rp 59,78 triliun. Laba kotor tercatat Rp 12,50 triliun hingga kuartal III 2022. Laba kotor tersebut turun 1,8 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 12,73 triliun.

Perseroan mencatat beban penjualan naik 0,30 persen menjadi Rp 4,71 triliun hingga kuartal III 2022 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,69 triliun. Beban umum dan administrasi bertambah 21,5 persen menjadi Rp 1,69 triliun hingga September 2022 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 1,38 triliun.

Dengan melihat kondisi itu, perseroan membukukan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk merosot 11,74 persen menjadi Rp 4,90 triliun hingga September 2022 dibanding periode yang saham tahun sebelumnya sebesar Rp 5,55 triliun. Perseroan membukukan laba per saham dasar dan dilusi turun menjadi Rp 42 hingga September 2022 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 48.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya