Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir tengah menunggu hasil proses penyidikan tata kelola dana pensiun, atau dapen BUMN dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebanyak 65 persen dana pensiun BUMN bermasalah gara-gara dikelola oleh para pensiunan.
Advertisement
Staf Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, pihaknya tengah menunggu hasil investigasi audit dari KPK. Sama halnya seperti saat Kementerian BUMN menanti hasil penyidikan laporan perusahaan pelat merah sakit di Kejaksaan.
"Kita tinggu KPK. Sama seperti kita memberikan kepada Kejaksaan data-data, setelah itu Kejaksaan memproses. Kami pun pada saat itu tidak tahu, agak surprise-surprise juga akibatnya," ujarnya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2/2023).
"Karena kan beda ya kita laporan investigasi kita audit, kalau sudah ranah hukum kan beda. Dulu tuh kalau kita lihat Kejaksaan banyak surprise-nya. Jadi kalau KPK ya kita lihat, yang pasti sudah kita berikan untuk dapen itu," imbuhnya.
Ke depan, Arya melanjutkan, Kementerian BUMN bakal memperketat sisi tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG), kemudian keterlibatan dari BUMN bersangkutan dalam mengelola investasi dana pensiun karyawan BUMN.
"Maaf, dapen banyak diisi sama pensiunan yang memang bukan ahli juga dalam investasi," imbuh dia.
Sehingga, pasca hasil penyidikan Kejaksaan keluar, Arya ingin direktur keuangan dan human capital di perusahaan BUMN turut terlibat dalam pengelolaan dana pensiun para karyawan pelat merah.
"Ini cara pak Erick (Thohir) supaya ada jaminan bagi dapennya bisa bayar pensiun karyawannya. Kan kasihan juga kalau karyawan tidak terima manfaat gara-gara ada masalah manajemen dapennya tidak benar," tuturnya.
65 Persen Dana Pensiun BUMN Bermasalah, Pengamat Usul Diurus Satu Badan
Pengelolaan dana pensiun BUMN tengah menjadi sorotan belakangan ini. Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir mencatat ada 65 persen dana pensiun (dapen) BUMN yang bermasalah.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan audit menyeluruh di pengelolaan dana pensiun BUMN. Tak berhenti di sana, ada langkah yang perlu dilakukan secara lebih konkret agar pengelolaan bisa lebih terawasi.
Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Nailul Huda mengusulkan kalau pengelolaan dapen BUMN dilakukan oleh 1 badan. Artinya, ada 1 BUMN yang khusus mengurusi dapen BUMN ini.
Dia menyebut, pengelolaan dapen di perusahaan pelat merah saat ini berbeda-beda. Artinya, ada kemampuan yang juga berbeda dari setiap BUMN, maka, menyatukan pengurusan dapen bisa jadi opsi menarik.
"Alangkah baiknya juga ya dijadikan satu saja pengelolaan dana pensiun karyawan BUMN ini agar bisa lebih likuid. Tapi harus diaudit dulu," katanya kepada Liputan6.com, Minggu (28/1/2023).
Huda memandang, banyaknya perusahaan BUMN membuat sistem pengelolaan dapen menjadi berbeda-beda. Hal ini menjadikan pengelolaan dana tidak akan sama, pasti akan ada yang buruk pengelolaannya, ada pula yang baik.
Dengan demikian tingkat likuiditasnya pun akan berbeda, dimana perusahaan yang mengelolaan dana pensiun dengan baik maka likuiditasnya akan baik pula. Dari sisi kapasitas, masing-masing BUMN pun memiliki kapasitas berbeda.
"Maka dari itu, sudah sewajarnya dilakukan audit untuk masing-masing BUMN mengenai pengelolaan dana pensiun," kata dia.
Advertisement
Dibentuk Holding
Huda menyebut, dalam membuat pengelolaan dapen BUMN terintegrasi perlu dilakukan oleh satu perusahaa. Dalam kata lain bisa dibentuk salah satu holding.
Dia menilai, pengurusan dapen BUMN bisa masuk ke Indonesia Financial Group atau IFG. Ini merupakan Holding BUMN Jasa Asuransi dan Penjaminan yang memiliki 9 perusahaan sebagai anggota holding.
"Nanti mungkin bisa digabung ke IFG," katanya.
Huda menilai, bentuknya bisa saja nanti lembaga dapen BUMN masuk di bagian IFG, dan IFG menjadi sentral pengelolaan asuransi. Harapannya, pengawasan pengelolaan dapen BUMN akan lebih terarah.
"Bisa jadi akan seperti itu, IFG diandalkan untuk pengelolaan asuransi dan pensiun nantinya. Holding yang perlu sih ini," pungkas Nailul Huda.