Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Arif Rachman Arifin menegaskan tidak mengetahui peristiwa pembunuhan Brigadir J selama mengikuti perintah atasan, dalam rangka penanganan CCTV di Komplek Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Sampai dengan akhirnya dia menyaksikan kejanggalan dalam isi rekaman lingkungan rumah Ferdy Sambo.
“Bahwa sejak tanggal 8 Juli 2022 sampai dengan saya dipatsus tanggal 8 Agustus 2022, saya tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti tentang peristiwa apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah Duren tiga nomor 46,” tutur Arif Rachman saat pembacaan nota pembelaan atau pledoi kasus obstruction of justice perkara kematian Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (23/2/2023).
Advertisement
“Kegiatan yang saya laksanakan hanya berdasarkan perintah dari pimpinan saya, dan saya pribadi tidak pernah merasa ada kejanggalan sampai saya menonton copy CCTV pada 13 Juli dini hari,” sambungnya.
Menurut Arif Rachman, saat itu tidak ada pengetahuan apapun tentang fakta sebenarnya kasus kematian Brigadir J, serta tidak ada pilihan lain selain menjalankan perintah dari Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri yang masih sah menjabat.
“Jika pun saya merasa ada kejanggalan atau ketidaksesuaian, dan oleh karenanya juga terdapat sedikit keberanian saya, akan tetapi saat itu saya merasakan benturan antara logika, nurani, khawatir, cemas, ragu, dan mungkin kepatuhan pada pimpinan dan institusi telah menguasai saya dan melebihi segalanya, sehingga sikap diam adalah sikap yang saat itu saya angap paling tepat untuk saya ambil,” ujarnya.
Arif Rachman menyatakan, semua pernyataan yang telah disampaikannya di muka persidangan adalah kondisi sesungguhnya dari apa yang dialaminya dengan sebenar-benarnya.
“Sungguh fitnah yang selama ini diberikan ke saya yaitu saya mengetahui tentang peristiwa yang terjadi di tanggal 8 juli 2022 terus terang membuat saya sedih. Seandainya saya sudah diberi tahu atau sudah mengetahui sedari awal oleh saudara Ferdy Sambo tentang peristiwa yang terjadi, mungkin saya tidak akan berani menjalankan perintah atasan dari saudara Agus Nurpatria maupun saudara Hendra Kurniawan,” Arif Rachman menandaskan.
Arif Rachman: Saya Gagal Atasi Ketakutan, Kekuatan Tidak Baik Menekan Mental Saya
Arif Rachman juga meminta maaf kepada Institusi Polri, baik terhadap senior yang telah menjadi guru, membimbing, serta mengayomi sejak awal perjalanan karirnya di kepolisian, juga junior dan rekan seangkatan yang dikecewakan, bahkan memberikan contoh tidak baik kepada mereka.
“Kepada seluruh masnyarakat Indonesia yang merasa terpukul dan kecewa karena peristiwa ini, pemimpin bangsa Indonesia, serta para pemimpin Institusi penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Mohon agar pintu maaf untuk Saya dibuka selebar-lebarnya,” jelasnya.
Arif Rachman menyatakan, tidak sedikitpun terbersit bisa melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Selama ini dia hanya bekerja, menjalankan perintah atasan sambil meyakini bahwa melaksanakan tugas adalah ibadah.
“Saya telah menyadari bahwa saya gagal mengatasi ketakutan saya, saya salah karena telah membiarkan kekuatan yang tidak baik berhasil menekan mental saya dan ancaman menguasai akal sehat sehingga saya tidak melangkah maksimal dan saya hanya bisa memilih diam pada saat itu,” Arif Rachman menandaskan.
Advertisement
Takut ke Ferdy Sambo
Terdakwa Arif Rachman Arifin tak kuasa menahan tangis kala mengingat pesan dari istrinya untuk hati-hati dalam memberikan keterangan. Pesan itu diberikan saat Arif mulai berani memberikan keterangan berbeda dengan Ferdy Sambo di sidang.
Pengakuan itu berawal dari Arif yang hadir sebagai terdakwa dalam perkara obstruction of justice pembunuhan Brigadir J. Pada saat ditanya soal alasan ia awalnya tak menceritakan soal CCTV di mana Brigadir J masih hidup ketika Ferdy Sambo datang.
"Saya disini melihat TKW bilang ada antara ancaman dan takut. 70 persen takut, ini kan dari jarak nonton itu kan agak lama ya. Ini apa yang membuat saudara enggak mengatakan?" tanya tim penasihat hukum Arif saat sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (13/1/2023).
"Takut. Saya kemarin saja pak hakim Yang Mulia," kata Arif yang langsung menangis dengan tangan menyeka matanya.
"Gini, saya mau beritahu saudara, kenapa saudara kami minta pertama karena saya melihat kejujuran di saudara. Saya bisa memahami bagaimana perasaan saudara. Itu sebabnya ya, itu lah sebabnya biar perkara ini menjadi terbuka harapan kami begitu sebenarnya," jelas Hakim Ketua Ahmad Suhel menenangkan.
"Itu sebabnya pada awal pertanyaan apa bantahan saudara terhadap FS. Itu kami minta kepada saudara untuk yang pertama kita periksa, silakan dibuka apa yang harus saudara buka di sini," lanjut Hakim.
Sambil menangis, Arif mengaku sangat takut dengan Ferdy Sambo jika bercerita jujur tentang kasus kematian Brigadir J. Ditambah, istrinya khawatir dan meminta agar Arif lebih berhati-hati dalam memberikan keterangan.
"Rasa takut itu besar Yang Mulia. Kemarin ketika saya ceritakan beda dengan Pak Ferdy Sambo aja terus terang saya takut, istri saya sempat bilang ingat pak anak-anak, bayangkan ajudan aja bisa dibunuh. Gimana saya gak kepikiran," ungkapnya.
"Berarti lebih besar takut ya?" timpak Hakim.
"Betul," singkat Arif dengan nada terisak.