Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan seksual marak terjadi. Korban dan pelakunya tak mengenal usia. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 1 Januari 2022 menunjukkan bahwa enam persen dari total korban kekerasan, yakni 145 kasus kekerasan, adalah anak usia dini (0--5 tahun).
"Kekerasan seksual merupakan kasus kekerasan paling tinggi di antara kasus kekerasan lain seperti fisik, psikis, eksploitasi, penelantaran, dsb," kata Komalasari, Plt. Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Kamis, 2 Februari 2023.
Baca Juga
Advertisement
Kekerasan seksual, sambung Iwan, merupakan salah satu dari tiga dosa pendidikan yang sedang diintensifkan pencegahannya oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka). Dua lainnya adalah intoleransi dan perundungan.
Urgensinya yang tinggi membuat pendidikan seks perlu diberikan sejak anak usia dini. Komalasari menyebut pendidikan seks itu sebagai upaya mitigasi dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual, khususnya pada anak-anak. "Seperti halnya bencana, kita tidak mengharapkan bencana. Namun, kita perlu memberikan pendidikan pengurangan resiko bencana sebagai upaya mitigasi," ia menjelaskan.
Salah satu bentuk pendidikan seks yang bisa diajarkan pada anak usia dini adalah pengenalan mengenai cara menjaga diri dari kekerasan seksual. Hal itu, sambung Komalasari, bisa dimulai dengan mengenalkan anak soal bagian-bagian tubuhnya, bagaimana merawat, serta menjaganya.
"Anak juga dikenalkan mana bagian tubuh anak yang boleh disentuh atau dilihat oleh orang lain serta oleh siapa saja dan mana bagian tubuh yang tidak boleh dilihat atau disentuh oleh orang lain. Dengan demikian, anak dapat mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain untuk membedakan sentuhan yang boleh dan tidak boleh," terang dia.
Sedini Mungkin
Iwan juga menerangkan bahwa baik anak dan orang dewasa di sekeliling anak juga perlu diajarkan mengenai persetujuan. Anak semestinya menyadari hak atas tubuhnya sehingga bila ada orang lain, terutama orang yang lebih tua ingin menyentuh, mencium, memeluk, atau mencubit, dia bisa berkata 'tidak mau'.
"Hal ini perlu ditekankan, termasuk orang dewasa di sekitar anak, terutama guru dan orangtua anak sendiri, untuk meminta persetujuan anak ketika ingin menyentuh anak dengan kasih sayang," ujar Komalasari.
Berbekal pengetahuan itu, sambung dia, anak diharapkan dapat mengenali apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya sehingga anak dapat menjaga dirinya. Anak juga dapat segera mencari pertolongan jika mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan seperti misalnya ada orang lain yang menyentuhnya di bagian privat.
"Hal ini sangat penting karena pelaku kekerasan seksual pada anak usia dini menurut data kebanyakan justru adalah orang terdekatnya, orang yang sudah dikenalnya, sehingga anak seringkali tidak tahu apa yang terjadi ketika orang terdekatnya malah menyakitinya," dia mengingatkan.
Lalu, kapan pendidikan seks itu semestinya mulai diberikan? Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana menjawab, "Sedini mungkin sebelum pubertas."
Advertisement
Bukan Hal Tabu
Pendidikan seks perlu diajarkan baik di rumah maupun di PAUD. Komalasari menyatakan guru dan orangtua dapat bekerja sama untuk terus menyampaikan informasi tersebut di sekolah dan di rumah sehingga anak dapat belajar untuk menjaga dirinya.
"Peran orang dewasa adalah membantu anak membekali diri agar bisa membantu dirinya sendiri," kata Komalasari.
Meski begitu, ia juga menyadari bahwa banyak orang dewasa, baik orangtua maupun guru, merasa belum perlu memberikan pendidikan seksual kepada anak usia dini. "Karena merasa isu ini bukan hal yang dekat dengan mereka," ucapnya.
Padahal, Vera mengingatkan bahwa hal itu sudah menjadi salah satu kebutuhan dalam edukasi anak usia dini agar mereka dapat lebih menghargai dirinya dan lebih mawas melindungi diri saat orangtua tidak ada di sampingnya. Lagi pula, pendidikan seks ini tidak semata bicara tentang hubungan seks.
"Orangtua perlu mulai mengubah pemikiran bahwa hal ini adalah sesuatu yang tabu karena anak-anak butuh dan ortu-lah pendidik pertama dan utama dalam hal ini. Mulailah dengan mengajarkan anak tentang nama kelaminnya dengan nama yang benar. Ajarkan anak tentang bagian tubuh pribadi yang tidak boleh dilihat atau disentuh oleh orang lain," urai Vera.
Kalau pun anak bertanya soal isu seks lebih jauh, orangtua bisa menanggapinya dengan dua cara. Pertama, mulai dengan penjelasan umum dan sederhana yang disesuaikan dengan usia anak. Kedua, orangtua boleh menunda jawaban jika belum siap. "Tapi tetap, harus dijawab pada waktu yang dijanjikan pada anak. Gunakan istilah yang benar," sambung Vera.
Pembekalan Orangtua dan Guru
Vera mengatakan pendidikan seks diperlukan agar anak paham tentang konsekuensi dari perilaku-perilaku yang tidak diinginkan sehingga anak tahu bagaimana menghindarinya. Pendidikan seks dari orangtua juga membuka komunikasi antara anak dan orangtua. "Komunikasi yang baik juga akan membantu pencegahan tersebut," imbuhnya.
Di sisi lain, pencegahan kekerasan seksual juga merupakan salah satu indikator dalam pengembangan layanan PAUD berkualitas melalui pengembangan lingkungan belajar yang aman, baik secara fisik maupun psikis. Kemdikbud Ristek dalam hal ini sudah mengeluarkan berbagai norma prosedur kriteria (NPK) yang menjadi rujukan bagi PAUD untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan PAUD.
"Direktorat PAUD melalui program prioritas seperti Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif (PAUDHI), Perencanaan Berbasis Data (PBD) maupun Program Sekolah Penggerak (PSP) memberikan dukungan kepada satuan PAUD untuk melakukan transformasi layanan menuju PAUD berkualitas," sambung Komalasari.
Direktorat PAUD, Kemendikbudristek juga mengeluarkan Norma Prosedur Kriteria (NPK) yang berisi Panduan mengenai cara mengembangkan lingkungan belajar aman. Dalam panduan ini dijelaskan mengenai tiga proses yang dapat dilakukan oleh PAUD untuk mengembangkan lingkungan belajar aman, dimulai dari penyadaran, termasuk di dalamnya penyadaran kepada guru dan orangtua serta memasukkan materi mengenai pendidikan seks anak usia dini ke dalam proses pembelajaran.
Kolaborasi bisa berjalan baik bila orangtua juga mendapat pembekalan soal itu dengan cukup, seperti menggelar kelas orangtua tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak usia dini. "Guru dapat mencari narasumber yang dapat menyampaikan materi tersebut kepada orang tua, bisa dari guru sendiri, psikolog jika memiliki akses ke psikolog, atau praktisi lain yang memiliki pengetahuan mengenai pendidikan seksual untuk anak usia dini," ujarnya.
Berikutnya adalah pencegahan dengan mengembangkan SOP di PAUD untuk pencegahan maupun SOP penanganan jika terjadi kasus kekerasan. Terakhir, penanganan jika terjadi kasus kekerasan di lingkungan PAUD, termasuk ke mana satuan PAUD harus merujuk.
Advertisement
3 Hal Penting yang Wajib Diajarkan pada Anak Balita
Sementara itu, psikolog keluarga Roslina Verauli menyebut bahwa pendidikan seksual bahkan harus dimulai sejak dua tahun pertama kehidupan anak. Seiring waktu, materi pendidikan seks pada anak berkembang, khususnya di usia 3--5 tahun dengan berpedoman pada tiga konsep berikut, yakni:
1. Your Body, Your Own
Maksudnya your body, your own adalah anak sudah punya pemahaman tentang bagian tubuh yang dianggap sebagai pribadi. Istilahnya private area, yakni area yang ditutupi handuk setelah mandi. Pada anak laki-laki mencakup area pusar hingga lutut, sementara anak perempuan mencakup dari dada hingga ke lutut.
Peran orangtua sangat besar untuk mengenalkan area pribadi. Misalnya, orangtua sebelum membuka baju anak untuk dimandikan, atau membantu anak untuk membersihkan dirinya pada saat buang air besar atau buang air kecil, orangtua minta izin. Untuk anak buka bajunya atau celananya untuk dibersihkan. Bahkan, orangtua bisa memperkenalkan nama alat kelamin anak dan fungsinya secara ilmiah.
"Jadi, enggak dinamain yang bukan-bukan atau pakai istilah-istilah lain. Bila perlu minta izin, yuk kita bersihkan dulu yuk. hitung satu sampai sepuluh, sehingga anak sadar bahwa area pribadinya benar-benar dihargai dan diperlakukan dengan sopan dan hati-hati bahkan oleh orangtuanya," ujarnya.
2. Anak Mampu Membedakan Good Touch vs Bad Touch
Good touch dan bad touch adalah kemampuan yang hanya berkembang pada anak ketika anak punya pengalaman diperlakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang oleh orangtuanya sehingga terbiasa memperoleh sentuhan sayang. Ketika terbiasa dengan sentuhan sayang, dia mampu membedakan mana sentuhan yang sayang dan baik, mana yang tidak.
"Persis seperti perempuan yang mampu membedakan tas KW dan tas branded yang asli. Dia bisa membedakan mana yang asli dan yang KW karena sering memegangnya," imbuh Vera.
3. Diberi Pemahaman tentang Where to Go bila Menghadapi Situasi yang Tak Aman
Untuk mampu punya pemahaman where to go, yang mampu menentukan tempat yang aman dan secure buat dia melapor atau menjaga dirinya, anak butuh penghayatannya dulu bahwa sejak awal kehidupan. Dia harus merasa aman dengan ayah ibunya, sehingga anak sadar, dia akan dijadikan acuan, bahwa orang-orang yang dipercaya bapak ibunya cenderung akan dia percaya, dan sebaliknya.