Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami dugaan adanya aliran dana yang masuk ke Direktur Utama (Dirut) Waskita Karya terkait kasus tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast.
“Masih kita dalami (aliran dananya),” tutur Kasubdit Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Haryoko Ari Prabowo kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).
Advertisement
Prabowo menyebut, pihaknya memang masih belum melakukan pencegahan kepada Destiawan Soewardjono selaku Dirut Waskita. Meski begitu, tim terus bekerja, termasuk melakukan penggeledahan ke beberapa lokasi di Surabaya dalam rangka pengembangan penyidikan dan mencari keterlibatan tersangka lain.
“Ada beberapa yang kita sita. Seperti mobil, kita usahakan dua, tiga mobil, terus aset tanah kita usahakan,” kata Prabowo.
Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa Direktur Keuangan PT Waskita Karya. "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan," ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Secara rinci, ada dua saksi yang diperiksa. Mereka adalah Eka Desniati (ED) selaku mantan Senior Vice President (SVP) Keuangan PT Waskita Karya, dan Asep Mudzakir (AM) selaku Direktur Keuangan PT Waskita Karya.
"Adapun kedua orang saksi diperiksa untuk tersangka BR," kata Ketut.
Sementara Destiawan Soewardjono selaku Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya telah diperiksa pada 21 Desember 2022.
Selain Destiawan Soewardjon, penyidik juga memeriksa I Gusti Ngurah Putra selaku Mantan Direktur Utama PT Waskita Karya, dan G selaku Mantan Direktur Operasi III PT Waskita Karya.
"Ketiganya diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast," kata Ketut.
Tetapkan 4 Tersangka
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast. Seluruhnya pun telah dilakukan penahanan.
Para tersangka adalah Bambang Rianto (BR) selaku Direktur Operasi II PT Waskita Karya periode 2018 sampai dengan sekarang, Taufik Hendra Kusuma (THK) selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya periode Juli 2020-Juli 2022, Haris Gunawan (HG) selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya periode Mei 2018-Juni 2020, dan NM selaku Komisaris Utama PT Pinnacle Optima Karya.
Tersangka Taufik Hendra Kusuma, Haris Gunawan, dan NM dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari, terhitung sejak 15 Desember 2022 sampai dengan 3 Januari 2023.
Adapun peran dari tersangka Haris Gunawan dan Taufik Hendra Kusuma yakni telah melawan hukum secara bersama-sama dengan tersangka Bambang Rianto BR yang telah ditahan sebelumnya, dengan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) lewat dokumen pendukung palsu.
Guna menutupi perbuatannya tersebut, dana hasil pencairan SCF seolah-olah dipergunakan untuk pembayaran hutang vendor yang belakangan diketahui fiktif.
"Sementara tersangka NM telah secara melawan hukum menampung aliran dana hasil pencairan SCF dengan cover pekerjaan fiktif dan selanjutnya menarik secara tunai," Ketut menandaskan.
Awalnya, Kejagung menetapkan Bambang Rianto (BR) selaku Direktur Operasi II PT Waskita Karya periode 2018 sampai dengan sekarang sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast.
"Tersangka BR diamankan di Rumah Tahanan Negara atau Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (6/12/2022).
Menurut Ketut, penetapan tersangka Bambang Rianto berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-53/F.2/Fd.2/08/2022 tanggal 25 Agustus 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-66/F.2/Fd.2/12/2022 tanggal 5 Desember 2022. Dia kini ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 5 Desember 2022 hingga 24 Desember 2022.
"Peranan tersangka BR yakni secara melawan hukum menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan dokumen pendukung palsu, dimana guna menutupi perbuatannya tersebut, dana hasil pencairan SCF seolah-olah dipergunakan untuk pembayaran hutang vendor yang belakangan diketahui fiktif sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara," jelas dia.
Advertisement
Penyalahgunaan Dana Rp 2 Triliun
Sebelumnya, Kejagung tengah menelusuri dugaan penyalahgunaan dana sebesar Rp 2 triliun yang tidak sesuai peruntukan atau bahkan kepentingan pribadi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya.
"Terkait dengan Waskita Karya, kita juga sedang mendalami kasus dugaan penggunaan fasilitas subtance finance atau SCF sebesar Rp 2 triliun yang diduga menggunakan dasar invoice ganda atau fiktif dari PT WSBP (Waskita Beton Precast)," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi kepada Liputan6.com di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis 6 Oktober 2022.
Menurut Kuntadi, invoice fiktif dalam kasus korupsi PT Waskita Beton Precast diduga digunakan kembali untuk urusan fasilitas dana triliunan rupiah di PT Waskita Karya.
"Dari hasil penyidikan kita penggunaan dana tersebut diduga tidak sesuai dengan peruntukannya dan kami sekarang sedang fokus menelusuri kemana aliran dana itu. Tapi yang jelas penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukan," jelas dia.
Kuntadi menyebut, pihaknya tengah fokus dalam penelusuran penyelewengan dana Rp 2 triliun tersebut. Yang pasti, penyidik telah mengetahui bahwa ada ketidaksesuaian fasilitas dana dengan perhitungan dan sejauh ini penelusuran tersebut masih membutuhkan bukti pendukung.
"Enggak (bukan estimasi nilai dana). Kan SCF, tinggal apakah Rp 2 triliun itu disalahgunakan semua atau ada yang digunakan sesuai ketentuan. Tinggal itu yang kita cari," Kuntadi menandaskan.