Liputan6.com, Jakarta - Upaya seorang anggota polisi bernama Bripka Madih untuk mencari keadilan, tengah menjadi sorotan. Anggota Provost Polres Jakarta Timur itu memperjuangkan tanah milik orangtuanya yang diduga diserobot pengembang dan mafia tanah.
Terhitung sudah belasan tahun penyerobotan tanah ini menimpa keluarga Madih, bahkan sebelum dirinya menjadi polisi. Namun hingga kini belum diketahui siapa oknum yang telah menjual tanah tanpa sepengetahuan keluarganya.
Advertisement
Mirisnya lagi, saat melaporkan perkara ini ke Polda Metro Jaya, Bripka Madih justru mendapatkan perlakuan tak menyenangkan. Anak keempat dari lima bersaudara itu mengaku dimintai sejumlah uang dan sebidang tanah oleh oknum penyidik.
"Saya polisi dimintai biaya penyidikan dan hadiah. Dia (penyidik) minta Rp 100 juta dan tanah 1.000 meter hadiah. Itu tahun 2011 lalu," kata Madih saat dikonfirmasi, Jumat (3/2/2023).
Madih pun menceritakan ihwal penyerobotan tanah yang jumlahnya mencapai ribuan meter. Berdasarkan Girik C815, tertulis tanah seluas 4.954 meter atas nama Tonge bin Nyimin yang merupakan almarhum sang ayah, dihibahkan sebesar 2.000 meter kepada abang kandung Madih.
Dengan begitu sisa tanah yang terletak di Jatiwarna, Kota Bekasi itu menjadi 2.954 meter, yang juga tertulis dalam girik. Sisa tanah inilah yang kemudian dicari-cari oleh Madih, sepulang dari dinas 10 tahun di Kalimantan Barat pada 2007 silam.
"Izin cuti terus, bolak-balik Pontianak-Jakarta karena digangguin urusan tanah. Setelah bapak saya meninggal, mereka semakin merajalela," ujar pria yang memulai karir polisi pada 1998 itu.
Namun setelah ditelusuri, tanah yang dimaksud telah dibangun oleh pengembang Premiere Estate. Hal ini membuat Madih dan keluarga heran bercampur kesal lantaran tak pernah merasa menjual. Terlebih pajak tanah tersebut masih rutin dibayarkan pihak keluarga.
"Sekarang yang kita pertanyakan, kemana dan siapa yang punya kewenangan memberikan izin pembangunan di lahan yang kita klaim dengan dasar girik," keluh anak dari Halimah binti Boja itu.
Madih pun pernah menanyakan langsung kepada pihak Premiere Estate terkait pembelian tanah. Pihak perumahan mengaku membeli dari seorang bernama H Abdullah, yang diketahui merupakan pimpinan perusahaan di lokasi yang sama sebelum Premiere Estate dibangun.
Madih kemudian mengonfirmasi hal tersebut ke kantor H Abdulllah yang berada di Jalan Kebon Kacang. Namun yang bersangkutan membantah dan menegaskan tidak pernah menjual tanah ke pihak perumahan.
"Jadi saling oper nih. Kita dari sini (Premiere) katanya H Abdulllah yang jual. Dari sana (H Abdullah) katanya nggak merasa jual," celetuk Madih.
Lapor ke Satgas Mafia Tanah
Selain itu, Madih juga mengaku ada tanah lainnya yang diduga diserobot mafia tanah berinisial MH. Tanah yang dimaksud tertulis dalam Girik C191 seluas 4.411 meter persegi, dengan jumlah yang diserobot sebesar kurang lebih 3.600 meter.
Karena tak kunjung mendapatkan kembali hak orangtuanya, Madih pun melaporkan perkara ini ke Satgas Mafia Tanah Mabes Polri, pada 24 Januari 2023. Ia berharap penegak hukum dapat mengusut masalah ini sehingga tanah milik orangtuanya dapat dikembalikan.
"Tolong kembalikan hak orangtua saya sebagai ahli waris. Umur orangtua saya hampir satu abad, kembalikan haknya," imbuhnya
Madih juga mengungkapkan adanya permohonan dari pihak Premiere Estate untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Madih pun telah melayangkan surat kepada pihak perumahan meminta pengembalian tanah yang sudah belasan tahun diperjuangkan keluarganya.
"Habis aksi itu kita ditelepon Pak Suparjan, koordinator Premiere. Kita lalu kirim surat kepada pemimpin di Premiere agar mengembalikan kalau bisa secara kekeluargaan, mau. Kalau nggak, tetap kita tempuh jalur hukum, kita nggak gentar," tandasnya.
Sementara pihak Polda Metro Jaya membenarkan adanya pengakuan permintaan uang oleh anggota tim penyidik kepada Bripka Madih, saat melaporkan terkait penyerobotan tanah milik orangtuanya.
"Benar ada pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan (Bripka Madih)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan.
Advertisement