KJRI Jeddah Targetkan Produk Indonesia Mampu Penuhi 30 Persen Kebutuhan Haji

Selama ini proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jamaah haji Indonesia masih sangat kecil, baru sekitar 10 persen.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Feb 2023, 13:00 WIB
Konsul Jenderal RI di Jeddah Eko Hartono di Jeddah, Arab Saudi. Eko menyebutkan proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jamaah haji Indonesia masih sangat kecil, baru sekitar 10 persen. (Dok Kemenag)

Liputan6.com, Jakarta Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Arab Saudi menargetkan produk Indonesia memenuhi 30 persen kebutuhan para jemaah haji di Arab Saudi. Saat ini porsi produk Indonesia sendiri untuk pasar jemaah haji masih sangat kecil yaitu di angka 10 persen. 

Konsul Jenderal RI di Jeddah Eko Hartono mengatakan, KJRI terus berupaya membuka kran ekspor produk Indonesia ke Arab Saudi. Ini menjadi program strategis mengingat jumlah jemaah haji Indonesia adalah yang terbesar di dunia.

"Kami targetkan dalam tiga tahun ke depan, kita bisa penuhi 30 persen kebutuhan makanan dan minuman untuk jemaah haji kita," terang Eko Hartono dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/2/2023).

Selama ini proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jamaah haji Indonesia masih sangat kecil, baru sekitar 10 persen. Padahal nilai makanan dan minuman yang dikonsumsi jemaah haji Indonesia mencapai Rp 500 miliar.

Salah satu upaya yang dilakukan KJRI untuk mencapai target 30 persen adalah menggelar Indonesian Hajj Expo (IHE).

IHE digelar dua hari, 1 - 2 Februari 2023 di Balai Nusantara, Wisma Konjen RI Jeddah. Kegiatan ini diikuti 21 eksportir Indonesia dan 9 importir produk Indonesia di Saudi. Selain itu, ikut juga sekitar 40 perusahaan penyedia layanan katering di Saudi, baik dari Makkah maupun Madinah.

"Lebih 300 pengunjung hadir dalam IHE 2023. Selain eksportir Indonesia, importir Saudi, dan katering Saudi, hadir juga Kadin Indonesia, Kadin Makkah dan Jeddah, serta perwakilan dari Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, dan KKP," sebut Eko.

"Dengan mempertemukan calon supplier Indonesia dengan pengguna dari Arab Saudi, diharapkan akan tercapai kesepakatan dagang dengan harga dan kualitas produk yang baik untuk haji, khususnya untuk makanan dan minuman," sambungnya.

 


Sertifikasi SFDA

Konsul Jenderal RI di Jeddah Eko Hartono di Jeddah, Arab Saudi. Eko menyebutkan proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jamaah haji Indonesia masih sangat kecil, baru sekitar 10 persen. (Dok Kemenag)

Eko menilai, IHE 2023 mendapat sambutan positif dari Arab Saudi, khususnya para importir. Namun, pihak eksportir Indonesia harus dapat memenuhi persyaratan agar produknya bisa masuk, terutama dari Saudi Food and Drug Authority (SFDA). Sebab, tanpa sertifikasi SFDA, produk Indonesia sulit masuk, sehingga itu harus segera diselesaikan.

"Sebagian dalam proses, seperti beras dan ikan. Ke depan, kami sudah minta pengusaha kita untuk terus proses perijinan untuk produk-produk lainnya sehingga tahun-tahun berikutnya dapat masuk Saudi dan bisa dipakai haji," harapnya.

Langkah KJRI Jeddah mendapat dukungan dan apresiasi dari Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief. Hadir dalam pembukaan IHE 2023 di Jeddah, Hilman mengatakan bahwa program tersebut selaras dengan misi PHU dalam menguatkan ekosistem ekonomi haji.

Hilman mengatakan, dimensi penyelenggaraan haji tidak hanya ibadah, tapi juga perniagaan. "Kami di Indonesia juga sudah tiga kali mengadakan pameran sejenis. Semoga ekosistem ekonomi haji di Indonesia makin kuat," harapnya.

 


Produk Indonesia Kurang Kompetitif

Konsul Jenderal RI di Jeddah Eko Hartono di Jeddah, Arab Saudi. Eko menyebutkan proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jamaah haji Indonesia masih sangat kecil, baru sekitar 10 persen. (Dok Kemenag)

Hal senada disampaikan International Trade and Promotion Center (ITPC) KJRI Jeddah, Rivai Abbas. Menurutnya, sebagai pengirim jamaah haji dan umrah terbesar di dunia, saat ini penggunaan produk Indonesia masih minim. Itu antara lain terlihat dari jumlah produk yang digunakan saat musim haji.

"Para perusahaan penyedia layanan katering dan muassasah masih lebih banyak menggunakan produk negara lain seperti Thailand, Vietnam, China, dan lainnya," sebut Rivai.

Hal ini, kata Rivai, selain disebabkan kurang kompetitifnya harga dan kualitas produk Indonesia, juga kurangnya informasi yang didapat para penyedia layanan terkait konsumsi, transportation, dan akomodasi.

"Pasar haji merupakan captive market sekaligus entry point bagi produk-produk Indonesia, khususnya UKM. Sebab, dalam penyelenggaraan haji, pemerintah Indonesia dapat melakukan enforcement terhadap para penyedia layanan untuk menggunakan produk Indonesia," jelasnya.

 

Infografis Perbandingan Biaya Ibadah Haji 2019 hingga 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya