5 Fakta Mengerikan tentang Keamanan Online di Internet

Menjaga privasi dan keamanan online sangat penting. Temukan 5 fakta mengerikan tentang keamanan online di internet.

oleh Yuslianson diperbarui 06 Feb 2023, 07:46 WIB
Ilustrasi Hacker (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Internet merupakan salah satu kemjuan teknologi terbesar dalam sejarah manusia, sejak pertama kali manusia purba menemukan api.

Lewat internet, kita dapat terhubung dan berbagi informasi dengan keluarga, kolega, teman, hingga orang lai di berbagai negara di dunia.

Namun, dengan semua kelebihan tersebut ada pula ancaman keamanan online yang harus diwaspadai oleh pengguna saat berselancar di dunia maya.

Berikut ini adalah 5 fakta mengerikan tentang keamanan online yang harus diketahui setiap pengguna.

5 fakta mengerikan soal keamanan online di internet

1. Kejahatan Siber Jadi Bisnis Menguntungkan

Serangan siber dapat menyerang berbagai pihak, mulai dari individu, perusahaan, hingga sektor pemerintahan sekali pun.

Salah satu contoh paling terkini adalah kebocoran data pengguna Twitter, LastPass, hingga beredarnya data registrasi kartu SIM pengguna di Indonesia.

Karena memegang informasi penting pengguna, bukan hal yang tidak mungkin hacker meminta uang tebusan bilamana perusahaan ingin data user-nya dikembalikan.

Berdasarkan laporan Valimail pada 2021, keuntungan rata-rata aksi peretasan dengan siklus lebih dari 200 hari adalah USD 4,87 juta.

2. Phishing

Serangan phishing menggunakan e-mail masih menjadi serangan siber paling umum, dan semakin berbahaya setiap harinya.

Dari laporan Phishing Benchmark Global Report 2021 via Knowledgehut, Minggu (5/2/2023), 1 dari 5 penerima email cenderung mengklik link berbahaya.

Tak hanya itu, ada sekitar 3 miliar e-mail phisihing dikirim oleh pelaku kejahatan setiap harinya untuk meretas dan mencuri informasi pribadi korbannya.


3. Millenial Paling Banyak yang Jadi Korban

Hacker asal Rusia kabarnya mencuri data rahasia milik NSA. (Doc: Lifehacker)

Meski banyak mitos mengatakan orang yang sudah berukur lebih rentan terhadap serangan siber, hal itu tidak sepenuhnya benar.

Menurut laporan Norton Cybersecurity Insights Reports, 44 persen kaum milenial lebih rentan terhadap serangan siber.

Hal ini dikarenakan, generasi milenial kerap membagikan kata sandi (password) ke platform, seperti Netflix atau seperti password untuk perbankan.

4. Pencurian Identitas

Pencurian identitas adalah metode hacker untuk mengambil informasi pribadi korban, dan menggunakannya untuk tujuan jahat. Hal ini juga bisa berdampak korban mengalami kerugian finansial dan reputasi.

Untuk melindungi diri dari ancaman keamanan online, penting untuk memastikan sistem dan software yang digunakan selalu diperbarui.

Tak hanya itu, jangan lupa untuk menggunakan antivirus handal, dan berhati-hati saat berinteraksi dengan email atau situs web yang tidak dikenal.

5. Serangan Social Engineering

Serangan Social Engineering atau serangan rekayasa sosial saat ini sedang populer, dan terjadi terhadap oleh banyak orang.

Pelaku serangan menggunakan cara untuk memanipulasi korban, dan menarik informasi rahasia yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atai mendapatkan akses ke jaringan server atau perangkat korban.

Salah satu contoh, di Eropa Timur, kelompok hacker mencuri USD 1 miliar dari 100 bank berbeda di 30 negara dalam kurun waktu 2 tahun.

Mereka menggunakan email spear-phishing dan menargetkan karyawan bank.

 


Hacker Korea Utara Lazarus Curi Kripto Rp 1,5 Triliun

Ilustrasi hacker. Clint Patterson/Unsplash

Federal Bureau of Investigation (FBI) mengonfirmasi kelompok peretas Lazarus dan APT38 yang disponsori negara Korea Utara merupakan pelaku di balik pencurian kripto Ethereum (ETH) senilai US$ 100 juta (sekitar Rp 1,5 triliun).

Mengutip Bleeping Computer, Jumat (27/1/2023), kripto ETH itu dicuri dari Harmony Horizon pada Juni 2022.

“Melalui penyelidikan, kami mengonfirmasi bahwa Lazarus Group dan APT38, aktor dunia maya yang terkait dengan Democratic People's Republic of Korea (DPRK), bertanggung jawab atas pencurian mata uang virtual senilai US$ 100 juta dari Harmony Horizon, yang dilaporkan pada 24 Juni 2022,” ungkap FBI.

Harmony Horizon adalah 'jembatan lintas rantai' untuk Ethereum, memungkinkan peretas untuk mengambil alih kontrak MultiSigWallet dan menggunakannya untuk mentransfer token dalam jumlah besar ke alamat mereka.

FBI menyatakan kelompok peretas Korea Utara itu mencuri dan mencuci mata uang virtual untuk mendukung pembuatan rudal balistik dan program senjata pemusnah massal.


Bekukan Aset

Ilustrasi Hacker

Dalam kasus ini, FBI berhasil mendeteksi aksi hacker Lazarus dalam salah satu upaya mereka melakukan pencucian kripto, belum lama ini.

Pada 13 Januari, para peretas berusaha memindahkan 41.000 ETH (US$ 63,5 juta) melalui aset kripto Railgun sebelum menyetorkan dana ke banyak alamat di tiga bursa cryptocurrency.

Setidaknya ada 350 alamat telah diidentifikasi berada di bawah kendali langsung kelompok Lazarus. Para peretas mengonversi sebagian dari dana yang dipindahkan ini ke Bitcoin (BTC), dan FBI menyita bagian yang tidak ditentukan--bekerja sama dengan penyedia layanan aset virtual.

Bursa kripto Binance mengumumkan bersama Huobi, mereka berhasil mencegat 124 BTC yang dicuri dari Harmony Horizon, bernilai sekitar US$ 2,5 juta.

Bukan itu saja, seluruh rekening yang digunakan dalam aksi pencucian itu juga dibekukan.

(Ysl/Tin)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya