Liputan6.com, Amman - Peralihan takhta kerajaan Yordania tercatat dalam sejarah hari ini pada tahun 1999. Di tengah momen duka, transfer kekuasaan negara dilakukan.
Minggu 7 Februari 1999, tampuk kekuasaan dari ayah ke anak laki-lakinya di kerajaan Yordania berpindah.
Advertisement
"Kabinet berduka dan mengumumkan kepada rakyat Yordania yang terkasih dan bangsa Arab atas kematian orang-orang terhebat, Yang Mulia Raja Kerajaan Hashemite Yordania," demikian pengumuman dari seorang pembaca berita di televisi pemerintah Yordania.
Penyebab meninggalnya Raja Hussein diakibatkan oleh gagal jantung dalam perawatan penyakit kanker yang telah lama dijalani, di kamarnya yang berada di Pusat Medis Hussein di Amman.
Parlemen segera bertemu dan memproklamasikan Abdullah, putra tertua Hussein, sebagai raja. Pengambilan sumpah resmi selang beberapa jam kemudian setelah kematian Raja Hussein.
Negara di Timur Tengah itu pun memiliki raja baru. Tak lama kemudian ditunjuk pula Putra Mahkota.
Pada Minggu malam, dalam sebuah dekret kerajaan, Raja Abdullah II menunjuk saudara tirinya yang bernama Pangeran Hamzah sebagai putra Mahkota Yordania.
Hamzah yang berusia 18 tahun, adalah putra keempat Raja Hussein dna Ratu Noor -- yang jadi janda setelah kepergian mendiang ayahnya.
Melansir dari edition.cnn.com, Raja Abdullah II dilantik di depan parlemen Yordania, hanya beberapa jam setelah kematian ayahnya, Raja Hussein. Setelah upacara singkat ini, Raja Abdullah II berjanji setia pada konstitusi Yordania.
Setelah itu, sang raja baru menyapa anggota parlemen dan kabinet Yordania satu per satu.
Kepala Negara Eksekutif Terlama Abad ke-20
Menurut laporan Sky News, Raja Hussein bin Talal, adalah kepala negara eksekutif terlama abad ke-20. Hussein dinobatkan sebagai raja konstitusional ketiga Yordania pada tahun 1952 dan terbukti sebagai pemimpin besar di negaranya dan di seluruh Timur Tengah.
Dia adalah anggota dari dinasti Hashemite, dikatakan sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad.
The Hashemites menjadi penguasa Yordania setelah pembubaran Kekaisaran Ottoman pada awal abad ke-20. Pada tahun 1963, Hussein menunjuk putranya yang berusia satu tahun, Pangeran Abdullah, sebagai pewaris, tetapi setelah mengalami serangkaian upaya pembunuhan, raja Yordania khawatir dia tidak akan hidup cukup lama untuk Pangeran Abdullah mencapai kedewasaan. Dia mengubah konstitusi Yordania untuk memungkinkan suksesi persaudaraan dan pada tahun 1965 mengangkat adik laki-lakinya, Pangeran Hassan bin Talal, sebagai putra mahkota.
Hassan berusia 18 tahun dan dengan demikian cukup tua menurut hukum Islam untuk menghindari pemerintahan yang mungkin membahayakan dinasti Hashemite.
Setelah putra Hussein, Pangeran Abdullah mencapai usia dewasa, Pangeran Hassan tetap menjadi putra mahkota dan selama akhir 1990-an menjabat sebagai penjabat raja ketika Hussein menderita penyakit yang lama. Namun, pada Januari 1999, hanya beberapa minggu sebelum kematiannya, Raja Hussein menjadikan Pangeran Abdullah putra mahkota, mengakhiri masa 34 tahun Pangeran Hassan sebagai pewaris Yordania.
Hussein sudah lama menginginkan garis kerajaan untuk kembali ke putra sulungnya, tetapi menunda membuat keputusan sengit sampai hampir terlambat. Abdullah yang berusia 37 tahun naik tahta setelah kematian Hussein.
Mempertahakan Tujuan yang Sama
Abdullah II telah berjanji bahwa dia akan mempunyai tujuan yang sama dengan ayahnya untuk memimpin Yordania.
"Raja Hussein adalah ayah bagi kalian semua, karena dia adalah ayahku," kata Abdullah yang berusia 37 tahun dalam pidato di televisi setelah kematian ayahnya. "Hari ini kamu adalah saudara laki-laki dan perempuanku dan kamu sayang padaku. Kami akan mempertahankan arah tujuan yang telah ditetapkan Raja Hussein."
Raja baru tersebut, mengenakan jas hitam dan hiasan kepala tradisional Arab. Kemudian duduk dan diapit oleh sepasang bendera Yordania dan foto ayahnya, serta foto Ratu Noor.
Saat dibacakan sumpah setia, Raja Abdullah mengikrarkan kesetiaannya kepada Negara Yordania.
"Demi Tuhan Yang Maha Kuasa, saya bersumpah untuk menjaga konstitusi dan setia kepada bangsa," kata Abdullah, dengan tangan kanan di atas kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur'an, pada sidang gabungan majelis tinggi dan rendah parlemen Yordania.
Untuk diketahui, kakek buyut Abdullah II, Raja Abdullah, memerintah Yordania dari tahun 1920 hingga pembunuhannya pada tahun 1951.
Advertisement
Raja Hussein Berjuang Melawan penyakit
Raja Hussein yang berusia 63 tahun baru-baru ini menjalani perawatan enam bulan untuk penyakitnya tersebut di Mayo Clinic di Amerika Serikat. Ia didiagnosis dengan penyakit non-Hodgkins lymphoma atau Limfoma Non Hodgkin pada tahun 1992.
Dia sempat kembali ke tanah airnya pada 19 Januari 1999, dan pejabat Yordania menyatakan Raja Hussein telah sembuh. Raja Hussein disebut juga sebagai seorang pilot yang ahli, bahkan dia mengendalikan jet kerajaan ketika mendarat di Amman.
Beberapa hari kemudian, raja mencabut posisi Putra Mahkota Kerajaan dari saudara laki-lakinya yang berusia 51 tahun, Hassan dan digantikan dengan Abdullah.
Setelah itu, kemudian dia kembali ke Mayo Clinic pada 25 Januari untuk pemeriksaan atas penyakit kankernya seperti yang dikatakan dokternya.
Menyusul kegagalan transplantasi sumsum tulang, Hussein pulang ke Yordania untuk terakhir kalinya pada hari Jumat 5 Februari. Setelah itu, dia tidak sadarkan diri, dan bernapas dengan alat bantuan respirator.
Pemakaman Raja Hussein
Abdullah, yang diangkat menggantikan posisi pemimpin selama ayahnya tidak ada, diberi gelar itu lagi pada Jumat 5 Februari ketika parlemen menyatakan raja yang sekarat tidak layak untuk memerintah.
Para pejabat mengatakan raja tidak sadar setelah kembali ke Yordania. Dan dia tidak dilepas dari alat respirator sampai jantungnya berhenti dan semua aktivitas otak berhenti.
Warga Yordania, yang berduka atas kematian raja yang akan segera terjadi, mencurahkan emosi mereka di jalan-jalan Amman.
Hussein, yang memerintah negaranya selama hampir setengah abad, memiliki hubungan yang dekat dengan rakyatnya.
Para pejabat mengatakan pemakaman raja diadakan setelah salat zuhur pada Senin 8 Februari, sehari setelah Raja Hussein dinyatakan meninggal.
Sekitar 40 kepala negara, termasuk Presiden AS Bill Clinton diharapkan hadir dalam pemakaman tersebut.
Selain itu pejabat AS lainnya yang diperkirakan menghadiri pemakaman adalah mantan presiden George Bush, Gerald Ford dan Jimmy Carter, dua senator Demokrat dan dua senator Republik, serta dua perwakilan Demokrat dan dua Republik.
Ibu Negara AS Hillary Rodham Clinton, di Belanda juga diharapkan datang untuk menyampaikan pidato tentang perawatan kesehatan.
Advertisement