Komisi IX DPR Minta BPOM Cabut Izin Praxion Jika Terbukti Etilen Glikol Tinggi

Komisi IX DPR meminta BPOM mencabut izin produsen pembuat obat Praxion jika terbukti Etilen Glikol (EG) tinggi.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 06 Feb 2023, 20:00 WIB
Cabut izin perusahaan (pexels.com/Ekaterina Bolovtsova)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencabut izin perusahaan obat Praxion bila terbukti mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) tinggi. Obat Praxion berjenis sirup ini sempat diminum pasien meninggal terkonfirmasi gagal ginjal akut di DKI Jakarta.

Sebagaimana rilis resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), satu dari dua kasus gagal ginjal akut diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merek Praxion. Ia mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023.

Seperti diketahui, cemaran EG yang tinggi bisa mengakibatkan kerusakan organ seperti gagal ginjal, bahkan mengancam jiwa. Baik anak-anak atau orang dewasa yang menelan etilen glikol bisa mengalami efek keracunan serius.

"Untuk obat sirup yang diminum pasien yang dilaporkan meninggal sudah diketahui. Yakni obat sirup merek Praxion. Saat ini, BPOM sedang melakukan investigasi," ujar Edy melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 6 Februari 2023.

“Saya meminta BPOM mencabut izin perusahaan dan diproses secara hukum bila ada kesalahan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) karena mengandung etilen glikol yang tinggi."

Edy mengkritik jika selama ini sangsi bagi pelanggar pembuatan obat sangat lemah. Inilah yang menjadi biang kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) terulang dan seolah tidak ada efek jera bagi perusahaan.

“Kapolri harus bertindak tegas kepada perusahaan yang terbukti melanggar CPOB agar korban gagal ginjal akut pada anak tidak bertambah. Mengingat, Komisi IX DPR RI telah menerima aduan dari para orangtua GGAPA melalui Tim Advokasi Kemanusiaan beberapa waktu lalu,” tuturnya.


Penyelidikan Harus Transparan

Penyelidikan kasus | pexels.com/@n-voitkevich

Edy Wuryanto juga mengingatkan jika penyelidikan kasus obat sirup terkait Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) beberapa waktu lalu yang melibatkan beberapa industri farmasi juga harus terus diusut.

Penegak hukum harus konsisten dan tegas dalam menyelesaikan kasus ini.

“Penyelidikan yang dilakukan sebelumnya harus terbuka dan transparan. Industri farmasi yang terbukti nakal harus dihukum sesuai dengan ketentuan agar jera,” tegas Edy.

Sebelumnya, polisi telah menangkap dua tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron kasus gagal ginjal akut anak. Mereka adalah Endis (ED) alias Pidit (PD) selaku Direktur Utama CV Samudra Chemical, dan Andri Rukmana (AR) selaku Direktur CV Samudra Chemical.

“Satu minggu yang lalu kita sudah melakukan penangkapan terhadap 2 DPO,” tutur Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto di Rupbasan Klas I Jakut, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (30/1/2023).

 


DPO Kasus Ginjal Akut pada Anak

Ilustrasi seorang pria melakukan banyak pekerjaan dari ojol hingga kuli bangunan dan kini ia menjadi seorang polisi/unsplash Tusik

Brigjen Pipit Rismanto merinci, total ada empat tersangka perorangan dengan dua orang sudah ditahan, yakni Algio Ignasio Gustan (AIG) selaku Ditektur Utama CV Anugrah Perdana Gemilang, dan Aris Sanjaya (AS) selaku Direktur CV Anugrah Perdana Gemilang.

“Kemudian sudah disebutkan tersangka ada lima dari korporasi. Kenapa ada lima, karena dari hasil investigasi kita mengarahkan kepada korporasi yang diduga kuat melakukan pelanggaran yang tadi disampaikan. Pertama PT Afifarma, PT Tirta Buana Kemindo, PT Fari Jaya, CV Anugrah Perdana Gemilang, dan CV Samudra Chemical,” jelasnya.

Para tersangka dikenakan Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 60 angka 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perubahan atas Pasal 197 jo Pasal 106 jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo Pasal 56 (2) KUHP.

 “Kemungkinan adalah nanti bertambah lagi tersangkanya karena setelah adanya DPO ini dilakukan pengembangan-pengembangan kembali. Karena proses penyidikan ini berlanjut tidak berhenti sampai di situ saja,” Pipit menandaskan.

Infografis Siapa Tanggung Jawab, Siapa Dipidanakan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak? (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya