Jurus Regulator Pasar Modal Endus Saham Gorengan

OJK mengatakan, pihaknya memiliki parameter-parameter tersendiri terkait saham gorengan. OJK bersama SRO Pasar Modal pun melakukan pengawasan terintegrasi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Feb 2023, 18:16 WIB
OJK angkat bicara mengenai langkah awal mendeteksi saham gorengan, saat konferensi pers, Senin (6/2/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Saham gorengan bukan isu baru di pasar modal. Secara umum, saham gorengan dapat ditandai dengan adanya perubahan harga yang signifikan dalam waktu relatif pendek.

Selain cepat melambung tinggi, juga cepat turun harganya. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi mengatakan, OJK dan SRO pasar modal saat ini telah memiliki langkah awal untuk mendeteksi saham yang berpotensi menjadi saham gorengan.

"Untuk saham goreng-gorengan atau saham yang mengalami kenaikan atau penurunan secara tidak wajar atau unusual, kita mempunyai parameter-parameter tersendiri. Salah satunya UMA, dan juga suspensi, memberikan informasi lanjutan pada disclosure terhadap apa yang terjadi di perusahaan," ungkap Inarno, Senin (6/2/2023).

Meski begitu, ia tak menampik jika saham-saham yang masuk UMA dan suspensi masih akan melanjutkan tren kenaikan atau penurunan signifikan. Untuk itu, OJK bersama BEI, KSEI, dan KPEI melakukan pengawasan terintegrasi untuk memastikan keberlangsungan pasar yang kondusif dan tertib.

"Jadi yang kita lakukan adalah pengawasan terintegrasi, baik itu di BEI terkait dengan pergerakan harga sahamnya, atau misalnya untuk pasar negosiasi. Karena sesuatu yang ada di BEI berkaitan dengan pasar negosiasi. Jadi kita juga akan perhatikan pasar negosiasi,” imbuh Inarno.

Tak ketinggalan, Inarno mengatakan pemantauan perpindahan saham di KSEI juga penting untuk diperhatikan untuk memantau pergerakan saham dengan tendensi saham gorengan.

 

 


Soroti Kasus Adani, Jokowi Minta OJK Awasi Saham Gorengan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) beri sambutan dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023). (Foto: tangkapan layar/Pipit I.R)

Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan di sektor jasa keuangan.

Sebagai gambaran, Jokowi menyinggung skandal yang belum lama ini melibatkan perusahaan milik orang terkaya India, Gautam Adani.

Diketahui, kejatuhan Adani dipicu hasil temuan Hindenburg Research yang menuding perusahaan melakukan manipulasi pasar dan skandal penipuan akuntansi.

"Hati-hati ada peristiwa besar minggu kemarin, Adani, di India. Makronya negara bagus, mikronya ada masalah, hanya satu perusahaan, Adani kehilangan USD 120 mililiar. Pengawasan jangan sampai ada yang lolos seperti itu karena goreng-gorengan Rp 1.800 triliun. itu seperempatnya PDB India hilang," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023).

Kasus ini berimbas pada pasar modal setempat, di mana banyak dana asing yang kabur atau terjadi capital outflow. Lantaran, investor juga mengalami kekhawatiran untuk berinvestasi di negara tersebut. Selain kasus Adani, Jokowi juga menyinggung beberapa entitas dalam negeri yang juga menimbulkan masalah serupa agar dapat diberantas ke depannya melalui pengawasan yang lebih ketat.

"Menggoreng-goreng pas dapat ya enak. Tapi sekali kepleset seperti Adani India hati-hati. Jadi saya minta betul urusan asuransi utamanya, pinjaman online, investasi, itu dilihat betul jangan sampai kejadian seperti yang sudah-sudah, seperti Asabri, Jiwasraya. (Kerugiannya) Rp 17 triliun, 23 triliun. Ada lagi Indosurya, Wanaartha, sampai Unit Link,” ujar Jokowi.


Perusahaan Investasi di Wall Street Berisiko Terdampak Tekanan Saham Adani

Gautam Adani, (Photo: AFP)

Sebelumnya, saham perusahaan Grup Adani India ambles selama seminggu terakhir, usai publikasi laporan kritis ekstensif dari perusahaan short-seller Hindenburg Research AS. 

Melansir CNBC, Minggu, 5 Februari 2023, saham perusahaan di seluruh perusahaan Grup Adani telah mengalami aksi jual besar-besaran yang membuat total kerugian grup Adani  melewati USD 110 miliar atau setara dengan Rp 1.637 triliun (asumsi kurs Rp 14.889 per dolar AS) pada penutupan Jumat.

Setelah laporan Hindenburg menuduh konglomerat tersebut melakukan manipulasi saham yang kurang ajar dan skema penipuan akuntansi selama beberapa dekade. Meski begitu, Gautam Adani, dengan keras membantah telah melakukan kesalahan.

Adani Enterprises telah menderita kerugian terbesar di antara banyak perusahaan yang terdaftar di grup yang lebih luas, kehilangan lebih dari 60 persen kapitalisasi pasarnya atau lebih dari USD 30 miliar antara publikasi laporan pada 24 Januari dan penutupan perdagangan Kamis.

Grup Adani dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut, menyebut mereka tidak lain hanyalah kebohongan dari "Madoffs of Manhattan" dalam balasan setebal 413 halaman yang gagal menenangkan sentimen investor yang gelisah dan mengendalikan aksi jual yang cepat.

Adani memiliki 64 persen saham Adani Enterprises Keluarga Adani SB memegang 55,27 persen, sedangkan 8,73 persen dimiliki oleh Adani Tradeline Pvt Ltd, di mana Gautam dan saudaranya Rajesh Adani menjadi direktur pengendali.

Pemegang saham terbesar ketiga, sebesar 4,02 persen, adalah Perusahaan Asuransi Jiwa India milik negara.  Menteri Urusan Parlemen India Pralhad Joshi mengatakan pemerintah tidak ada hubungannya dengan masalah Adani.

"Tidak ada hubungannya dengan masalah Adani," kata Pralhad, dikutip dari CNBC, Minggu (5/2/2023).

 

Infografis Yuk! Pakai Masker dan Segera Vaksin Covid-19 (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya