Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai lemahnya harga komoditas ekspor unggulan Indonesia. Mengingat kenaikan harga komoditas ini menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh gagah di level 5,31 persen (yoy).
Menanggapi itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pelemahan harga komoditas terjadi karena musim dingin yang terjadi tidak terlalu ekstrem. Akibatnya kenaikan harga energi tetap stabil dari sebelumnya yang diprediksi mengalami lonjakan.
Advertisement
“Pada musim dingin ini cuacanya tidak ekstrem, artinya yang dikhawatirkan kenaikan energi tidak setinggi yang diperkirakan. Sehingga harganya relatif stabil,” kata Menko Airlangga dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Dia mengatakan landainya harga komoditas ini masih pada batas yang tinggi jika dibandingkan dengan harga komoditas sebelum pandemi Covid-19. Artinya harga komoditas saat ini masih tinggi dan memberikan banyak keuntungan bagi ekonomi domestik.
“Harga komoditas memang melandai tapi ini tidak dalam kondisi normal tapi relatif tinggi,” ungkap Airlangga.
Dia pun mencontohkan harga cooper dan emas yang masih tinggi di pasar global. Sehingga diperkirakan sampai 6 bulan kedepan harga komoditas akan tetap tinggi.
“Dari harga copper dan gold ini sudah naik USD 1.900 per troy ons dan sampai 6 bulan kedepan seperti pandemi ,” kata dia.
Permintaan Terganggu
Selain itu, kondisi permintaan dan kebutuhan barang masih terganggu. Gas sebagai salah satu sumber energi belum bisa sepenuhnya tergantikan dengan energi hijau dalam waktu dekat.
“Begitu juga dengan harga gas, tidak ada pengganti energi yang bisa beralih dengan cepat,” kata dia.
Termasuk juga tekanan geopolitik antara Ukraina dan Rusia masih belum menemukan titik terang. Sehingga selama perang belum berakhir, kondisi suplai energi masih akan terganggu dan membuat harganya masih tinggi.
“Beberapa kondisi terkait suplai green atau suplai dari Rusia selama ini belum masuk ke pasar global, dalam situasi ini harga komoditas Indonesia akan tetap tinggi meski tidak setinggi di tahun 2022,” pungkasnya.
Advertisement
Pemerintah Optimis Pertumbuhan Ekonomi 2023 Capai 5,3 Persen Lagi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyatakan Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 sebesar 5,3 persen secara year on year.
Hal itu disampaikan Menko Airlangga Konferensi Pers: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Q4 tahun 2022, secara daring, Senin (6/2/2023).
"Pemerintah membakukan dan mempersiapkan target pertumbuhan di tahun 2023 sebesar 5,3 persen secara year on year. Dan ini juga didukung oleh berbagai lembaga yang menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai di angka at least 5 persen," kata Airlangga.
Optimisme tersebut muncul lantaran pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 terbilang cemerlang. Hal ini tercermin dari dari indeks keyakinan konsumen yang angkanya juga tinggi yakni di level 120. Kemudian dilihat dari PMI Global di level ekspansi 51,3.
Kemudian untuk sektor eksternal juga terkendali, surplus transaksi berjalan dengan baik, cadangan devisa juga tumbuh positif sekitar USD 134 miliar, yield obligasi pemerintah mulai melandai, dan nilai tukar dan IHSG menguat, serta rasio utang luar negeri terhadap PDB berada dalam level masih sekitar dibawah 30 persen.
"Beberapa lini indikator itu menunjukkan proses pertumbuhan ekonomi yang diharapkan menjadi penopang di tahun 2023," ujarnya.
Kendati demikian, pemerintah terus waspada dan antisipatif dengan kondisi perlambatan ekonomi global yang menunjukkan penurunan tingkat permintaan. Disisi lain, core ekonomi Indonesia terpantau masih baik. Artinya, resiliensi ekonomi di tahun 2023 diyakini kuat.
"Karena kita melihat beberapa hal seperti harga komoditas yang relatif kedepannya bisa melandai," ujar Airlangga.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com