Peringati 1 Abad NU, Wapres Ma’ruf Amin Minta Umat Islam Bangun Peradaban dengan Iptek

Ma’ruf menyebut, penting bagi umat Islam untuk mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai upaya membangkitkan kembali kejayaan Islam, dalam membangun peradaban.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 06 Feb 2023, 20:43 WIB
Menyambut hari besar umat Islam tersebut, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengharapkan Muslim di Indonesia dapat berhijrah ke arah yang lebih baik lagi, baik sebagai pribadi, kelompok, maupun bangsa. (Foto: BPMI, Setwapres).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengulas bahwa sejarah telah mencatat umat Islam pernah menorehkan tinta emas dalam membangun peradaban.

Namun, hal tersebut mengalami era kemunduran lantaran saat ini dunia sudah memasuki babak baru peradaban, terutama lantaran globalisasi.

"Peran ilmu pengetahuan sains sangat penting, dan bahkan ia berfungsi sebagai miftahul ‘imarah (kunci peradaban),” tutur Ma’ruf dalam acara Muktamar Internasional I Fiqih Peradaban yang menjadi rangkaian Resepsi 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya, Senin (6/2/2023).

Ma’ruf menyebut, penting bagi umat Islam untuk mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai upaya membangkitkan kembali kejayaan Islam, dalam membangun peradaban.

Dia pun menolak pendapat yang menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan menjadi penyebab berbagai permasalahan di muka bumi.

"Tidak benar anggapan bahwa ilmu pengetahuan merupakan penyebab terjadinya kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini. Sumber kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini adalah nafsu serakah manusia yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan,” jelasnya.

Selain ilmu pengetahuan, lanjut Ma’ruf, untuk menghadapi arus globalisasi yang serba digital maka umat Islam harus menguasai teknologi.

Sebab itu, menjadi penting mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul demi menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pentingnya Peran Ulama

Logo Harlah Seabad NU. (Dok. PBNU)

Dengan pengaruh globalisasi yang menyebabkan munculnya berbagai isu kontemporer, para ulama juga harus mampu mencari solusi atas berbagai isu tersebut.

Pasalnya, ketentuan fiqih sebelumnya mungkin tidak sesuai dengan permasalahan yang terjadi saat ini.

"Ketentuan dalam fikih yang merupakan respons terhadap peradaban sebelumnya, bisa jadi tidak cocok lagi untuk merespons peradaban saat ini, sehingga dibutuhkan konstruksi fiqih baru yang lebih sesuai dengan peradaban saat ini,” Ma’ruf menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya