Top 3: Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota Negara Mulai 2024

Berikut daftar berita yang paling banyak dibaca di kanal Bisnis Liputan6.com, Selasa (7/2/2023)

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Feb 2023, 06:30 WIB
Kembang api menghiasi malam pergantian tahun baru 2018 di kawasan silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (1/1/2018). Monas menjadi salah satu lokasi pilihan Warga Jakarta untuk merayakan malam pergantian tahun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN), Bambang Susantono menyampaikan, pada 2024 Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan keputusan presiden (keppres) mengenai perpindahan ibu kota negara ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur.

Dengan kata lain, pada 2024, ibu kota negara resmi pindah dari Jakarta ke IKN Nusantara.

Informasi mengenai kepindahan Ibu Kota Negara ini menjadi berita yang banyak dibaca. Berikut daftar berita yang paling banyak dibaca di kanal Bisnis Liputan6.com, Selasa (7/2/2023):

1. Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota Negara Mulai 2024

Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN), Bambang Susantono menyampaikan, pada 2024 Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan keputusan presiden (keppres) mengenai perpindahan ibu kota negara ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Dengan kata lain, pada 2024, ibu kota negara resmi pindah dari Jakarta ke IKN Nusantara.

"Ini memang kami emban hingga 2024 dan manakala di 2024 Presiden akan mengeluarkan Keppres yang menyatakan bahwa ya ibu kota (Jakarta) akan pindah ke IKN Nusantara pada 2024 tersebut," kata Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Senin (6/2/2023).

Bambang menegaskan, meskipun Keppres kepindahan ibu kota negara masih cukup lama. Namun, pihaknya sudah mempersiapkan IKN agar pada tahun 2024 ibu kota negara baru siap layak huni.

"Walaupun tanggalnya masih 2024 tapi persiapannya harus kami lakukan dari sekarang, persiapan pemindahan bagaimana kita memindahkan ASN, TNI/POLRI dalam beberapa tahapan bahkan penyelenggaraan Pemerintha harus kami pikirkan dari sekarang," ujarnya.

Baca artikel selengkapnya di sini


2. Pertumbuhan Ekonomi 2022 Jadi yang Tertinggi di Era Presiden Jokowi

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi tahun 2022 mencapai 5,31 persen (yoy). Salah satu yang menopang pertumbuhan ekonomi kali ini yaitu tingginya konsumsi rumah tangga.

BPS juga menggaris bawahi, pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi yang paling tinggi sejak tahun 2013 yang tumbuh 5,56 persen (yoy). Artinya kinerja ekonomi tahun lalu menjadi yang tertinggi sejak Indonesia dipimpin Presiden Joko Widodo. 

“Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,31 persen, tertinggi sejak tahun 2013 yang kala itu tumbuh 5,56 persen,” kata  Kepala BPS, Margo Yuwono di Gedung BPS, Jakarta, Senin (6/2/2023). 

Berdasarkan data BPS, ekonomi Indonesia tahun 2014 hanya tumbuh 5,01 persen (yoy) dari sebelumnya di tahun 2013 tumbuh 5,56 persen (yoy). Kemudian di tahun 2015 ekonomi kembali melambat dengan hanya tumbuh 4,88 persen (yoy).

Baca artikel selengkapnya di sini.


3. Prediksi Harga Emas Dunia, Siap-Siap Anjlok?

Pekerja menunjukkan emas di Cikini Gold Center, Jakarta, Selasa (28/7/2020). Harga emas batangan PT Aneka Tambang (Antam) pada 28 Juli 2020 menembus Rp1 juta/gram yang merupakan posisi tertinggi sepanjang masa emas Antam diperjualbelikan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Harga emas anjlok pada perdagangan Jumat pekan lalu. Harga emas turun USD 50 menyusul laporan ketenagakerjaan yang mengejutkan dari Amerika Serikat (AS).

Dikutip dari Kitco, Senin (6/2/2023) AS menambahkan 517.000 pekerjaan pada bulan Januari yang membuat tingkat pengangguran turun menjadi 3,4 persen. Ini menjadi level terendah sejak 1969. 

Sementara itu, data terbaru dari Institute of Supply Management (ISM) menyebut sektor jasa AS naik menjadi 55,2 persen setelah kontraksi pada Desember 2022 lalu.

"Data hari ini membuat kesal Federal Reserve (Bank Sental AS, The Fed), yang cukup percaya diri tentang tren inflasi. Sektor jasa ini masih terlalu kuat. Dan itu akan membuat tekanan upah tetap tinggi," kata Analis Pasar Senior OANDA Edward Moya.

Baca artikel selengkapnya di sini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya