Wall Street Lesu Terseret Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

Imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang menguat mendorong investor khawatir. Hal itu menjadi sentimen negatif untuk wall street pada Senin, 6 Februari 2023.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Feb 2023, 06:40 WIB
Wall street melemah pada perdagangan Senin, 6 Februari 2023 setelah investor hati-hati terhadap kenaikan imbal hasil obligasi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan saham Senin, 6 Februari 2023. Koreksi wall street dipimpin oleh indeks Nasdaq seiring investor makin berhati-hati terhadap kenaikan imbal hasil obligasi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 34,99 poin atau 0,1 persen ke posisi 33.891,02. Indeks acuan ini sempat merosot lebih dari 240 poin pada awal sesi perdagangan. Demikian mengutip laman CNBC, Selasa (7/2/2023).

Indeks S&P 500 tergelincir 0,61 persen ke posisi 4.111,08. Indeks Nasdaq membukukan kerugian terbesar dari tiga indeks acuan tersebut. Indeks Nasdaq merosot 1 persen ke posisi 11.887,45.

Investor merealisasikan keuntungan setelah awal tahun yang “panas” di pasar saham. Indeks S&P 500 naik lebih dari 7 persen pada 2023. Indeks Nasdaq telah naik selama lima minggu terakhir, rekor yang tidak terlihat sejak November 2021.

Imbal hasil obligasi negara naik dengan imbal hasil obligasi 10 tahun naik hampir 11 basis poin menjadi 3,64 persen dan imbal hasil obligasi dua tahun bertambah sekitar 18 basis poin menjadi 4,48 persen. Indeks dolar AS naik 0,76 persen pada Senin, 6 Februari 2023 sehingga makin berkontribusi terhadap penurunan saham.

Saham Apple turun 1,8 persen menekan Dow Jones karena kekhawatiran atas suku bunga lebih tinggi membebani sejumlah saham teknologi. Saham ritel dan Nike juga merosot. Sedangkan saham Merck dan Coca Cola naik di wall street.

“Sebagian besar pelaku pasar saham sedikit terguncang oleh kenaikan besar dalam imbal hasil obligasi pada hari kedua berturut-turut,” ujar Portfolio Manager Penn Mutual Asset Management, George Cipolloni, dikutip dari CNBC.

 

 

 


Pelaku Pasar Menanti Laporan Keuangan

Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Selain imbal hasil obligasi, pasar juga hadapi awal pekan dengan rilis laporan keuangan. Saham Tyson Food turun 4,6 persen setelah laporan laba yang lebih lemah dari yang diharapkan. Saham The Children’s Place merosot 4 persen. Disney, Chipotle, DuPont, dan PepsiCo di antara perusahaan besar yang akan rilis kinerja keuangan pekan ini. Investor akan mencermati apakah kenaikan suku bunga menekan keuangan perusahaan.

Berdasarkan data Refinitiv, saat musim laporan keuangan, keuntungan perusahaan S&P 500 lebih rendah 2,7 persen pada kuartal IV 2022.

“Minggu lalu membahas tentang kebijakan moneter dan the Fed, Bank Sentral Eropa, dan Bank of England. Ini benar-benar tentang perusahaan Amerika Serikat dan apa yang mereka lihat,” ujar the US Head of Global Investment Strategy US Bank Ascent Private Capital Management, Tom Hainlin.

Investor juga akan mengamati pernyataan ketua the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell di hadapan Economic Club of Washington.

Pekan lalu, komentar Powell tentang disinflasi menyebabkan investor menawar saham lebih tinggi dan mengabaikan kenaikan suku bunga lain dari bank sentral.


Penutupan Wall Street 3 Februari 2023

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street jeblok pada perdagangan Jumat, 3 Februari 2023 seiring laporan data pekerjaan AS yang kuat mengkhawatirkan beberapa investor kalau bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) akan mempertahankan kenaikan suku bunga.

Namun, indeks S&P 500 membukukan kenaikan mingguan keempat dalam lima minggu seiring inflasi yang mereda. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 anjlok 1,04 persen menjadi 4.136,48. Demikian mengutip CNBC, Sabtu (4/2/2023).

Indeks Nasdaq tergelincir 1,59 persen menjadi 12.006,95. Indeks Dow Jones terpangkas 127,93 poin atau 0,38 persen menjadi 33.926,01 bahkan saat saham Apple menguat.

Terlepas dari itu, indeks Nasdaq membukukan kinerja mingguan yang positif. Indeks Nasdaq melompat 3,31 persen membukukan kemenangan kelima selama berturut-turut seiring reli yang dipicu teknologi untuk menggungguli indeks utama lainnya. Sementara itu, indeks S&P 500 menguat 1,62 persen. Indeks Dow Jones susut 0,15 persen.

Investor menyerap laporan pekerjaan Januari yang lebih kuat dari perkiraan mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi. Ekonomi AS menambahkan 517.000 pekerjaan pada Januari 2023, melampaui perkiraan Dow Jones tentang kenaikan pekerjaan sebesar 187.000 bulan lalu. Imbal hasil treasury atau obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai 3,5 persen setelah meloinjak lebih dari 12 basis poin setelah laporan tersebut.

 


Saham Apple Menguat Sambut Akhir Pekan

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Wall street juga mencerna hasil laba dari perusahaan teknologi besar. Saham Apple melompat 2,4 persen membalikkan kerugian sebelumnya setelah perusahaan melewatkan perkiraan pendapatan dan laba dalam laporan triwulanan terbaru.

Sementara itu, saham induk Google Alphabet merosot 2,8 persen menyusul hasil yang mengecewakan. Saham Amazon terpangkas 8,4 persen, hari terburuk sejak April  setelah laporan raksasa e-commerce itu meski masih membukukan kenaikan 1,1 persen dalam sepekan.

Meski begitu, investor mengambil harapan dari tanda-tanda penurunan inflasi baru-baru ini serta beberapa komentar yang diterima dengan baik pekan ini dari ketua the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell yang mengatakan proses disinflasi telah dimulai.

“Saya pikir pasar semakin mendekati pandangan kami inflasi menurun dengan cepat. Model (the Fed) terbukti buruk. Mereka melewatkan inflasi secara terbalik dan sekarang melewatkan deflasi,” ujar CEO Infrastructure Capital Management, Jay Hatfield.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya