Liputan6.com, Jakarta - Sberbank, bank terbesar Rusia akan meluncurkan platform keuangan terdesentralisasi atau Decentralized Finance (DeFi) berbasis Ethereum pada Mei 2023. Platform Sberbank akan memungkinkan pengguna mengakses ekstensi dompet MetaMask, yang merupakan alat untuk transaksi cryptocurrency serta pembelian token non-fungible.
Ethereum adalah salah satu blockchain paling populer, dan eter tokennya berada di urutan kedua dalam kapitalisasi pasar total di belakang Bitcoin. Berdasarkan data Coinmarketcap, kapitalisasi Ethereum mencapai USD 199,88 miliar. Harga Ethereum (ETH) terpantau berada pada posisi USD 1.633,62, naik 0,11 persen dalam perdagangan 24 jam terakhir. Sedangkan dalam sepekan, harga Ethereum telah naik 3,88 persen.
Advertisement
Melansir Business Insider, Selasa (7/2/2023), Direktur Produk Laboratorium Blockchain, Konstantin Klimenko mengatakan jaringan DeFi saat ini sedang menjalankan pengujian beta tertutup, tetapi itu akan berubah menjadi pengujian terbuka pada Maret nanti.
Klimenko mengatakan bahwa DeFi pada akhirnya berpotensi menggantikan layanan perbankan tradisional. Maret lalu, Sberbank membuat langkah terpisah ke crypto ketika memperoleh lisensi dari bank sentral Rusia untuk menerbitkan dan menukar aset digital, dan sebelumnya telah meluncurkan ETF blockchain pertama Rusia.
Sementara itu, Rusia terus mengobarkan perang ke Ukraina, dan sanksi keuangan dan energi global terus membebani ekonominya. Baru-baru ini, pada 5 Februari, Uni Eropa meluncurkan larangan baru terhadap produk minyak sulingan Rusia, seperti solar.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Platform DeFi Sumbang Peretasan Kripto Terbesar pada 2022
Sebelumnya, peretas telah mencuri USD 3,8 miliar atau setara Rp 56,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.896 per dolar AS) dari investor kripto sepanjang 2022. Ini meningkat 13 persen dari 2021 dan menandai rekor tertinggi baru sepanjang masa untuk pencurian tahunan koin digital.
Dilansir dari Yahoo Finance, Senin (6/2/2023), meningkatnya peretasan crypto ini hanyalah indikator terbaru untuk menggarisbawahi bagaimana keamanan dalam pasar aset digital, terutama Decentralized Finance (DeFi), tetap menjadi kendala utama bagi industri ini.
Menurut laporan baru oleh perusahaan forensik blockchain Chainalysis, protokol DeFi menyumbang USD 3,1 miliar atau setara Rp 41,6 triliun, sekitar 82 persen, dari semua kripto yang dicuri oleh peretas, naik 9 persen dari 2021.
Bagian yang lebih baru dari industri kripto, DeFi bergantung pada perangkat lunak yang dapat diprogram yang dikenal sebagai smart contract, yang bila digunakan pada blockchain publik umumnya menawarkan lebih banyak transparansi pada tingkat kode dan transaksi daripada kripto lainnya.
Dengan total modal USD 53,7 miliar atau sekitar Rp 799,9 triliun yang disimpan dalam protokol DeFi, sisi keuangan digital yang lebih baru dan kurang diatur ini hanya menyumbang 5 persen dari semua uang dalam kripto, menurut DefiLlama.
Advertisement
Jembatan Blockchain Jadi Target Terbesar
Peretasan pada aplikasi perangkat lunak yang dikenal sebagai jembatan lintas rantai, yang memungkinkan pengguna untuk memindahkan aset digital dari satu blockchain ke blockchain lainnya, menghasilkan 64 persen, atau USD 3,1 miliar, dari dana yang dicuri tahun ini.
Jembatan blockchain memungkinkan pengguna kripto untuk memindahkan aset dari satu blockchain ke blockchain lainnya, jembatan mengunci aset pengguna ke dalam kontrak pintar di satu blockchain, lalu mencetak aset yang setara di rantai lain dalam transaksi yang mirip dengan pertukaran mata uang asing. Namun, prosedur ini juga membuat gerakan ini sangat rentan terhadap eksploitasi.