Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum keluarga korban gagal ginjal akut mendesak Presiden dan DPR RI untuk memanggil pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes untuk menjelaskan kasus gagal ginjal yang baru terdeteksi di Jakarta. Sebab pada kasus yang menyebabkan satu orang meninggal dan satu orang masih dirawat telah meminum obat sirup Praxion yang dinyatakan BPOM aman.
"DPR dan Presiden tidak bisa hanya diam, harus segera panggil BPOM dan Menkes untuk memastikan bahwa tidak ada lagi obat yang bermasalah tapi," ujar anggota tim advokasi untuk kemanusiaan gagal ginjal akut pada anak, Al Araf, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2023).
Advertisement
Al Araf bahkan mempertanyakan tugas daripada BPOM yang sebelumnya sudah mengecek daftar obat yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Bahkan sudah merilis obat-obat yang dinyatakan berbahaya.
"Menurut saya legitimasi kepala BPOM menjadi rendah. Terus kemudian legitimasi Menkes juga rendah karena sudah menyatakan kasusnya berhenti, selesai tapi ternyata masih ada," pungkas Araf.
Terkait hal tersebut pun dirinya juga mendesak agar pihak Bareskrim Polri untuk terus kasus gagal ginjal yang mulai mencuat lagi. Tidak hanya berhenti di badan pengawasan saja, namun juga pihak-pihak yang terkait dengan peredaran obat.
"Jangan hanya berhenti terhadap instansi-instansi terkait, khusunya mereka-mereka yang dikatakan memberikan ijin dan legal dalam peredaran obat tersebut yang ternyata mengandung racun termasuk dugaan terhadap BPOM harus di cek dan harus diproses secara hukum," tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian kesehatan kembali mendapatkan laporan kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Padahal, tak ada tambahan kasus sejak Desember 2022.
“Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril dalan rilis resminya, Senin 6 Februari 2023.
Dilaporkan Dinkes DKI Jakarta
Dua kasus tersebut dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Syahril menjelaskan, satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun yang mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023.
"(Kemudian, anak tersebut) diberikan obat sirop penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion. Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil atau anuria," jelas Syahril.
Kemudian, lanjut Syahril, anak dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada tanggal 31 Januari, pasien mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan ada gejala GGAPA, maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM tetapi keluarga menolak dan pulang paksa," ujar Syahril.
Advertisement
Dirujuk ke RSCM
Lalu, pada tanggal 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD. Sejak saat itu, kata Syahril, pasien sudah mulai buang air kecil.
"Pada tanggal 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, tiga jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia," kata Syahril.
Sementara itu, satu kasus lainnya yang masih merupakan suspek adalah anak berusia 7 tahun, mengalami demam pada tanggal 26 Januari. Kemudian, anak mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.
"Pada tanggal 30 Januari, (anak) mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari puskesmas. Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan," jelas Syahril.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com