Liputan6.com, Jakarta - Ajaran Islam memiliki beberapa ketetapan-ketetapan dalam hal ibadah, aqidah, dan syariah. Salah satu aturan dalam beribadah untuk umat muslim adalah suci dari hadas baik hadas besar maupun kecil, maupun kotoran, yang dalam Islam disebut najis.
Oleh karena itu, sebelum melakukan ibadah wajib atau pun ibadah sunah, umat muslim harus benar-benar menyucikan diri dari najis dan kotoran.
Salah satu ibadah wajib umat muslim adalah sholat, sesuai sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sholat adalah tiang agama, barang siapa mendirikan sholat maka sungguh ia telah menegakkan agama (Islam). Dan barangsiapa meninggalkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu.” (HR. Baihaqi).
Sholat tidak akan sah apabila belum suci dari najis dan kotoran. Inilah mengapa pengetahuan mengenai najis dalam Islam adalah penting untuk diketahui.
Kata Najis berasal dari bahasa arab ﺔﺳﺎﺠّﻨﻟا yang artinya kotoran. Najis menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf. Melansir dari berbagai sumber berikut dijelaskan jenis najis dan cara mensucikannya.
Baca Juga
Advertisement
Saksikan Video Pilihan ini:
1. Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan usia kurang dari 2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum air susu ibu, belum mengonsumsi makanan jenis lainnya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang yang terkena air kencing anak perempuan harus dicuci, sedangkan bila terkena air kencing laki-laki cukup dengan memercikan air padanya."(HR Abu Daud Nasa’i)
Untuk membersihkan najis mukhaffafah adalah dengan menggunakan air bersih. Air harus mengenai seluruh tempat atau tubuh yang terkena najis ini.
Air yang digunakan juga harus lebih banyak dari air kencing yang mengenainya.Setelah itu, barulah benda yang sudah dibersihkan, lalu diperas dan dikeringkan. Dalam syarat ini tidak diwajibkan menggunakan air yang mengalir.
Advertisement
2. Najis Mutawassitah
Najis Mutawassithah termasuk ke dalam najis sedang. Artinya semua najis yang tidak termasuk dalam najis Mukhaffafah maupun Mughallazah.
Contoh dari najis mutawassitah adalah ditemukan pada air seni serta tinja manusia, kencing, nanah, muntah, kotoran hewan ,darah haid, minuman keras,bangkai (kecuali ikan dan belalang), dan air susu hewan yang diharamkan.
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata:
“Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka.Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” Muttafaq Alaihi.
Najis Mutawassithah ini sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Najis ‘Ainiyah atau najis yang terlihat rupanya, rasa atau tercium baunya. Cara menyucikannya dengan dibasuh sampai hilang wujud, bau, ataupun rasa. Rasa dikecualikan bila sangat sulit dihilangkan.
b) Najis Hukmiyah atau najis yang tidak tampak seperti bekas kencing dan miras.Untuk mensucikannya cukup disiram air di atasnya.
3. Najis Mughallazah
Najis mughallazah artinya adalah najis dengan tingkatan berat. Najis berat adalah suatu materi (benda) yang kenajisannya ditetapkan dalil yang pasti (qat’i).
Contoh yang termasuk dalam najis mughallazah yaitu, najis yang berasal dari anjing dan babi (termasuk kotoran dan air liurnya).
Cara menyucikannya dengan menghilangkan terlebih dahulu wujud benda najis tersebut. Kemudian, dicuci dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya menggunakan tanah.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِى التُّرَابِ
Artinya: “Ketika anjing menjilat bejana, maka basuhlah tujuh kali dengan dicampuri debu pada awal pembasuhannya.” (HR. Muslim).
Advertisement