Liputan6.com, Jakarta - Miliarder India Gautam Adani tengah menjadi sorotan usai tudingan Hindenburg Research terkait dugaan manipulasi pasar dan akuntansi. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pun buka suara soal Grup Adani yang kontroversial.
"Ibu kota India memang lagi dilanda demo. Juga di Gujarat. Berhari-hari. Kian rusuh. Sidang parlemen pun sampai ditunda. Bukan soal politik. Bukan pula kenaikan harga kebutuhan hidup," kata Dahlan Iskan dalam catatannya disway.id yang dikutip Rabu (8/2/2023).
Advertisement
Gautam Adani (60) merupakan pemilik Grup Adani. Gautam satu daerah dengan orang kuat India saat ini, yakni Narendra Modi. Ia merupakan Perdana Menteri India yang terpilih untuk periode kedua.
Meski demikian, Modi sudah menjelaskan Gautam tidak mendapat keistimewaan dari pemerintah. Saat ini, Kapitalisasi pasar Grup Adani telah menguap lebih dari Rp 1.500 triliun. Bahkan, harga saham grup Adani pun ambles.
"Grup Adani memang lagi kelimpungan saat ini. Harga sahamnya runtuh. Grup perusahaan ini tiba-tiba saja kehilangan kekayaan lebih Rp 1.500 triliun," kata dia.
Menurut ia, penyebab keruntuhannya berasal dari perusahaan riset pasar modal Amerika Serikat alias Hindenburg Research (HR). Bisnis perusahaan itu memang melakukan penelitian terhadap perusahaan publik di pasar modal. Terutama perusahaan yang dicurigai melakukan praktik curang di bursa saham. Tak hanya itu, perusahaan riset ini juga memiliki usaha lain, yakni melakukan short selling.
Dahlan Iskan menyebutkan, mimpi buruk Gautam itu terjadi pada 24 Januari lalu. Hindenburg hari itu mengeluarkan hasil risetnya, Grup Adani telah melakukan manipulasi saham, laporan keuangan, dan diragukan bisa membayar kembali utang-utangnya.
"Adani Group pun sibuk membantah hasil riset itu. Tapi publik lebih percaya pada Hindenburg. Harga saham 11 perusahaan Grup Adani yang go public terus menurun. Sampai Senin kemarin harga saham itu masih terus turun. Market cap Adani turun sampai USD 110 miliar," ujar dia.
Utang Grup Adani
Adapun, hal yang membuat rakyat demo adalah perusahaan itu punya utang ke bank milik negara dan asuransi. Nilai utangnya sampai sekitar Rp 400 triliun. Rakyat pun meminta semua itu diusut. Lalu, meminta diselidiki pula apakah ada hubungannya dengan kekuasaan Modi.
Kecurigaan Hindenburg datang karena grup usaha ini bisa melejit setiap tahunnya. Pada 2021, kekayaan Gautam Adani mencapai USD 100 miliar, dan menjadi USD 200 miliar pada 2022. Berarti langsung menjadi konglomerat nomor 3 di India. Di bawah grup Mukesh Ambani dan Tata.
Kemudian, pada November 2022 sudah naik lagi menjadi USD 280 miliar. Bahkan, sudah mengalahkan Tata. Gautam Adani langsung jadi orang nomor 21 terkaya di dunia. Terkaya di India dan terkaya di Asia.
"Awalnya saya mengira melonjaknya kekayaan Adani berkat batu bara Kaltim. Seperti halnya Low Tuck Kwong, tiba-tiba jadi orang terkaya di Indonesia berkat batu bara Kalimantan," ujar dia.
Adani memang punya tambang batu bara besar di Kalimantan Timur atau Kalimantan Utara. Harga batu bara dalam dua tahun terakhir membuat banyak orang mendadak kaya.
"Maka mungkin saja tuduhan Hindenburg salah. Tapi Hindenburg sudah menantang, tuntutlah kami kalau kami salah. Sampai kemarin belum ada rencana Adani untuk menuntut Hindenburg," jelasnya.
Advertisement
Hindenburg Ikut Main Short Selling
Saham Grup Adani lebih jatuh lagi karena Hindenburg ikut main short selling. Ia melakukannya secara terbuka.
Ketika mengumumkan hasil riset itu pun Hindenburg sekalian mengumumkan, ia memegang saham Grup Adani yang bisa di-short selling.
"Berarti Hindenburg yakin benar bahwa harga saham Grup Adani akan jatuh, setidaknya sampai 50 persen," kata dia.
Ketika Grup Adani sibuk membantah tudingan Hindenburg, perusahaan riset ini meminjam saham dalam jumlah besar. Dengan harga saham masih tinggi saat itu.
"Saham itu ia jual. Uangnya diberikan kepada pemilik saham, dengan catatan: kalau harga saham sudah turun 50 persen sebagian uang tersebut untuk membeli kembali. Dengan harga murah. Cukup dengan separo uang hasil penjualan bisa membeli saham dengan jumlah yang sama dengan saat menjual. Dengan demikian jumlah sahamnya tetap, tapi masih punya separo uang dari hasil penjualan. Hindenburg dapat untung dari situ," kata Dahlan.
Hindenburg melihat Grup Adani akan menimbulkan bencana di India. Bencana itu sebenarnya bisa dihindarkan kalau tidak ada kejahatan di dalamnya.