Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akhirnya bergabung dengan empat negara Asia Tenggara dalam mengajukan kebaya sebagai Warisan Budaya Takbenda ke UNESCO. Sebelumnya, Indonesia bersikeras ingin mengajukan kebaya secara mandiri mengingat akar busana itu ada di Indonesia.
Terkait hal itu, Indonesia diinisiasi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menggelar workshop selama dua hari bersama empat negara pengusul lainnya, yakni Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand sebagai bagian tahapan pengajuan ke UNESCO. Workshop diselenggarakan selama dua hari, yakni Selasa--Rabu, 7--8 Februari 2023, di Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Hilmar Farid, nominasi kebaya secara bersama-sama itu merupakan upaya mempererat kerja sama antar-negara ASEAN di bidang kebudayaan sekaligus momentum mempererat solidaritas. Kebaya Indonesia yang dinominasikan bersama adalah kebaya labuh dari Riau dan kebaya kerancang dari DKI Jakarta.
"Ini sekaligus momentum positif bagi Indonesia yang menjadi Ketua ASEAN 2023, memperkuat kolaborasi dan mewujudkan perdamaian di kawasan ASEAN," ujar Hilmar dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Rabu (8/2/2023).
Wakil Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar, menjelaskan bahwa nominasi bersama kebaya merupakan yang kedua kalinya elemen budaya didaftarkan secara bersama-sama. Sebelumnya, pantun diajukan bersama antara Malaysia dan Indonesia pada 2020.
"Ini sinyal yang baik, praktik yang baik, dan kerja sama yang baik," tutur Ismunandar seraya menambahkan bahwa batas akhir pengajuan dossier ke UNESCO pada 31 Maret 2023.
Dossier tersebut saat ini sedang disusun bersama lima negara dan difinalisasi pertengahan Maret sebelum diserahkan ke UNESCO pada 31 Maret 2023. Dalam hal ini, komunitas dilibatkan untuk memastikan kepentingan Indonesia tetap terjaga dalam naskah bersama tersebut.
"Jangan sampai ada yang tidak disebut dalam berbagai hal yang berkaitan dengan kebaya Indonesia," jelas Direktur Sosial Budaya & Organisasi Internasional Negara Berkembang, Penny Dewi Herasati.
Sosialisasi dan Edukasi
Pendaftaran kebaya secara bersama itu diapresiasi Wantimpres, Putri Kuswisnuwardhani. Ia mengatakan bahwa kebudayaan itu merupakan akulturasi, sehingga tak heran bila kebaya Indonesia, meski mempunyai ciri khas tersendiri, memiliki kemiripan dengan kebaya di Singapura. "Kebaya encim contohnya," katanya.
Ketua Tim Nasional Kebaya Lana T Koentjoro mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus mengedukasi dan menyosialisasikan pendaftaran kebaya ke UNESCO kepada masyarakat. Upaya itu juga sekaligus mengajak masyarakat untuk terus mencintai kebaya dengan menggunakannya dalam berbagai kesempatan.
Sebelumnya, pada 23 November 2022, Dewan Warisan Nasional (NHB) mengumumkan bahwa Brunei, Malaysia, Thailand, dan Singapura akan bersama-sama menominasikan kebaya untuk status warisan budaya takbenda UNESCO dalam joint nomination.
"Kebaya telah, dan terus menjadi, aspek sentral dalam representasi dan tampilan warisan budaya dan identitas Melayu, Peranakan, dan komunitas lainnya di Singapura,” kata Chang Hwee Nee, CEO NHB dikutip dari Asia One, 15 Desember 2022.
Keempat negara tersebut ingin menyerahkan berkas nominasi ke UNESCO pada Maret 2023. Hasilnya diperkirakan akan diumumkan pada akhir 2024.
Advertisement
Ajak Indonesia
NHB kemudian mengundang Indonesia untuk ikut dalam gerbong pengajuan bersama itu. NHB mencatat bahwa ini akan memberikan kesempatan pada negara-negara untuk merayakan warisan budaya bersama mereka dan mempromosikan saling pengertian. Saat itu, Indonesia absen dalam pengajuan kebaya secara joint nomination dan secara resmi mengakui kebaya sebagai kostum nasionalnya.
Ada komunitas di Kepulauan Melayu yang sangat identik dengan kebaya dan beberapa melihat tawaran warisan UNESCO ini sebagai apropriasi budaya. Adapun Indonesia sempat berniat mengajukan proposal serupa melalui jalur mandiri, kendati ditawarkan untuk bergabung dalam joint nomination.
Menurut Dictionary.com definisi dari apropriasi budaya merupakan adopsi, biasanya tanpa pengakuan, dari "penanda identitas budaya dari komunitas minoritas ke dalam budaya arus utama." "Pertanyaan besarnya di sini adalah dari empat negara ini, berapa banyak dan seberapa sering mereka memakai kebaya? Tidak ada," tulis salah satu pengguna Instagram.
Warganet lain menyebutkan keberanian tindakan tersebut dan menyatakan bahwa kebaya "hanya milik Indonesia." Namun, masih ada peluang bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari pengajuan joint nomination UNESCO. "Empat negara peserta menyambut negara lain untuk bergabung dalam nominasi multinasional ini," kata NHB menambahkan.
Dukungan untuk Joint Nomination
Dalam kesempatan berbeda, anggota tim riset timnas Hari Kebaya, Dewi Kumoratih, menjelaskan bahwa pendaftaran kebaya ke UNESCO bukan hanya dilihat sebagai benda maupun artefak. Nilai dan budaya pada pakaian tradisional ini jadi unsur penting.
"Justru dengan ikut joint nomination, itu akan menunjukkan jiwa besar Indonesia untuk bersama menjaga dan berbagi budaya," ujarnya dalam rilis yang diterima Liputan6.com, 30 November 2022.
Direktur Institut Sarinah, Eva Sundari, mengingatkan bahwa Indonesia harus bergerak secepatnya atau akan kehilangan kesempatan melestarikan warisan budaya. Ia juga mengingatkan kasus songket. "Kasus songket harus jadi pelajaran agar tidak rugi bertubi-tubi," ujar Eva.
Aspirasi ini telah disetujui 23 komunitas yang hadir dalam kegiatan forum Urun Rembug secara lisan dan melalui kuesioner yang dibagikan untuk mendukung Indonesia ikut joint nomination dalam mendaftarkan kebaya ke UNESCO.
Meskipun ada kegemparan di dunia maya, pendukung kebaya Indonesia mendesak negara mereka untuk bergabung dalam penawaran tersebut, demikian laporan media Malaysia The Star. "Langkah ini akan sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia untuk mengejar "kolaborasi bukan kompetisi", jelas Lia Nathalia, ketua Komunitas Perempuan Berkebaya.
Advertisement