Liputan6.com, Jakarta - Seorang relawan untuk amal Islamic Relief, Salah Aboulgasem telah melakukan perjalanan dari Inggris ke Gaziantep di tenggara Turki untuk membantu upaya kemanusiaan.
Ia menuturkan, bencana gempa Turki termasuk salah satu menghancurkan yang pernah dilihatnya. Gempa berkekuatan magnitudo 7,8 melanda Turki pada Senin, 6 Februari 2023. Diperkirakan korban meninggal dunia mencapai lebih dari 11.000 jiwa.
Advertisement
"Meskipun telah mengunjungi banyak zona perang, banyak zona bencana, ini adalah salah satu yang paling menghancurkan yang pernah saya lihat,” ujar dia dikutip dari BBC, Rabu (8/2/2023).
Ia menuturkan, 72 jam pertama di lapangan difokuskan pada mencoba menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa. "Ini benar-benar berpacu dengan waktu,” ia menambahkan.
Salah menuturkan, tim penyelamat meminta lebih banyak kantong mayat karena jumlah mayat yang ditemukan dari puing-puing reruntuhan karena gempa Turki.
Dikutip dari Antara, Presiden Turki Tayyip Erdogan menuturkan, ada sejumlah kendala saat respons awal pemerintah terhadap dampak gempa mematikan. Akan tetapi, upaya penangangan dampak bencana itu sudah kembali normal. Ia menuturkan, ada masalah pada jalan dan bandara, tetapi semakin baik dari hari ke hari.
"Pada hari pertama kami menemui beberapa masalah, tetapi kemudian pada hari kedua dan hari ini situasinya terkendali,” ujar Presiden Erdogan.
Saat ini pemerintah Turki masih hadapi kendala bahan bakar. Namun, pemerintah akan berusaha mengatasi. Erdogan menuturkan, permukiman akan dibangun dalam satu tahun ke depan bagi korban yang kehilangan tempat tinggal di 10 provinsi terdampak.
Erdogan pun imbau agar warga lebih memperhatikan informasi dari pemerintah dan mengabaikan provokator. Adapun gempa merusak dalam beberapa dekade itu meluluh lantakkan lebih dari 6.400 bangunan, dan merusak rumah sakit bandara dan jalan. Penduduk keluhkan minimnya sumber daya dan tanggap darutat yang lambat.
Korban Meninggal Gempa Turki Tembus 5 Ribu, Ini Penyebab Banyak yang Tewas
Sebelumnya, total korban tewas gempa di Turki dan Suriah telah melampaui angka 5.000. Wakil presiden Turki Fuat Oktay mengatakan bahwa jumlah korban tewas di negara itu akibat gempa sekarang mencapai 3.419. Itu membuat jumlah korban tewas resmi gabungan dari Turki dan Suriah menjadi 5.021.
Dilansir Channel News Asia, Selasa (7/2/2022), beberapa faktor menyebabkan jumlah kematiannya begitu banyak. Ini termasuk waktu, lokasi, garis patahan yang relatif tenang dan lemahnya konstruksi bangunan, kata para ahli.
Salah satu alasan mengapa gempa tersebut menyebabkan kehancuran seperti itu adalah karena kekuatannya. Ini adalah gempa terkuat yang melanda Turki sejak 1939. Selain itu, gempa ini juga melanda wilayah berpenduduk.
"Alasan lain adalah bahwa gempa terjadi pada pukul 4.17 pagi, yang berarti bahwa orang-orang yang sedang tidur terperangkap dalam reruntuhan rumah mereka," kata Roger Musson, peneliti di British Geological Survey, kepada AFP.
Konstruksi bangunan juga tidak "benar-benar memadai untuk daerah yang rawan gempa besar", kata penulis buku The Million Death Quake itu.
Hal itu sebagian mungkin disebabkan oleh fakta bahwa garis patahan tempat gempa terjadi baru-baru ini relatif tenang.
Turki berada di salah satu zona gempa paling aktif di dunia. Sebuah gempa di sepanjang garis patahan Anatolia Utara di wilayah Turki utara Duzce menewaskan lebih dari 17.000 orang pada tahun 1999.
Tapi, gempa pada Senin kemarin terjadi di sisi lain negara itu, di sepanjang patahan Anatolia Timur.
Advertisement
Banyak yang Mengabaikan
Patahan Anatolia Timur tidak memiliki gempa bermagnitudo 7 selama lebih dari dua abad, yang bisa berarti orang "mengabaikan betapa berbahayanya" itu, kata Musson.
Karena sudah begitu lama sejak gempa besar terakhir, "cukup banyak energi" mungkin telah terkumpul, menurut teori Musson.
"Kekuatan gempa susulan pada hari Senin, termasuk gempa berkekuatan 7,5 skala Richter, mendukung teori ini," tambahnya.
Musson juga mengatakan bahwa gempa ini mirip dengan gempa berkekuatan 7,4 di daerah yang sama pada 13 Agustus 1822.
"Itu menyebabkan kerusakan yang sangat besar, seluruh kota hancur, dan korban jiwa mencapai puluhan ribu," katanya.
Gempa susulan dari gempa itu terus bergemuruh hingga Juni tahun berikutnya.
Bangunan Tak Kuat Gempa
Carmen Solana, ahli vulkanologi di Universitas Portsmouth Inggris, mengatakan karena gempa bumi tidak dapat diprediksi, bangunan tahan gempa sangat penting di daerah yang terkena dampak.
"Sayangnya, infrastruktur yang resisten tidak merata di Türkiye Selatan dan khususnya Suriah," tambahnya.
Menanggapi gempa bumi tahun 1999, pemerintah Türkiye mengesahkan undang-undang pada tahun 2004 yang mewajibkan semua konstruksi baru memenuhi standar tahan gempa modern.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadikan konstruksi yang kuat sebagai prioritas politik setelah gempa lain melanda pantai Aegean pada tahun 2020, hingga menewaskan 114 orang.
Joanna Faure Walker, kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana University College London, meminta Türkiye untuk memeriksa apakah undang-undang tersebut telah dipatuhi sehubungan dengan bencana terbaru.
Dia juga mendesak Türkiye untuk meninjau apakah ada kemungkinan untuk meningkatkan keamanan bangunan tua.
Advertisement